Kevin mencoba terus untuk menghubungi Nania, gadis yang sedang bekerja merasa terusik dengan panggilan telepon di ponselnya berkali-kali itu sangat menganggu.
"Ayo angkat telponnya, Nania.." Ucap Kevin di kursi kerjanya sambil menempelkan ponsel di telinganya.
"Aku tahu kamu mencoba menghindariku, cepat atau lambat kita akan bersama lagi, Nania." Tukas Kevin dengan percaya diri.
Sania yang telah membayar seorang pria untuk mengintai gerak-gerik langkah Nania dari awal. Pria bayaran itu terus menguntit Nania. Sania masih menaruh dendam kepadanya. Sepertinya cara kasar kemarin tidak bisa membuatnya goyah. Yang ada di dalam pikiran Sania, bahwa Nania itu masih mempunyai hubungan di belakang dirinya bersama Kevin.
Dengan membayar seroang pria suruhannya Sania tidak akan kehilangan jejak Nania. Ia bahkan tahu dengan cepat bahwa Nania telah bekerja di Perusahaan Diamond Glow Cosmetics kemarin hari.
"Aku akan membuat dirinya pergi jauh dari kehidupan Kevin." Ucap Sania yang mempunyai rencana baru.
Nania baru saja selesai mandi, rasa lelah yang ia rasakan sehabis bekerja langsung sirna dengan terbasuhnya air ke seluruh tubunya.
"Ah segarnya.." Nania mengusap lembut wajah cantik nya dengan handuk.
Ia lalu duduk di ranjangnya dan menatap kembali laptopnya yang sebelum mandi sudah sempat ia gunakan. Nania membaca sebuah lowongan pekerjaan untuk bagian Sekertaris di Perusahaan tempatnya bekerja.
"Apa aku coba melamar saja ya? Siapa tahu Dewi Fortuna sedang berpihak kepadaku." Ucapnya berandai-andai.
Tak lama suara ketukan pintu membuyarkan tatapannya. Nania berdiri dan membukakan pintu rumahnya.
"I-ibu Sania?" Ucapnya terkejut hingga terbata.
Nania mencoba menutup pintunya dengan cepat, namun dengan segera Sania yang datang kerumahnya malam ini menahan pintu itu. Ia begitu takut kalau Sania akan mencelakakan dirinya lagi seperti kemarin.
"Jangan di tutup!!" Titah Sania.
Tenaga Sania lebih kuat, hingga pintu itu membuka lebar kembali. "Mau apa Ibu datang kesini? Ja-jangan macam-macam ya, atau saya akan teriak." Ancam Nania, ia masih takut dengan kejadian kemarin yang menimpanya. Bahkan rasa sakit di badannya pun masih terasa.
"Silahkan saja kamu teriak!" Sania melengos masuk ke dalam rumah Nania, ia duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu.
"Kedatangan aku kemari ingin meminta uang yang sudah Kevin berikan padamu." Ucap Sania dengan wajah yang angkuh.
"U-uang? Uang apa maksud anda?" Nania memang tidak mengerti maksud Sania.
"Kamu selama ini kan bekerja dengan Kevin, dan mendapatkan gaji yang bukan seharusnya kamu terima sebagai Sekertarisnya. Uang itu kelebihan sepuluh juta setiap bulannya. Itu semua pasti kamu yang merayu kan pada Kevin, biar mendapatkan gaji yang lebih besar?"
Nania pun mengatupkan mulut dengan tangannya. Pada kenyataannya memang Kevin memberikan gaji di atas standar Perusahaannya pada Nania. Tetapi itu semua tidak diketahui Nania. Karena sejak awal Kevin mengagumi kecantikan Nania. Hingga tumbuh benih-benih cinta di hatinya.
"Sa-saya tidak mengerti maksud Ibu. Saya bekerja sesuai dengan gaji yang di tawarkan Pak Kevin pada saya, dan saya juga tidak pernah meminta uang di luar hal pekerjaan pada Beliau. Apa lagi untuk kepentingan personal."
Jawab Nania dengan jelas, ia memang menjawab dengan kenyataan yang ia tahu dan tidak mengada-ngada.
"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus kembalikan uang itu sebesar 300 Juta."
"A-apa? 300 Juta? Saya tidak mempunyai uang sebesar itu, dan kenapa juga harus saya bayar."
Nania tidak ingin membayar uang itu, lagi pula ia juga tidak memiliki uang sebanyak yang Sania minta. Karena uangnya selalu ia kirim pada Ibunya.
"Kamu itu jangan pura-pura tidak tahu ya! Kamu hitung saja sendiri, uang kelebihan yang Kevin berikan padamu sebulannya 10 Juta, jadi kamu kali dengan selama kamu bekerja di PT.Sunrise Textile dong." Cetus Sania tidak ingin kalah.
"Maaf, tapi sepertinya anda sudah salah paham."
"Heh, Breng**sek. Aku tidak sudi membagi uang Kevin padamu sebagai kekasihnya selama bekerja di kantornya. Mau bayar selama 30 bulan kamu bekerja disana di kali 10 Juta? Atau kamu saya akan jebloskan ke penjara karena sudah menjadi orang ketiga dalam pernikahan saya."
Ancaman Sania membuat Nania sedikit ketakutan. "Tapi saya tidak punya uang sebanyak itu, Bu. Saya juga tidak bermaksud menjadi orang ketiga dalam pernikahan anda." Jawab Nania menggelengkan kepalanya.
Sania mengibaskan rambutnya ke belakang. "Tetap saja kamu sudah salah, dan kamu bisa saya laporkan ke polisi karena sudah mengganggu ketenangan hidup keluarga saya. Begitu pun kamu juga sudah mencoba menguras uang Kevin." Decak Sania dengan kesal.
"Itu semua tidak benar, Bu." Nania berdiri dari duduknya, Sania pun ikut berdiri menantang gadis itu dengan raut wajah yang penuh amarah.
"Bayar!! Atau aku akan membuat kamu tidak bisa hidup bebas! Ini resiko untuk kamu karena sudah bermain-main dengan saya." Ia mencengkeram pundak Nania dengan kuat, membuat gadis itu meringis.
"Saya tidak punya uang sebanyak itu."
"Saya beri waktu kamu tiga hari, jika tidak bisa kamu bayar, bersiaplah masuk ke dalam penjara!" Ketus Sania menyeringai lalu pergi dari rumah Nania.
Tubuh Nania meluruh ke lantai, ia meneteskan air matanya. "Uang dari mana aku sebanyak itu. Hiks.."
Sania memang tidak pernah main-main dengan ancamannya yang akan membuat hidup Nania hancur dan tidak tenang. Kini Nania harus terjebak dalam situasi yang rumit.
Kesalahan karena sudah masuk ke dalam suatu pernikahan yang ia tidak ketahui. "Tega sekali kamu Kevin, aku yang di bohongi. Tetapi aku yang harus menanggung ini sendirian." Nania menangis lagi malam ini. Sungguh dunia kejam pada kehidupannya.
Matahari telah bersinar, pagi-pagi sekali Nania sudah berangkat ke kantornya. Ia menanyakan ruangan CEO pada resepsionis yang ada di depan pintu masuk Perusahaan.
Nania berniat menawarkan dirinya langsung untuk menjadi Sekertaris di Perusahaannya yang sedang membutuhkan.
Ia menekan tombol angka 9 di dalam lift itu, "Kata Resepsionis tadi, aku harus bertemu dulu dengan Pak Riyan agar bisa bertemu dengan Pimpinan di Perusahaan ini. Baiklah semoga kamu bisa Nania." Ia melangkahkan kakinya setelah keluar dari lift.
Nania melihat sekeliling bangunan yang ada di lantai 9. Ia tidak melihat banyak aktifitas para karyawan di lantai ini, yang ia lihat hanya beberapa ruangan saja dan semua tertutup. Namun di lantai 9 begitu mewah dan elegan. Itu semua terlihat dari dinding marmer berwarna putih bercorak, dan juga desain interior yang berbeda dari lantai lainnya.
"Apa ini ruangan Pak Riyan, ya?"
Tok.. Tok...
Nania mengetuk pintu yang terbuat dari lapisan kayu yang mahal. Riyan yang kebetulan ingin keluar langsung membuka pintu ruangannya.
Ia mengernyitkan keningnya melihat wanita cantik di hadapannya.
"Ya?" Tanya Riyan.
"Apa benar ini ruangan Pak Riyan?" Tanya Nania dengan suara yang ramah.
"Iya benar, saya sendiri. Ada apa?" Riyan masih berdiri di depan ruangannya.
"S-saya ingin bertemu dengan CEO kami, Pak. Apakah Beliau ada di tempatnya?"
Riyan memasukan tangannya ke dalam saku celana berwarna hitam. "Apa sudah buat janji?" Dengan cepat Nania menggeleng.
"Maaf Nona, kalau belum membuat janji. Anda tidak bisa menemui Tuan Radit." Jawabnya dengan datar.
"Saya mohon sekali Pak. Saya ingin bertemu dengan Beliau. Kali ini saja, saya ingin membicarakan sesuatu yang penting." Jawab Nania memohon.
Riyan menghela nafasnya dengan pelan. "Baiklah. Kamu ikuti saya. Nanti akan saya coba bicarakan pada Beliau."
Ia berdua pun jalan menuju ruangan yang ada di tengah lantai 9. Lalu Riyan menyuruh Nania untuk menunggu sebentar di sofa kecil yang ada di depan ruangan Radit.
Nania belum mengetahui siapa CEOnya di kantor, ia bahkan mengira Beliau pasti sudah berumur. Di lihat dari jaringan bisnisnya yang sukses. Pasti Pemimpin dari Diamond Glow Cosmetics sudah tua dan hebat. Karena tidak mungkin Beliau masih muda tetapi sudah mengembangkan Perusahaannya sangat maju.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments