Istri Terbaik
"Dek, tolong bantu aku," Gita meminta kepada sang adik yang duduk di sampingnya yang sedang berpikir dan menimbang-nimbang apakah jawabannya ya atau tidak.
"Aku tidak bisa menjalani perjodohan ini, aku mau lanjut kuliah. Kamu tahu kan, aku baru saja lulus beasiswa LPDP ke Amerika," Gita melanjutkan memberi alasan dengan raut wajah yang khawatir juga bercampur senang.
Gita kemudian menggenggam tangan Hani, adiknya. Hani menatap Gita, sorot mata sang kakak penuh harap padanya.
"Iya kak," Hani mengangguk kemudian.
"Alhamdulillah," spontan Gita memeluk erat adiknya.
"Terima kasih Han, terima kasih," gumam Gita penuh rasa syukur. Adiknya bagaikan malaikat penyelamatnya untuk menghindari perjodohan ini.
Hani tahu, kakaknya Gita takkan sanggup hidup tanpa mimpi-mimpinya. Mereka dua bersaudara, sebagai kakak Gita selalu menjadi anak kesayangan dan kebanggaan orang tua, karena dibandingkan Hani, Gita lebih menonjol di sekolah dengan perolehan nilai akademik yang baik. Meski hanya sekali dua kali ia menyandang predikat rangking satu di kelas, tapi selama bersekolah Gita tidak pernah terdepak dari peringkat tiga besar di kelas.
Sementara Hani, prestasinya biasa saja di sekolah, dalam ulangan fisika pun berkali-kali ia harus remedial agar bisa lulus.
Gita adalah sosok gadis yang ambisius, pekerja keras dan pantang menyerah. Sementara Hani adalah sosok gadis yang penyabar dan sederhana. Keduanya memang berbeda, namun Hani tak pernah iri kepada sang kakak. Ia selalu mendukung apapun keputusan yang ingin diambil oleh Gita, begitu pula kedua orang tua mereka.
Hani cukup merasakan perlakuan berbeda dari ayahnya antara dirinya dengan Gita. Sang ayah jelas-jelas menunjukkan dukungannya terhadap pendidikan dan karir Gita di masa depan nanti, sementara Hani tidak demikian, bila berdiskusi soal itu, sang ayah tidak terlalu banyak memberikan masukan, selalu mendukung tapi juga tidak pernah menentang apa keinginan putri bungsunya itu.
Hani tetap bersabar. Dalam keluarga mereka, Hani menuruni sifat ibunya yang penurut, penyabar dan penuh kasih sayang. Sementara Gita menuruni sifat sang ayah yang ambisius dan pekerja keras. Meski begitu, Hani selalu mendapat dukungan penuh dari sang ibu yang senantiasa mengingatkannya untuk menjaga tali persaudaraannya dengan Gita dan juga hubungan baik dengan ayahnya.
Sang ibu kadang merasa takut bila suatu waktu Hani menumpahkan seluruh emosinya kepada sang ayah karena memperlakukannya berbeda dengan kakaknya.
Tiba-tiba raut wajah Gita berubah ragu.
"Kak Gita kenapa?" tanya Hani penasaran.
"Aku takut jangan sampai kamu juga menolak perjodohan ini, karena laki-laki yang dijodohkan sama kamu itu adalah penyandang difabel,"
"Kakak serius?" tanya Hani setengah percaya.
Gita mengangguk, "aku pernah ketemu sekali dengannya sama ibu dengan ayah dan dia waktu itu setuju dengan perjodohan ini,"
"Tapi itu baik dek, kalau setelah ketemu dengan kamu dia malah menolak, maka perjodohan ini tidak akan dilanjutkan. Tapi kalau dia tidak menolak, ya kamu tidak perlu merasa cemas. Kedua orang tuanya kaya raya, aku dengar juga selama ini ada seorang perawat pribadi yang selalu mengurusnya. Jadi kalau misalnya kamu jadi istrinya nanti kamu tidak perlu repot-repot mengurus dia, orang tuanya juga bilang meski lumpuh tapi dia tidak mau merepotkan banyak orang, termasuk orang tuanya sendiri. Di antara bersaudara, dia satu-satunya yang belum menikah dan ngotot mau tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya dalam kondisinya yang difabel," Gita menjelaskan panjang lebar agar Hani tidak mengurungkan keputusannya untuk bertemu laki-laki difabel dan keluarganya beberapa hari yang akan datang.
"Selain alasan kakak mau kuliah ke luar negeri, alasan apalagi yang membuat kakak tidak mau dijodohkan dengannya?" tanya Hani ingin tahu, sembari memastikan.
