Setelah kedua mertuanya kembali ke Indonesia, setelah kurang lebih seminggu tinggal di rumah, Hani mulai membereskan semua barang-barangnya di kamar Farhan untuk dimasukkan ke dalam koper dan membawanya kembali ke kamarnya di lantai dua. Pintu kamar terbuka, Farhan masuk dan segera menghampiri istrinya.
"Hani kamu lagi apa?" tanya Farhan sambil memandangi baju-baju Hani di atas ranjang yang hendak dimasukkannya semua ke dalam sebuah koper besar.
"Aku lagi beres-beres Han, karena mama sama papa sudah pulang, aku bisa kembali ke kamar aku di lantai dua," jelas Hani.
"Kamu mau pisah kamar dengan aku setelah seminggu ini kita sudah tidur sekamar dan seranjang?"
Hani menghentikan aktifitasnya melipat dan memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.
"Bukannya sejak awal kamu sudah memutuskan untuk tidur di kamar yang berbeda dengan aku?"
"Aku minta maaf Han atas sikapku di awal pernikahan kita. Kita suami istri, sudah seharusnya kita tidur sekamar kan?"
Hani mengangguk pelan.
"Jadi tetaplah di kamar ini. Masukkan kembali baju-baju kamu di lemari," kalimat itu terdengar seperti perintah yang tidak boleh dibantah.
Hani tersenyum, "iya Han,"
"Dan kamu harus siap-siap, hari ini kamu temani aku fisioterapi lagi," Farhan bergegas keluar kamar.
Hani duduk di atas ranjang sambil tersenyum bahagia, kini Farhan ingin terus tidur sekamar dengannya, tidak ada lagi pisah kamar.
***
Pada fisioterapi kali ini, Farhan menggunakan besi pada kedua kakinya, semacam penyangga untuk melatih tungkainya yang lemah dan tidak bisa menopang badannya saat berdiri. Setelah besi penyangga itu dipasang pada kedua kakinya, fisioterapis memberikan aba-aba padanya untuk bangkit berdiri dari kursi roda sambil memegang kedua tangannya.
Farhan tidak kesulitan untuk berdiri selama ia punya pegangan atau ada orang yang memegangnya. Farhan berdiri tegak, fisioterapis memintanya untuk lebih rileks sambil menarik nafas dan menghembuskannya pelan.
Kali ini fisioterapis ingin melatih kedua tungkainya untuk menopang bobot tubuh Farhan ketika berdiri. Fisioterapis menginstruksikan pelan-pelan ia akan melepas tangannya untuk melatihnya berdiri secara mandiri.
Fisioterapis pun melepaskan tangannya. Hanya beberapa detik, Farhan tidak sanggup berdiri lama tanpa berpegangan, tubuhnya oleng ke belakang, dengan sigap si fisioterapis menahannya, dan kembali membantunya berdiri tegak.
Fisioterapis kemudian memberi instruksi agar Farhan mencoba berjalan sambil memegang tangannya. Sambil berpegangan tangan dengan fisioterapis, Farhan berusaha mengambil langkah pada satu kakinya.
Berhasil, kakinya cukup mudah bergerak dengan bantuan besi penyangga yang membuat tungkai kakinya kuat, langkah keduanya pun berhasil. Farhan tersenyum senang sambil melirik ke arah Hani dan Donny yang duduk tak jauh darinya.
Meski sudah tidak terlalu susah untuk mencoba mulai melangkah, namun Farhan belum bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Hani bersyukur selama beberapa bulan Farhan menjalani fisioterapi dengan penuh kesabaran, sudah membuahkan hasil yang lumayan. Meski tak langsung bisa, namun ketika Farhan berusaha menggerakkan kakinya, maka kakinya akan bergerak meski hanya beberapa centi, meski bukan langkah yang panjang seperti orang normal pada umumnya.
Setiap pagi setelah subuh, Hani selalu menemani Farhan berlatih berjalan menggunakan walker di pekarangan rumah mereka. Tapi sebelumnya, Hani melakukan sesuatu setiap pagi, ia membawa wadah besar berisi air hangat dan merendam kedua kaki suaminya di wadah berisi air hangat tersebut, kemudian membilasnya dan memberikan pijatan dan doa dengan harapan bisa merangsang kembali syaraf di bagian kaki Farhan.
"Hani kamu tidak perlu melakukan ini," Farhan merasa tak enak, ia berusaha menyingkirkan tangan Hani dari memegang dan memijat kedua kakinya dalam rendaman air hangat.
"Biarkan Han, aku sangat ingin lihat kamu bisa sembuh. Biarkan aku jadi istri yang berbakti untuk kamu," Hani mendongak sambil tersenyum dan kembali memberikan pijatan pada kedua kakinya.
Farhan terdiam memandangi Hani yang begitu serius memberikan pijatan pada kedua kakinya, meski sebenarnya ia tidak merasakan apa-apa pada kedua kakinya, tapi melihat kesungguhan Hani yang ingin melihat kedua kakinya sembuh kembali, membuat Farhan semakin luluh dan begitu mencintai istrinya itu.
Farhan menyentuh rambut Hani di ubun-ubun kepalanya, rambut itu selalu lembut saat ia menyentuhnya.
Hani sempat terdiam saat Farhan tiba-tiba memegang ubun-ubun kepalanya dan mengelusnya pelan. Hani menikmati sentuhan itu sambil terus memijat kedua kaki suaminya.
Kaki Farhan sudah bisa bergerak sedikit sampai lima langkah saat latihan berjalan, kemudian Hani membantunya berbalik badan dan melangkah kembali ke arah sebelumnya dengan menggunakan walker. Farhan sangat bersyukur, Hani menjadi seseorang yang selalu menguatkan dan meyakinkannya bahwa ia masih bisa sembuh, ia hanya perlu bersabar menjalani setiap proses fisioterapinya, hingga suatu hari akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan, sembuh dan bisa kembali berjalan dengan normal.
Farhan pun yakin, kemajuan pada pergerakan kakinya juga karena doa mustajab dari istrinya, yang selalu berkata bahwa tiap waktu tak putus-putusnya Hani mendoakan kesembuhan bagi kedua kakinya selepas shalat lima waktu.
Farhan menyayangi Hani dan ia bahagia dalam kondisinya yang seperti sekarang, Allah telah memberinya jodoh seorang wanita yang mencintai dan menyayanginya sepenuh hati, mencintainya tanpa syarat, serta apa adanya dalam menerima kekurangan pada kondisi fisiknya.
***
Hani sendirian ke supermarket, membeli kebutuhan dapurnya di rumah. Saat sedang asyik berkeliling sambil mendorong troli, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Reza yang juga sedang mendorong troli.
"Hani!" Panggil Reza langsung dan menghampirinya.
"Hai Za, lagi belanja juga?" balas Hani.
"Ya, begitulah. Maklum, aku belum nikah semuanya diurus sendiri, termasuk urusan dapur," Reza terkekeh sambil melirik ke arah sayuran segar yang dipajang dibalik kaca freezer.
"Makanya kamu cepat nikah, masa sih tidak ada perempuan yang nyangkut di hati kamu," Hani coba memanas-manasi.
Reza sumringah, "ada kok," jawabnya sambil memilih-milih sayuran.
"Tunggu apa lagi,"
"Tapi dia sudah jadi milik orang lain," jawab Reza dengan jujur tanpa memandang ke arah Hani.
Hani terdiam, moodnya sedikit berubah. Apa maksud Reza, itu adalah dirinya? "Za, aku ke sana dulu ya, mau lihat-lihat daging," Hani mendorong trolinya cepat-cepat pergi.
Reza memandangi punggung gadis itu yang makin menjauh lalu menghilang di balik rak pajangan di supermarket.
Selama ini Reza tinggal sendirian di sebuah apartemen elit. Sebagai laki-laki, Reza cukup piawai memasak, kenapa bisa? Karena ia banyak belajar dari Hani. Sehingga urusan dapur, kalau tidak capek-capek amat sehabis shift di rumah sakit, ia akan meluangkan waktu untuk masak sendiri tanpa harus delivery atau makan di luar. Ia hanya menyewa jasa cleaning service untuk membersihkan dan merapikan apartemennya.
Saat membayar semua belanjaannya di kasir, Reza mengedarkan pandangannya mencari-cari Hani, barangkali gadis itu juga sedang membayar atau sementara antri mau membayar di kasir. Tapi tidak ada, Reza tak melihatnya, apalagi begitu banyak orang yang mengantri di kasir. Reza berpikir mungkin Hani masih sibuk berkeliling di dalam.
Usai membayarnya dengan uang tunai, Reza mengangkat karton belanjaannya keluar dari supermarket menuju ke mobilnya di parkiran. Ia menyimpan karton belanjaannya di bagasi lalu bergegas naik ke mobil, dan mengendarainya keluar dari area parkir.
Beberapa meter di depannya ia melihat sosok berhijab, itu adalah Hani, tampak kewalahan mengangkat dua buah karton belanjaannya dengan kedua tangannya sambil berjalan menuju pinggir jalan raya untuk menahan taksi.
Meski sudah diberikan mobil oleh papa mertuanya, Hani belum bisa menggunakannya secara pribadi sebab ia belum sempat mengurus driving license nya.
Tiba-tiba karton belanjaan Hani terjatuh saking beratnya ia menggendong karton belanjaan itu. Isinya tertumpah semua di jalan, membuat Hani rasanya ingin menangis memungut semuanya sendirian.
Hani berjongkok dan memungut satu per satu semua belanjaannya yang berserakan di jalan. Tiba-tiba sebuah tangan membantunya memungut belanjaannya yang berserakan. Hani menoleh dan melihat Reza di sampingnya.
"Terima kasih Za, aku pikir kamu sudah pulang duluan,"
Dengan cepat, Reza memasukkan semua belanjaan Hani ke dalam karton.
"Ayo, aku antar kamu pulang," Reza bangkit sambil membawa satu karton belanjaan Hani.
"Tidak perlu Za, aku naik taksi saja," Hani menolak dan meminta karton belanjaannya yang dipegang Reza.
"Jangan menolak bantuan dari teman kamu, belanjaan sebanyak ini bikin kamu kewalahan kalau bawa sendirian, setidaknya Farhan bisa membantumu, tapi dia tidak menemanimu berbelanja," Reza berjalan ke arah mobilnya dan menyimpan di bagasi karton belanjaan Hani.
Mau tak mau Hani menyusul di belakang dan menyimpan karton belanjaan yang dibawanya ke dalam bagasi mobil Reza. Kemudian bersama Reza naik ke mobil.
***
"Berhenti Donny!" Sahut Farhan yang duduk di belakang. Donny menginjak rem mendadak dan mobilnya berhenti beberapa meter sebelum sampai di depan rumah Farhan.
Donny mengarahkan pandangannya ke depan, ia melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam parkir depan rumah Farhan. Dari mobil itu, Hani dan Reza keluar bersamaan.
Donny melirik dari balik kaca spion, Farhan tampak serius memandang ke arah mereka.
Hani dan Reza bersama-sama ke bagasi mobil dan masing-masing membawa karton belanjaan. Tiba-tiba sebuah mobil dari arah berlawanan melaju kencang, dengan cepat, Reza menarik tubuh Hani ke bahu jalan untuk menghindari serempetan mobil itu.
Hani terkejut ketika Reza tiba-tiba menarik tubuhnya yang ramping, ia kehilangan keseimbangan dan jatuh menabrak tubuh Reza. Belanjaan Hani kembali berjatuhan di aspal dan menghambur ke mana-mana.
"Dasar gila! Menyetir kayak dikejar setan di siang bolong begini," ujar Donny yang kesal kemudian membantu Hani berdiri. "Hampir saja kamu diserempet Han,"
Hani meringis, sambil menyentuh pelan sebelah pipinya.
"Ya ampun Han, pipi kamu lecet sebelah," Reza begitu khawatir sambil menyentuh dan memandangi dengan dekat wajah Hani pada bagian pipinya yang lecet.
Saat Hani terjatuh, sebelah pipinya membentur aspal sehingga tergores dan jadinya lecet.
"Tidak apa-apa Za, tidak perlu khawatir," Hani menepis pelan tangan Reza yang menyentuh bagian pipinya yang lecet.
Keduanya mendapati mobil Farhan berhenti di depan mereka. Donny segera turun dan menghampiri keduanya dengan raut khawatir.
"Kalian tidak apa-apa? Hani, kamu tidak apa-apa?"
Hani merasa gelisah sambil melirik ke arah mobil Farhan.
"Farhan mana?" tanya Hani.
"Masih di mobil, dia minta aku untuk cepat-cepat mengecek kondisi kamu," jawab Donny.
Hani dan Reza saling berpandangan. Farhan pasti melihat mereka berdua. Hani merasa takut, suaminya mendapatinya bersama laki-laki lain di depan rumah mereka.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Eti Guslidar
hani Farhan mp nya dong biar Farhan nggak cemburu lg
2020-07-09
1
Sarnika Daini
semangat thor... klo bisa tiap hari updatenya..
2020-06-03
4