Bekas luka di pipi Hani sudah mengering, sejak kejadian di Boston Public Garden, Hani berharap tidak pernah lagi bertemu Reza karena kelancangan laki-laki itu berani memegang tangannya dan dilihat langsung oleh Farhan.
Hani sebetulnya sedih, Reza adalah satu-satunya temannya di sini, di Amerika. Hani menyesali kenapa Reza tidak bisa menganggapnya sama, yaitu sebagai teman saja. Kenapa sampai sekarang ia masih membawa-bawa perasaannya yang dulu, itu sudah berlalu dan tidak pantas lagi untuk diungkit, terlebih lagi ia sudah menikah.
Hani bepergian sendiri ke apotik membeli salep yang bisa menghilangkan bekas luka di pipinya karena insiden jatuh di aspal waktu itu. Awalnya ia ingin memeriksakan lukanya yang sudah mengering kepada Reza sebagai seorang dokter, tapi Hani menghindari pertemuan dengan Reza. Lebih baik ia menggunakan aplikasi konsultasi online dengan dokter, diberikan resep salep dan ia cari sendiri di apotik.
Hani keluar dari apotik sambil membawa bungkusan kecil berisi salep yang ia beli. Sebelum sampai di parkiran, dari jarak beberapa meter ia melihat Reza berlari cepat ke arahnya. Hani mempercepat langkahnya, ia setengah berlari, berharap bisa sampai lebih dulu di mobilnya dan masuk untuk menghindari Reza.
“Hani!” Reza mencegat langkahnya dan menarik lengannya agar tidak ke mana-mana.
Hani bertanya-tanya kenapa Reza bisa melihatnya di sini, pertemuan mereka ini kesengajaan atau bukan.
“Tolong lepaskan Za,” pinta Hani dengan ekspresi datar.
Reza melepaskan cengkeramannya di lengan Hani, kali ini ia tak mau gadis itu makin membencinya setelah kelancangannya memegang tangannya di hadapan Farhan ketika di Boston Public Garden.
“Kamu tidak pernah jawab telpon aku, kamu juga tidak pernah balas chat aku,” Reza berbicara sambil mengatur laju nafasnya yang tersengal setelah berlari untuk menghampirinya. Reza kebetulan melintas dengan mobilnya saat melihat Hani baru keluar dari apotik.
Hani tak menggubris, bahkan tak menatap Reza. Ia masih merasa risih karena perlakuan Reza waktu itu yang lancang memegang tangannya.
“Aku hanya mau pastikan Han, luka kamu sudah mengering,” Reza melihat bekas luka di pipi Hani, meski tidak besar dan tidak terlalu kentara. “Kamu sudah beli salep?” tanya Reza.
Hani mengangguk, “aku duluan,” ia hendak melangkah, namun Reza mencegatnya dari depan.
“Kamu marah sama aku Han?” tanya Reza langsung. “Kamu sengaja menghindari aku kan?”
Hani masih diam, dan bahkan saat Reza berbicara ia tak menatapnya.
“Oke aku minta maaf atas kejadian di taman waktu itu. Aku, tidak bisa lihat kamu menangis waktu itu,”
“Aku baik-baik saja Za,” Hani akhirnya bicara. Meski sejujurnya ia tidak baik-baik saja, meski Farhan sudah menjelaskan bagaimana masa lalunya dulu bersama Naila, tapi setelah kejadian mereka berpelukan waktu itu masih mempengaruhi suasana hati Hani, ada cemburu yang belum padam.
“Hani sampai kapan kamu akan terus seperti ini?”
“Maksud kamu apa Za,”
“Kamu sudah lihat kan, di taman kemarin, bagaimana dekatnya Farhan sama perempuan yang memeluk dia waktu itu,” Reza sengaja ingin memancing rasa gelisah Hani.
“Reza kamu tahu apa soal mereka?” Hani merasa Reza mulai melewati batas, laki-laki itu tidak seperti Reza yang dikenalnya.
“Han, Farhan dan perempuan itu pernah saling mencintai. Apa kamu juga sudah lupa, kita juga pernah seperti itu. Lagipula kalian menikah karena dijodohkan, kalian tidak saling mencintai,”
“Itu dulu Za, sekarang aku mencintainya. Aku mencintai suamiku, Farhan,” tegas Hani sambil menatap Reza lekat-lekat.
Reza diam, seperti shock dengan pengakuan Hani.
“Kamu salah Za, kalau bilang kami tidak saling mencintai,” Hani bergegas pergi dengan perasaan kecewa kepada Reza yang berusaha memojokkan perasaannya terhadap Farhan.
“Aku akan buktikan sama kamu Han, kalau Farhan dan perempuan itu masih saling suka!” Reza setengah berteriak di belakang Hani.
Hani sempat menghentikan langkahnya, ingin rasanya ia berbalik memandangi Reza dengan raut kesal, tapi ia memilih melanjutkan langkahnya dan segera masuk ke dalam mobilnya kemudian pergi.
Hani mengendarai mobilnya dengan perasaan bercampur aduk, kenapa Reza berubah sejahat itu padanya. Kalimat terakhir Reza setelah mereka berpisah depan apotik tadi terus terngiang di telinganya. Apa memang benar yang dikatakannya bahwa Farhan dan Naila masih saling suka? Tapi saat ia bertanya apa suaminya itu masih mencintai Naila atau tidak, Farhan dengan tegas menjawab tidak.
Setelah sampai di rumah, Hani bergegas melakukan pekerjaan rumah, apa saja untuk mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang belum ia ketahui pasti kebenarannya tentang Farhan dan Naila.
***
Farhan mengamati Hani belakangan ini lebih banyak diam, tapi tak pernah mengacuhkannya saat ia muncul dan menyapanya. Farhan tahu, semua pasti karena kejadian di taman waktu itu, Farhan tidak tahu kalau mungkin saja ada hal lain yang mengganjal di pikiran istrinya itu.
Hani tidak pernah tidak melakukan pekerjaannya sebagai istri. Setiap pagi ia masih rutin memberikan pijatan pada kedua kaki Farhan dengan air hangat. Sarapan bersama, lalu kemudian menemaninya berlatih berjalan.
Farhan sudah cukup bisa bergerak melatih kakinya berjalan menggunakan walker. Hani bisa melihat bagaimana suaminya itu tampak antusias akan segera sembuh.
Sebuah mobil berhenti pelan beberapa meter dari depan rumah mereka. Naila memandang ke arah Farhan dan Hani dari dalam mobilnya.
Dalam suatu obrolan di WhatsApp saat Hani meminta bantuannya untuk diberikan beberapa bahan makanan khas Indonesia, ia pernah bercerita tentang alamat rumahnya, sehingga tidak susah bagi Naila untuk menemukan di mana Hani dan Farhan tinggal.
Ada cemburu dalam hati Naila melihat mereka berdua, ketika Hani menemani Farhan berlatih berjalan dan juga membantunya ketika ia merasa kesulitan. Dulu dia yang berada di posisi itu, di samping Farhan menemani sembari menyemangatinya. Itu masih di awal-awal saat Farhan baru saja kecelakaan. Naila masih ingat saat Farhan sadar dari koma dan mendapati kenapa kakinya tidak terasa dan tidak bisa digerakkan.
Dia histeris, marah-marah bahkan memaki-maki dokter kenapa tidak bisa menyembuhkan kakinya meski sudah dioperasi. Hanya Naila yang mampu menenangkannya saat itu, memeluknya dan membisikkan kata-kata penyemangat di telinganya bahwa hidupnya belum berakhir meski kini ia tidak bisa berjalan.
Tiap hari Naila menemaninya di rumah sakit, bahkan membantunya beradaptasi ketika harus menggunakan kursi roda. Sempat beberapa kali ia mendapati Farhan yang belum bisa menerima kenyataan memaksa kedua kakinya untuk melangkah, tapi selalu jatuh, bahkan untuk bangkit berdiri pun dia sudah tidak bisa. Naila selalu datang menenangkan perasaannya kemudian membantunya duduk di kursi roda.
Farhan pun sempat frustasi dengan kondisinya yang lumpuh, lagi-lagi Naila yang membantunya dengan mengajak Farhan bertemu komunitas difabel dari berbagai kalangan bahwa hidup mereka masih berarti meski fisik tidak lagi sempurna seperti dulu.
Ada yang jadi sukses jadi pelukis dan mengadakan pameran meski kedua kakinya harus diamputasi setelah kecelakaan dilindas truk, ada atlit renang yang berhasil meraih medali emas untuk pertama kalinya di Olimpiade Renang khusus penyandang difabel dan mengharumkan nama Indonesia setelah ia mengalami insiden terjatuh di kamar mandi dan mengalami patah tulang belakang sehingga kedua kakinya juga menjadi lumpuh, ada yang sukses menjadi seorang penulis dengan menerbitkan buku-buku penuh kisah inspirasi perjalanan hidupnya setelah kecelakaan yang juga membuat kedua kakinya lumpuh bahkan tangan kanannya sudah tidak bisa berfungsi dengan baik lagi dan kini penulis difabel itu sukses menjadi motivator dan sering diundang menjadi bintang tamu dalam acara-acara talk show di stasiun televisi untuk membagikan kisah inspiratifnya. Dan masih banyak lagi kisah dan latar belakang mereka.
Naila bahagia pernah menemani Farhan melalui itu semua. Berkali-kali Farhan mengatakan betapa ia bersyukur memilikinya dulu, selalu ada dan mendukungnya menjalani hari-harinya yang sulit setelah menjadi lumpuh dan disebut difabel.
Tapi semuanya berubah ketika tiba-tiba ia harus mengatakan hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Farhan menatapnya gelisah, kenapa tangis Naila begitu deras.
“Nai, ada apa? Bilang sama aku,” Farhan meraih tangan kekasihnya itu.
Naila masih menangis, sejak tadi ia hanya bisa menangis.
“Aku tidak akan marah Nai, bicaralah,” bujuk Farhan dengan lembut sambil menghapus air mata Naila yang sudah membasahi pipinya dan membelai lembut rambutnya.
“Maafkan aku Han, aku harus mengatakan ini,” Naila masih terisak.
Farhan menunggu, “apa? Bicara saja,”
“Kita akhiri semuanya Han,”
Farhan diam mematung, berusaha mencerna kata-kata Naila barusan. Mengakhiri apa maksudnya? Hubungan mereka?
“Kita putus Han. Kita harus putus,” Naila menjelaskan masih dengan linangan air mata dan perasaan bersalah yang mendalam.
Farhan masih diam membisu, pelan-pelan tangannya melepas menggenggam tangan Naila.
“Maafkan aku Han, kita harus putus,”
“Kenapa Nai?” tanya Farhan seolah tak percaya. “Apa kamu malu punya pacar yang cacat kayak aku?”
Naila menggeleng pelan dan masih menangis.
“Lalu apa?” Farhan tampak memaksanya untuk menjelaskan yang sebenarnya.
“Aku tidak punya pilihan Han!”
Farhan menatapnya sedih, bagaimana bisa Naila tega memutuskannya sementara hubungan mereka baik-baik saja.
Naila bangkit berdiri sambil menghapus air matanya.
“Kamu harus hidup dengan baik Han. Aku akan selalu mendoakan kesembuhan kamu,” Naila berbalik badan dan melangkah pergi.
“Nai, kamu bilang tidak akan meninggalkan aku, akan selalu bersamaku bagaimana pun kondisiku,” teriak Farhan di belakangnya.
Naila menghentikan langkahnya begitu sampai di depan pintu kamar Farhan. Ia hanya menoleh sejenak dan bergumam, “maafkan aku Han,” Naila membuka pintu lalu keluar dari kamar Farhan.
Itulah terakhir kali mereka bertemu setelah empat tahun berlalu. Setelah Naila keluar dari kamarnya, Farhan membanting benda apa saja yang bisa ia banting di kamarnya, termasuk koleksi fotonya bersama Naila dalam pigura yang tertata rapi di kamarnya.
Setelah hari itu berlalu, Farhan tak mau lagi fisioterapi. Sebulan kemudian ia mendengar kabar pernikahan Naila dengan laki-laki lain.
Farhan sudah menduga, Naila memutuskannya untuk menikah dengan laki-laki lain, karena tidak mungkin bagi gadis secantik dia menikah dengan laki-laki cacat seperti dirinya. Farhan memblokir semua akun sosial media Naila dan bahkan menghapus nomor ponselnya.
Hari itu Farhan meminta kepada papanya untuk memberinya jabatan di perusahaan, agar pikirannya bisa teralihkan dari bayang-bayang Naila dan penyesalan terdalamnya kenapa begitu mudah gadis itu meninggalkannya dan memilih laki-laki lain.
Hingga kemudian, takdir membawanya kepada Hani lewat keinginan kedua orang tua mereka.
Setelah mengingat semua itu, tak terasa setitik air mata menetes pelan di pipi Naila. Di sana ia melihat Hani tampak merangkul Farhan dengan sekuat tenaga, dan pelan-pelan melihat Farhan mencoba jalan tanpa menggunakan walker, hanya berpegangan erat di tubuh Hani.
Hani menuntunnya pelan untuk bergerak, Farhan nyaris terjatuh namun Hani sekuat tenaga menahan bobot tubuh Farhan dan membantunya memperbaiki posisinya lagi. Keduanya saling berpandangan dalam senyum, Naila juga melihat Farhan yang tiba-tiba mencium sebelah pipi Hani. Setelah itu Hani membantunya duduk di kursi roda dan kemudian keduanya masuk ke dalam rumah sambil Hani membawa Walker milik Farhan.
Naila menghapus air matanya, ia masih mencintai Farhan. Adalah sebuah berkah jika seandainya esok lusa Farhan mau memberinya kesempatan kedua. Tapi ada Hani di sisi Farhan sekarang, sebagai istrinya. Dan tampaknya Farhan telah mengalihkan hatinya pada istrinya itu.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Ferina
hani... baik sekali hatimu
2020-09-07
0
'
Hai aku ke sini udah kasih like ya ^^ kita saling dukung ya thor salam dari Authornya "Shift Malam"
2020-06-07
2