Kevin telah berada di dalam mobil bersama seorang wanita dan juga dua anak kecil. Yang satu berada di belakang, dan satu lagi masih bayi berada di pangkuan seorang wanita itu.
Sebenarnya siapa mereka semua, Bagaimana bisa Kevin pergi tanpa sepengetahuan Nania. Sedangkan ia bilang pada Sekertarisnya bahwa ia tidak enak badan.
"Mama kapan kita sampai dirumah Kakek?" Tanya anak kecil yang duduk di belakang.
"Sebentar lagi sayang, kita akan sampai di rumah Kakek." Jawab Wanita itu.
Di sisi lain Nania memutar handle pintu kamar mandi, karena tidak ada sahutan dari dalam. Ia membuka pintu secara perlahan. Namun kemudian ia melihat kamar mandi itu tidak ada Kevin. Sebenarnya kemana Kevin pergi, ia tidak melihat sama sekali kekasihnya itu pergi.
"Tidak ada juga di dalam. Perasaan aku tidak melihatnya keluar dari ruangan ini. Sebenarnya kemana Kevin pergi?" Gumam Nania yang masih bingung berdiri di depan pintu.
Ini hal yang pernah ia alami sebelumnya, Nania kembali mengingat-ingat pada saat dimana ia ingin memberikan laporan kepada Kevin. Tetapi pria itu tidak ada di dalam ruangannya, dan juga pintu kamar mandi sempat terbuka menandakan tidak ada orang.
Jelas-jelas Nania tidak pernah beranjak dari kursinya pada saat itu, ia tidak melihat Kevin keluar dari ruangannya. Nania tidak terlalu banyak berpikir panjang, mungkin ia terlalu fokus pada pekerjaannya sampai-sampai ia tidak melihat Kevin keluar.
"Apa ruangan ini memiliki ruang rahasia?"
Entah kenapa hati Nania begitu merasa penasaran pada sosok Kevin sekarang ini. Apa ia tidak mengetahui sisi lain dari Kevin? Ia kembali lagi mengingat pada saat dimana Kevin tidak ada di ruangannya. Nania sempat kembali setelah dua jam kemudian, dan anehnya Kevin sudah ada di kursi kebesarannya. Padahal Nania tidak pernah bangkit dari kursi nya, tidak melihat Kevin masuk lewat pintunya. Saat ini Nania semakin penasaran.
Ia mengelilingi ruangan Kevin, tidak peduli dengan Cctv yang akan menangkap dirinya seperti menggeledah ruangan Kevin. Yang jelas ia ingin segera mendapatkan jawaban yang membuat hatinya gusar.
"Kevin, jika benar kamu menutupi sesuatu dariku. Aku benar-benar kecewa padamu." Nania terus mencari sesuatu yang mungkin janggal di dalam sana.
Sudah lima menit ia mencari sesuatu yang mungkin saja itu sebuah lorong atau ruangan rahasia, seperti pada Novel-novel yang ia baca. Akan ada ruangan di balik rak buku. Namun ia tidak menemukan apapun di balik rak buku.
"Mungkin hanya perasaanku saja. Oh, ayolah Nania jangan seperti ini. Ini sama saja kamu tidak percaya pada Kevin. Mungkin ia pergi keluar saat kamu berada di pantry." Ucap Nania membuang rasa curiganya.
"Sudahlah, lebih baik aku keluar saja."
Ketika Nania hendak pergi ia tidak sengaja tersandung kakinya sendiri hingga terjatuh di lantai.
Bughh!!
"Aww... Sshh.. Kenapa aku harus terjatuh." Nania memegangi kakinya.
Saat terduduk di lantai manik mata Nania menangkap sebuah lampu hias yang menempel pada dinding, di samping lukisan yang besar tempat ia terjatuh di depannya. Ia berusaha bangun dan ingin melihatnya.
"A-apa ini? Kenapa aku baru menyadari lampu hias ini hanya ada satu? Biasa nya orang akan membeli dua untuk sisi kiri dan kanan." Nania memeriksa lampu hias itu dan memegangnya.
Ketika Nania menelisik lampu hias itu, ia menemukan sebuah tombol dan langsung menekannya. Berpikir jika di tekan lampu hias akan menyala. Namun siapa sangka, setelah di tekan bukan lampu yang menyala. Melainkan lukisan yang besar pada dinding itu bergeser.
Di sisi lain Kevin turun dari mobilnya yang sudah terparkir di Mansion yang mewah. "Ayo turun, Kakek sudah menunggu di dalam." Ujarnya menuntun anak kecil yang duduk di kursi belakang.
"Papa, apakah Kakek akan merindukanku?" Tanya anak kecil itu pada Kevin. Dia bernama Kenzo.
"Iya sayang, Kakek pasti sudah sangat merindukanmu. Ayo, kita masuk ke dalam."
Kevin menuntun wanita itu dan juga Kenzo masuk ke dalam mansion. Pintu utama di mansion itu pun terbuka, Pelayan disana menyapa kedatangan mereka.
"Silahkan masuk Tuan, Tuan besar sudah menunggu di dalam." Ucap Kepala pelayan.
Seorang Kakek menunggu di ruang keluarga yang terlihat megah dan mewah. "Apa kabar Cucu-cucu Kakek? Kemarilah Nak." Sang Kakek berdiri seraya menyambut kedatangan Anaknya dan juga Cucu-cucunya.
