Pukul tiga sore Nania mengetuk ruangan Kevin, dan ia masuk ke dalam. Ternyata sudah ada Kevin di dalamnya, ia hanya memberikan laporan yang di minta oleh Kevin lewat panggilan telepon kantor.
Nania bersandiwara di depannya, seolah ia tidak mengetahui apa-apa. "Ini laporan yang anda minta, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu." Ujarnya memberikan sebuah berkas pada Kevin
Pria yang menerima berkas lalu mengernyitkan keningnya."Kamu baik-baik saja Nania?"
"Iya saya baik-baik saja, Pak. Kalau gitu saya kembali kerja lagi, permisi."
Walau hati tak bisa di bohongi, Nania tetap berusaha menampilkan wajah yang ceria saat bekerja. Kepergian Nania keluar dari ruangan membuat Kevin sedikit bertanya-tanya.
Kini waktu sudah menandakan pukul lima sore, semua orang mengehentikan aktifitasnya dan bersiap pulang. Nania merapihkan barang-barang kecilnya dan meraih tasnya.
"Nania, kamu sudah mau pulang?" Tanya Kevin yang baru saja keluar dari ruangannya.
"Iya Pak, saya mau pulang." Balasnya tersenyum.
"Bagaimana kalau kita makan seafood dulu?"
"Maaf Pak, lain kali saja. Karena sahabat saya sedang ingin berkunjung kerumah saya." Bohong Nania pada Kevin.
Entah mengapa Nania seperti ingin menjaga jarak pada Kevin. Ia tidak ingin terhanyut perasaan semakin dalam. Karena perasaannya mengatakan ada yang tidak beres dalam hubungannya.
Tak lama ponsel Kevin berdering saat masih di hadapan Nania. Di layar ponsel Kevin menampilkan nama Sania.
"Kenapa tidak di angkat?" Tanya Nania.
"Ah, ini bukan apa-apa. Hanya telepon dari Kolegaku saja." Raut wajah Kevin sedikit ketar-ketir.
"Ya sudah, kalau begitu saya permisi pulang duluan ya Pak."
"Hm, kamu hati-hati di jalan Nania." Nania pun hanya mengembangkan senyumnya.
Berbeda di tempat lain, seorang pria berparas tampan, hidung mancung, kulitnya putih bersih, badannya tinggi dan kekar. Berada di Bandara International sedang melakukan panggilan dari ponselnya.
"Aku sudah tiba di bandara, kenapa tidak ada orang juga disini yang menjemputku?" Tanya pria dalam panggilannya.
"Maaf Tuan, saya masih dalam perjalanan. Hari senin ini kendaraan di jalan menjadi lebih padat Tuan. Jadi saya terjebak macet sudah dua jam. Sekali lagi saya mohon maaf Tuan." Jawab sang Asisten.
Asisten itu bernama Riyan, dan Tuannya yang baru saja pulang dari Amerika harus tiba di Bandara tanpa ada orang yang menyambutnya.
Bagaimana bisa seorang pemimpin Perusahaan besar seAsia Tenggara, turun sendiri dari pesawat pribadinya tanpa ada pengawal yang mengiringinya.
Tetapi begitulah seorang pria tampan bernama Raditya Cipta Buana yang terkenal mandiri sejak kecil hingga usianya sekarang yang menginjak tiga puluh tahun.
"Lalu apa saya harus menunggumu disini?"
"Mohon maaf Tuan."
"Sudahlah, kau pulang saja. Aku akan menginap di Hotel dekat sini. Besok pagi kau bisa jemput aku di Hotel."
"Baik Tuan, terima kasih atas pengertiannya."
Jawab Riyan dengan gugup.
"Nanti aku akan share lokasinya."
Tut..
Radit memasukan ponselnya ke dalam jas hitamnya. Lalu terpaksa ia harus menggeret kopernya sendiri untuk keluar dari Bandara.
Di dalam mobil yang tengah terjebak macet, Riyan berulang-ulang kali mengehela nafasnya. "Mati kau besok Riyan, bisa-bisanya kau telat menjemput Tuan Radit di Bandara." Kesal Riyan pada dirinya sendiri sambil memukul stir mobilnya. Sepertinya malam ini ia tidak bisa tidur nyenyak.
...----------------...
Nania mengendarai mobilnya sendiri berputar-putar mengelilingi Kota Jakarta pada malam hari. Lalu ia berhenti sejenak di tepi jembatan yang ramai akan lalu lalang kendaraan lain.
Ia membuka ponselnya dan membuka aplikasi mobile banking yang baru saja ia pasang kemarin dan mengirimkan uang untuk Ibunya sejumlah Delapan Belas Juta Rupiah. Ia sengaja mengirimkan lebih untuk keperluan sang Ibu.
"Uangnya sudah Nania kirim Bu. Lebihnya Ibu bisa gunakan untuk keperluan Ibu."
Begitulah isi pesan yang Nania kirim pada Ibunya, meskipun Yanti tidak pernah memperhatikan Anaknya. Tapi Nania tetap memperhatikan Ibunya, tetap peduli dan sayang padanya.
Nania keluar dari mobilnya menuju pinggir jembatan yang berlapis besi tebal. Ia menghirupkan udara malam dan mengusap wajahnya pelan. Pikirannya benar-benar kacau. Mengapa keindahan yang ia alami hanya sebentar saja.