"Han, aku tidak pernah membayangkan akan punya seorang suami yang hidupnya bergantung di atas kursi roda. Ya meskipun dia kaya dan reputasi keluarganya sangat baik, tapi membayangkannya saja aku tidak sanggup,"
Hani mengangguk, iya dia sudah bisa menebak apa jawaban Gita. Hani sudah mengenal Gita luar dalam. Meski dia seorang adik, selama ini Hani lebih banyak mengalah, dan kali ini ia harus mengalah dengan menyetujui untuk bertemu laki-laki itu dan keluarganya. Selanjutnya ia tinggal berdoa semoga laki-laki itu mau menolak perjodohan karena yang semula ingin dijodohkan dengannya kini perempuan lain yang disodorkan untuknya.
***
Keluarga Rudiyanto dan putranya sudah lebih dulu tiba di sebuah restoran tempat mereka janjian bertemu dengan kedua orang tua Hani. Ternyata benar yang dikatakan Gita, laki-laki yang hendak dijodohkan dengannya itu adalah seorang difabel yang menggunakan kursi roda.
Rudiyanto dan istrinya senang bertemu dengan kedua orang tua Hani, namun raut muka mereka berubah total saat pertemuan kedua, mereka justru membawa perempuan lain. Seorang gadis berhijab dengan riasan sederhana, bukan Gita.
Setelah kedua keluarga saling bersalaman begitu juga dengan Hani dan putra mereka, pertanyaan pertama dari Rudiyanto adalah, "nak Gita di mana?"
"Dia sedang ada urusan. Alhamdulillah setelah pertemuan kita minggu kemarin itu, sorenya pengumuman beasiswa LPDP keluar, dan Gita dinyatakan lulus untuk melanjutkan S2 nya di Amerika," jawab ayah Hani tampak antusias dan bangga.
Rudiyanto dan istrinya turut merasa senang atas pencapaian Gita. Hani diam-diam melirik ke arah putra pak Rudiyanto, raut wajahnya biasa saja, seperti tidak tertarik dengan pembahasan kedua orang tua mereka.
"Ini pasti nak Hani kan," lanjut Rudiyanto saat memperhatikan Hani lebih seksama.
Hani tersenyum ramah, dan menggangguk sopan.
"Wah, wah, tidak kalah cantik dari Gita. Sangat santun mengenakan hijab," puji istri Rudiyanto.
"Terima kasih tante," jawab Hani yang kemudian melirik ke arah putra Rudiyanto. Pandangan keduanya bertabrakan. Hani terkejut dan menjadi salah tingkah karena tatapan laki-laki itu tajam kepadanya.
"Nak Hani, kenalkan ini anak saya namanya Farhan," sahut Rudiyanto mengenalkan keduanya, ketika mendapati Hani dan putranya saling bertatapan sejenak.
Hani tersenyum sebentar ke arah Farhan yang hanya menatapnya datar saja, Hani merasa lelaki itu menatapnya sambil menilainya dalam hati.
Kedua orang tua Hani sepakat, untuk tidak lama-lama, sebelum mereka memesan menu makan siang, mereka menyampaikan langsung saja apa yang sebenarnya terjadi.
"Begini Rudi, kami mau jujur dan tidak akan mengulur-ulur waktu bila kita selesai bersantap siang. Kami memohon maaf sebelumnya," ucap ayah Hani sambil memandangi istrinya dan Hani bergantian. "Anak saya Gita, tidak bisa melanjutkan perjodohan ini, anda tahu sendiri kalau Gita lulus mendapatkan beasiswa ke luar negeri, kalau dia menikah pendidikannya bisa terhambat," jelas ayah Hani meski sejujurnya ia tidak enakan menolak lamaran dari sahabat lamanya itu.
Rudiyanto tertawa sesaat, "Amran, kamu tidak perlu takut. Mungkin Farhan dan Gita ini sudah berjodoh, dalam waktu dekat ini Farhan juga akan lanjut kuliah S2 nya di Amerika. Kalau mereka menikah, mereka bisa berangkat sama-sama kuliah di sana nantinya,"
Ayah dan ibu Hani saling berpandangan sesaat tak tahu bagaimana harus menjelaskannya.
"Rudi, sebenarnya, Gita menolak perjodohan ini," ayah Hani akhirnya berterus terang kepada bakal besannya itu.
"Kenapa?" Raut Rudiyanto seketika berubah. "Apa karena kondisi Farhan yang difabel?"
Hani melirik Farhan tampak biasa saja seakan tidak ingin peduli, dan berharap pertemuan ini segera berlalu.
Kedua orang tua Hani terdiam. Bingung harus melontarkan alasan yang bagaimana lagi.
"Maaf om, tante, dan Farhan, kakak saya menolak perjodohan ini karena dia ingin fokus dengan kuliahnya di Amerika, sama sekali bukan karena kondisi Farhan," Hani bantu menjelaskan.
Suasana berubah hening. Hani melihat Rudiyanto dan istrinya tampak legowo.
"Baiklah tidak apa-apa, ini bukan hinaan bagi kami ataupun bagi anak saya,"
"Rudi jangan berkata begitu, kita ini sudah seperti keluarga. Mungkin ini yang terbaik bagi Gita dan juga nak Farhan," sahut ayah Hani. "Bagaimana dengan adiknya Gita? Mungkin saja kalian berubah pikiran ingin menjodohkannya dengan Farhan?" Ayah Hani menawarkan sembari berbasa-basi, ayah Hani sempat berpikir mereka pasti menolak sebab sejak awal hanya Gita yang begitu diinginkan Rudi sahabatnya untuk dijadikan menantu.
Rudiyanto dan istrinya saling berpandangan sejenak kemudian menatap Hani lekat-lekat.
"Kira-kira nak Hani mau menerima kondisi Farhan yang seperti ini?" tanya istri Rudiyanto sedikit khawatir.
"Sa, saya menurut saja tante apa mau ayah sama ibu," jawab Hani sedikit ragu.
"Tentu saja kami setuju, apa bedanya Hani dengan Gita, mereka saudara," sahut ayah Hani berusaha terlihat menghargai.
"Farhan bagaimana dengan kamu?" tanya mama Farhan kepada putranya. Sejak tadi Farhan belum berbicara sama sekali, padahal dalam pertemuan ini dialah pokok keputusannya.
"Saya setuju dengan Hani, om, tante," jawab Farhan tanpa berpikir panjang.
Hani terkejut, sejak dari rumah ia berdoa semoga laki-laki itu menolak dijodohkan dengannya. Karena sejak awal niat keluarganya adalah kepada Gita.
"Nak Farhan serius?" tanya ayah Hani seperti tidak percaya.
"Iya om, saya setuju saja jika harus menikah dengan Hani dan batal menikah dengan Gita," jelas Farhan sambil melirik sesaat arloji di tangan kirinya.
"Farhan, kamu yakin nak?" tanya Rudiyanto kepada putranya.
"Iya pa. Mungkin seharusnya papa menanyakan itu kepada Hani, apa dia betul-betul yakin mau menikah dengan saya dan menerima kondisi saya yang cacat," sahut Farhan sambil memandangi Hani yang terlihat seperti meremas-remas jemarinya dari balik meja.
Hani sempat diam sejenak. Ia sempat berpikir ingin meminta waktu sehari sampai tiga hari untuk memikirkan soal keputusan ini, perjodohan yang dialihkan kepadanya.
Semuanya diam menunggu apa jawaban final dari Hani.
"Sepertinya Hani tidak mau pa," ujar Farhan dengan tatapannya yang dingin kepada Hani.
"Hani, ya atau tidak nak?" tanya ayahnya pelan.
Hani menarik nafas dalam-dalam sambil memejamkan kedua matanya dan menghembuskannya pelan lalu berkata, "Bismillahirrahmanirrahim, iya ayah, ibu, Hani terima perjodohan ini, seperti yang Hani bilang di awal tadi, kalau ayah sama ibu setuju Hani mengikut saja,"
Kedua orang tua Farhan mengucap syukur, akhirnya usaha mereka untuk mencarikan jodoh bagi Farhan membuahkan hasil.
Orang tua Farhan cukup senang kepada Hani, karena gadis itu sangat santun dalam bertindak dan bertutur kata serta begitu sederhana. Mereka berharap Farhan mendapatkan istri yang akan merawatnya dengan baik dan tulus.
Ayah dan ibu Hani juga merasa lega, karena tidak ada rasa tersinggung dari sahabat mereka karena perjodohan yang semula dengan Gita beralih kepada Hani. Namun Ibu Hani merasa perlu membicarakan ini kembali kepada putrinya.
"Maaf saya harus segera pergi, tiga puluh menit lagi saya ada meeting," sahut Farhan tiba-tiba.
"Farhan, makan siang dulu nak," cegah mamanya.
"Farhan bisa makan siang di kantor ma. Farhan pamit dulu, assalamu'alaikum" dengan kursi roda Farhan berlalu pergi meninggalkan restoran.
"Waalaikumussalam," jawab semuanya yang terpaku menatap kepergiannya.
Hani tak lepas menatap calon suaminya itu yang kemudian menghilang dari balik pintu restoran.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Uthie
Mampir 👍♥️
2023-02-23
0
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
suka dan penasaran
2023-01-27
0
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
suka dan penasaran
2023-01-27
0