Mereka berpelukan satu per satu dengan sang Kakek, itu merupakan kebiasaan bagi mereka saat bertemu sebagai salam.
"Bagaimana kabarmu, Sania? Apa tugasmu di Swiss sudah selesai?" Tanya Kakek pada wanita yang di bawa oleh Kevin tadi. Wanita itu bernama Sania.
"Sudah Kek, setelah membereskan bisnisku disana dan melahirkan Tania. Aku sangat ingin cepat segara tinggal disini bersama Kevin. Karena disana aku sangat kesepian dan mereka juga butuh Papanya." Jawab Sania.
"Oh Cucuku Tania, kemarikan ia Nak. Biar aku yang menggendongnya."
Kakek Surya menggendong bayi yang diberikan Sania. "Ini Kek, ia masih tidur."
"Bagus jika bisnismu disana sudah beres. Aku jadi akan sering berkumpul dengan Cucu-cucuku disini. Tapi dimana Kenzi?"
"Dia sedang mengikuti kelas menyanyi Kek, nanti akan ada supir yang mengantarkannya kemari." Tukas Kevin yang memainkan ponselnya.
"Kakek, aku juga ingin di gendong sama Kakek." Rengek Kenzo pada Kakeknya. "Oh ayolah Nak, kamu sudah besar. Kakek sudah tidak kuat menggendongmu." Ucap Sania terkekeh.
Kenzo dan Kenzi adalah dua anak kembar laki-laki berumur enam tahun. Keduanya sebentar lagi akan memasuki Sekolah Dasar.
"Nanti Kakek akan menggendongmu di taman belakang ya, tapi Kakek tidak janji, haha." Ledek sang Kakek, dan tawa mereka semua pecah di ruangan itu.
Mulut Nania menganga dan mengatupkan dengan tangannya. Tak percaya kalau lukisan itu akan bergeser menampilkan sebuah lorong yang terang.
"Ya Tuhan, a-apa ini? Apa ini sebuah lorong?"
Ia melangkahkan kakinya memasuki lorong putih itu. Nania terus melihat sekeliling dari atas hingga bawah lorong tersebut sambil terus berjalan. Baru sekitar delapan langkah Nania berjalan di lorong itu, ia berbelok ke kanan mengikuti jalan dan terdapat sebuah lift di ujung sana.
"Apa itu sebuah lift? Mengapa ada lift disini? Ya Tuhan lindungilah aku."
Nania berjalan tanpa henti berdoa di dalam hatinya. Jujur saja ia sangat takut, tetapi ia juga penasaran. Tiba di depan lift Nania langsung menekan tombolnya. Tanpa menunggu lama terbukalah pintu lift tersebut, dan Nania masuk ke dalamnya.
Hanya ada dua tombol saja, tombol panah ke atas dan panah ke bawah. Nania lalu asal menekan tombol ke bawah. Kemudian lift itu membawa dirinya turun.
"Astaga, ja-jadi lift ini menuju basement?"
Ia begitu terkejut ketika pintu lift terbuka memperlihatkan area basement yang ada di Perusahaannya.
Nania juga melihat mobilnya yang terparkir di ujung sana. Ia selama ini tidak menyadari jika ada lift lain di basementnya. Yang ia tahu hanya lift yang biasa di pakai semua orang, termasuk dirinya dan Kevin.
"Aku masih tidak mengerti mengapa Kevin membuat lift rahasia ini menuju basement."
Tidak mau jika Kevin sampai mengetahuinya, ia kembali masuk ke dalam lift. Nania keluar dari lorong itu. Ia kembali memeriksa dengan rapi supaya tidak meninggalkan jejak. Lalu kembali duduk di mejanya, tak lupa ia juga membawa nampan berisi teh dan kue yang ia bawa tadi agar Kevin tidak curiga.
Baru saja Nania menduduki dirinya di kursi, masih dengan raut wajah yang sedikit gelisah. Tiba-tiba suara dering ponselnya membuat ia kaget.
"Astaga, aku kira Kevin yang menelponku. Ternyata Ibu yang menelpon."
Usai mengetahui siapa panggilan yang ada di layar ponselnya. Nania mengangkat panggilan dari Ibunya. "Halo, Bu."
"Halo, Nania! Kamu nih bagaimana sih. Ibu kan sudah bilang sama kamu kemarin, untuk kirimkan uang pada Ibu segera. Tapi kenapa sampai hari ini kamu belum mengirimkan uang itu pada Ibu." Ketus Yanti di telepon.
Nania mengelus dadanya untuk menenangkan hatinya sebentar saja. "Maaf Bu, aku lupa mengirimkannya kemarin. Hari ini akan aku kirim."
"Ingat ya Nania, uang itu bukan untuk Ibu saja. Tapi juga untuk membayar hutang Ayahmu. Ibu mau nanti malam uang itu sudah kamu kirim."
Tut..
Panggilan itu berakhir tanpa salam atau memberikan Nania kesempatan berbicara. "Kenapa selalu begini. Ibu bahkan tidak pernah menanyakan kabarku." Ia menghelakan nafasnya dengan berat.
Waktu ia berjalan dengan sahabatnya, Delisha. Nania memang lupa mengirimkan uang untuk Ibunya. Karena pikirannya masih kacau memikirkan Kevin yang samar-samar ia lihat di Mal kemarin. Malam ini ia mau tidak mau harus mengirimkan uang yang Ibu minta padanya. Setelah itu Nania harus super hemat dengan sisa gajinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments