Mama Farhan keluar dari kamar di pagi-pagi buta, ia mendengar bunyi ribut-ribut di dapur. Ia mengintip dan melihat menantunya itu sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi. Membuat nasi goreng, omelet telur, menyiapkan sekotak sandwich untuk Farhan agar di bawanya ke kampus sebagai bekal makan siangnya, dan juga menyiapkan susu.
Mama Farhan berjalan menuju ke kamar anaknya, ia mengetuk pintu dan mendengar suara Farhan dari dalam mengatakan masuk. Mama Farhan membuka pintu dan mendapati anak lelakinya itu sedang melatih kedua kakinya untuk berjalan menggunakan walker.
"Sayang, kamu sudah bisa jalan," mamanya menghampiri penuh rasa bahagia.
"Belum ma. Setidaknya Farhan sudah bisa menggeser kaki Farhan, meskipun masih agak susah,"
"Alhamdulillah nak, kamu pasti akan sembuh. Mama memang tidak salah pilih istri buat kamu, Hani perempuan yang baik dan mau menerima kondisi kamu," mama Farhan berkata sambil mengelus pelan punggung anak bungsunya itu.
"Iya ma, Hani sudah jadi istri yang baik buat Farhan,"
"Sejak pertama mama lihat Hani, mama sudah suka sama dia. Mama memang tidak salah menilai dia,"
Farhan bahagia ada rasa puas dalam diri mamanya karena merasa tidak salah pilih istri untuknya.
Usai memasak sarapan, Hani membantu mengurusi semua keperluan Farhan sebelum berangkat ke kampus. Ia membantunya berpakaian, menyiapkan diktat kuliah dan buku-buku literaturnya ke dalam tas. Sebelum berangkat, Hani tak lupa memberikan sekotak sandwich untuk Farhan. Farhan menerimanya dengan senang hati.
Sebelum Farhan berangkat ke kampus, tak lupa Hani mencium tangan kanannya. Di belakang mereka tampak mama dan papa Farhan menatap bahagia melihat bagaimana Farhan dan Hani saling menghormati dan menghargai sebagai sepasang suami istri.
Hani mengantar Farhan sampai ke mobil bersama Donny. Ia membukakan pintu, dan membantu suaminya naik ke mobil duduk di jok depan. Donny dengan sigap mengambil kursi roda Farhan dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Hani meletakkan tas dan kotak makan berisi sandwich buatannya di jok belakang, kemudian kembali ke depan menghampiri suaminya. Keduanya saling berpandangan dan tersenyum.
"Hari ini pulang jam berapa?" tanya Hani penuh semangat.
"Aku usahakan pulang siang nanti, karena lagi ada mama sama papa, aku tidak akan mampir di perpustakaan," jawab Farhan.
"Mau aku masakkan sesuatu? Kebetulan hari ini aku ada rencana mau belanja bahan makanan di supermarket sama mama,"
"Terserah kamu saja Han, aku suka semua masakan kamu," Farhan mengakui dengan jujur.
Hani mengangguk.
"Aku berangkat dulu ya, assalamu'alaikum,"
"Waalaikumussalam," Hani menutup pintu mobil, dan sejurus kemudian mobil itu melaju pergi dikendarai oleh Donny.
Hani berjalan ke arah rumah menghampiri kedua orang tua Farhan yang berdiri di teras memandangnya dengan penuh senyuman, Hani mendapati mama Farhan menitikkan air mata.
"Mama, kenapa menangis?" tanya Hani khawatir.
Mendengarnya, papa Farhan tak menyadari bila istrinya sedang menangis di sampingnya.
"Loh, ma, kenapa malah menangis?"
"Mama bahagia pa, lihat bagaimana hubungan Hani sama Farhan," mama Farhan tersenyum kepada Hani sambil menghapus basah di pipinya.
"Ya itukan wajar, hubungan suami-istri harusnya begitu,"
"Hani sayang, mama ucapkan banyak-banyak terima kasih karena sudah menyayangi dan menerima Farhan apa adanya,"
Hani mengangguk, pipinya serasa memerah menahan bulir bening di matanya. "Perasaan Hani sama Farhan tulus ma, Hani tidak pernah merasa keberatan dengan kondisi Farhan. Hani akan terus mendukungnya sampai Farhan bisa sembuh lagi ma,"
"Sayang, hati kamu seperti malaikat untuk Farhan. Mama tidak tahu harus berkata apa lagi, adanya kamu yang mencintai dan menyayangi anak mama, mama merasa tenang," Mama Farhan segera memeluk menantunya itu dengan erat, ia begitu menyayangi Hani sama seperti ia menyayangi Farhan.
***
Donny melirik ke arah Farhan di sampingnya sambil terus fokus menyetir, ia melihat Farhan tampak berbeda hari ini. Donny tersenyum meski Farhan tidak menyadarinya.
"Sepertinya ada yang berbeda hari ini," sahut Donny tiba-tiba memecah keheningan.
Farhan tersenyum.
"Ada yang berubah ya setelah kalian tidur sekamar," Donny menambahkan, pikirannya mulai menerawang nakal, "kalian berbuat apa saja?"
"Apaan sih kamu, mau tahu saja," Farhan berkata malu-malu. "Aku luluh padanya karena dia bisa mengambil hati mama sama papa. Kalau seorang perempuan bisa merebut hati orang tua aku, mau bagaimana lagi aku pasti akan luluh juga," Farhan mengaku jujur.
"Bukannya sejak awal sebelum menikah, Hani sudah bisa mengambil hati orang tua kamu? Makanya kalian menikah kan? Tapi kenapa baru sekarang kamu luluh atas kenyataan itu?" tanya Donny yang ingin memancing perasaan Farhan yang mulai tumbuh besar.
Farhan sempat diam. Itu karena dia baru merasakan jatuh cinta kepada istrinya itu.
"Mungkin cinta datang terlambat," jawab Farhan.
"Kamu tidak ingin merayakan perasaanmu hari ini?" tanya Donny begitu antusias. Farhan diam memikirkan, perayaan apa? Apakah ini memang seharusnya dirayakan. Tiba-tiba terbersit ide lain dalam benak lelaki itu untuk melakukan sesuatu bagi istrinya di rumah.
***
Hani bersama mama mertuanya habis berbelanja bahan makanan di supermarket. Cukup banyak karton belanjaan mereka, Rudiyanto melihat keakraban yang hangat antara istrinya dan juga menantunya membuatnya bahagia. Keduanya begitu ribut di dapur, kali ini Hani banyak belajar soal masakan luar negeri, karena mama mertuanya itu punya pengalaman tinggal di beberapa negara karena alasan pekerjaan suaminya sebagai direktur utama. Hani dengan serius dan seksama mendengarkan dan melihat bagaimana mama mertuanya itu mengolah bahan-bahan makanan.
***
Hani masuk ke kamar setelah mandi sore, ia mendapati Farhan sedang duduk membaca buku literatur yang tebal. Begitu ia datang, suaminya itu mengalihkan pandangan ke arahnya dan tersenyum. Hani balas tersenyum malu-malu sambil mengeringkan rambutnya yang basah sehabis keramas dengan sebuah handuk.
Hani duduk di kursi depan cermin, ia menyimpan handuknya, mengambil hair dryer dan bersiap untuk memakainya. Namun matanya menangkap sebuah kotak kecil terbungkus kertas kado polos berwarna silver yang dipadukan dengan pita berwarna merah. Kotak kado itu tersimpan di atas meja depan cermin, Hani melihat sebuah kertas memo tertempel di atasnya bertuliskan 'Untuk istriku Hani'
Hani segera menoleh ke arah Farhan yang sedang menunggu responnya.
"Han, ini dari kamu?" tanya Hani setengah terkejut.
"Iya, itu buat kamu,"
Pipi Hani merona merah seketika. Farhan bisa merasakan perubahan suasana hati Hani yang tampak bahagia dan juga shock, tak menyangka suaminya mulai melakukan hal yang menyenangkan hatinya sebagai seorang istri.
"Aku buka ya," ujar Hani begitu antusias. Ia menarik pita merah itu, kemudian merobek pelan kertas kado hingga sebuah kotak kecil berwarna putih gading terlihat dengan sebuah tulisan merek brand perhiasan.
Hani segera membuka kotak itu, dan tampak di dalamnya sebuah gelang emas putih yang dihiasi dengan sebuah batu permata berwarna pink kemerahan, Hani tahu itu adalah batu Ruby.
Farhan mendekat kepada Hani menggunakan kursi rodanya. "Apa kamu suka?" tanya Farhan.
Hani mengangguk cepat, "ini cantik sekali Han,"
Farhan meraih tangan kanan Hani, kemudian mengambil gelang dalam kotak itu dan segera memakaikannya ke tangan istrinya.
"Memang cantik, secantik kamu seperti batu Ruby ini," Farhan menambahkan sambil tersenyum. "Ini hadiah pertamaku sebagai seorang suami, kepada istriku yang terbaik,"
Hani terkesan dengan ucapan Farhan barusan, "terima kasih," dengan gerakan cepat, Hani bergerak memeluk Farhan. Hani merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia ini, Farhan telah menjadi selayaknya seorang suami seperti yang selama ini ia bayangkan.
Farhan bisa merasakan Hani memeluknya erat. Farhan pun balas memeluknya, sambil menikmati aroma sampo yang menguar dari rambut Hani yang setengah kering. Keduanya kemudian berhenti berpelukan dan saling berpandangan.
"Aku cinta sama kamu Han," ucap Hani dengan tulus.
"Sejak kapan?"
"Sejak kamu jadi suamiku,"
"Maafkan aku Hani, sejak awal aku tidak pernah bersikap selayaknya suami buat kamu. Aku tidak percaya perasaan kamu tulus, aku selalu merasa kamu bersikap begitu karena kasihan dengan aku yang lumpuh,"
Hani menggeleng cepat, "sejak aku resmi jadi istri kamu, aku bertekad akan terus mendukung dan berusaha untuk kamu bisa sembuh Han, bisa berjalan dengan normal lagi,"
Farhan mengangguk percaya, "aku juga cinta sama kamu, istriku,"
Mata Hani berkaca, ia sangat bahagia dan juga terharu, tidak sia-sia selama ini kesabarannya dalam menghadapi sikap Farhan yang begitu dingin di awal pernikahan mereka. Hani bersyukur bisa membuat suaminya itu percaya dan nyaman dengannya.
"Hari ini kita memulai segalanya, sebagai suami istri yang saling mencintai," ucap Farhan dengan tatapan yang lembut.
Hani meraih tangan kanan Farhan, menciumnya dengan lembut lalu kemudian mengecup bibir suaminya dengan lelehan air mata bahagia.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Cikgu Raaa
lanjut Thor 👍
2020-06-02
0