"Tuhan, jika aku tidak di izinkan mendapatkan kebahagiaan. Lalu apa aku harus selalu merasa kecewa seperti ini?"
Ia tak kuasa menahan sesak di dadanya. Nania menangis sejadi-jadinya tanpa mengeluarkan suara. Begitu pilu hidupnya saat ini, penuh kebimbangan dan tanpa arah.
"Aku mempunyai kekasih, tapi ia seakan tidak nyata. Kenapa aku baru merasakannya sekarang. Jika tahu seperti ini. Aku tidak akan menerimanya dan membuang perasaan ini.. Hiks..Hiks.."
Bayang-bayang Kevin bersama seorang wanita dan anak kecil waktu itu memenuhi pikiran Nania saat ini. Rasanya ia ingin teriak, namun ia tidak ingin orang salah paham.
Tiba-tiba saja kalung yang di pakai Nania dari Kevin lepas dan tersangkut besi yang terbentang berada di bawah jembatan itu.
Jaraknya sekitar satu meter dari permukaan jalan jembatan. Nania hendak mengambil kalung itu dengan cara naik ke batas jembatan yang terbuat dari besi. Ia menaikan kaki kanannya dan baru saja ia hendak menaikan dirinya.
Ada seseorang yang menariknya dan mereka terjatuh akibat tarikan yang kuat.
Bugghh!!!
"Aaa...Aaww..." Nania merasakan tangannya yang sakit ditarik.
"Aaa..arghh... Badanku sakit sekali." Pria itu merasakan punggungnya yang sakit terbentur aspal.
Nania pun bangun dari pelukan pria itu, ia masih merasakan kesal karena tubuhnya di tarik begitu saja. "Mas nya gila ya, ngapain coba pakai tarik-tarik segala." Oceh Nania sambil merapihkan bajunya.
"Kau!! Sudah di tolong malah marah-marah. Lagian kalau mau bunuh diri jangan di jembatan ini. Airnya tidak terlalu dalam, dasar bodoh."
Kesal pria itu berbohong menakut-nakuti Nania padahal air di sungai itu sangat dalam. "Makanya kalau tidak tahu jangan ikut campur, huh." Balas Nania.
Nania kembali menaikan kakinya ke pembatas jembatan itu, Radit langsung membelalakan matanya dan menarik lagi Nania ke dalam pelukannya.
"Heii, mending tenangkan pikiranmu dulu. Sudah aku katakan air di sungai ini tidak dalam. Kalau kau jatuh mungkin tidak akan mati tapi malah tulangmu saja yang cidera." Jelas Radit.
"Mas nya gila ya? Aku itu bukan mau bunuh diri tapi mau ambil kalungku yang terjatuh. Lagian siapa juga yang mau lompat dari jembatan ini. Aku juga masih waras." Kesal Nania.
Radit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia pikir gadis yang baru saja ia tolong ingin melompat.
"Biar aku yang ambil."
Lalu Radit melihat kalung Nania yang tersangkut di besi panjang itu, ia lalu bergegas mengambil kalungnya.
"Pegangi tanganku, kalau tidak nanti aku bisa jatuh."
Tanpa pikir panjang Nania pun memegangi tangan Radit dengan erat. Hingga Radit berhasil meraih kalung itu dan kembali melompat.
"Ini kalungnya."
"Terima kasih."
Nania lalu pergi begitu saja ingin menaiki mobilnya. "Hei, tunggu!" Radit mengikuti Nania.
"Ada apa lagi? Oh, ya aku lupa. Tapi aku tidak membawa uang." Nania pikir Radit akan meminta imbalan, mengingat ia tidak membawa uang cash. Jadi ia mengatakan yang sejujurnya pada Radit.
"Kau pikir aku akan meminta uang padamu, Cih."
"Lalu?" Tanya Nania dengan datar.
"Apa penampilanku terlihat sedang membutuhkan uang?" Tanya Radit tidak terima.
"Lalu menurutmu apa aku terlihat banyak uang?" Tanya Nania kembali dengan asal. Ia sebenarnya tidak ingin berbicara seperti itu pada pria yang sudah menolongnya. Tapi hati dan pikirannya sedang tidak karuan.
"Hei, berikan aku tumpangan. Aku tadi sudah terlanjur membayar taksiku dan menyuruhnya pergi ketika melihatmu ingin lompat."
Memang benar Radit telah membayar taksinya dan menyuruh supir taksi itu mengantarkan kopernya lebih dulu ke Hotel Swift. Hotel bintang lima di dekat Bandara.
"A-ada banyak taksi yang lewat disini. Kau bisa naik taksi lagi." Jawab Nania ragu, sebenarnya ia juga takut. Takut jika pria yang didekatnya punya niat jahat.
"Hei, kau sudah di tolong tapi tidak bisa memberikanku tumpangan." Radit merasa kesal, baru kali ini ia di acuhkan oleh seorang wanita.
Biasanya banyak wanita yang rela antri mendekatinya, apalagi jika hanya di minta mengantarkan dirinya saja. Mungkin kalau di pikir sudah ribuan wanita yang antri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments