Kevin sudah berada di depan rumah Nania, ia mengetuk pintu rumah itu namun tidak kunjung terbuka atau mendapat sahutan dari dalam.
"Nania... "
Tok...Tok...Tok...
"Maaf Mas, cari Nania ya?" Tanya seorang ibu paruh baya yang merupakan tetangga Nania.
"Iya Bu, kira-kira Nania ada di dalam tidak ya?"
"Saya lihat Nania dari pagi sudah keluar, kalau dari penampilannya sih seperti biasa Mas. Seperti orang mau kerja, mungkin Nanianya belum pulang, Mas."
"Oh ya sudah. Terima kasih ya, Bu." Jawab Kevin dan pria itu pun meninggalkan rumah Nania, di dalam mobil Kevin bersandar di kursi mobilnya.
"Nania.. Andai kamu mengerti kalau aku sangat mencintaimu. Maafkan aku kemarin berusaha untuk mendoaimu. Aku melakukan itu agar kamu tetap bersamaku." Ucap Kevin sendu.
Kevin sepertinya sudah terlanjur dalam mencintai Nania. Ia selalu menginginkan Nania untuk menjadi belahan jiwanya selama hidup.
Ia juga sempat memikirkan bagaimana bisa Nania mengetahui lorong putih rahasia milik Kevin. Hanya ia yang tahu, karena memang lift itu sengaja di buat untuk keadaan mendesak Kevin. Agar bisa keluar dari ruangannya tanpa orang yang melihatnya.
Di dasar jurang Radit mencoba membangunkan Nania untuk berdiri. "Bagaimana? Apa kamu bisa berdiri?" Tanyanya yang masih memegangi lengan Nania.
"Ka-ki kananku sedikit sakit." Nania meringis kesakitan.
"Kamu harus bisa bertahan, kita harus keluar dari hutan ini, kita harus naik ke atas. Karena aku mencoba menghubungi orangku tapi tidak bisa. Tidak ada signal disini." Jelas Radit menatap Nania yang masih meringis kesakitan.
"Bertahanlah, kita pasti bisa." Ucap Radit lagi.
Nania mencoba melawan rasa sakit yang ada di sekujur tubuhnya. Jelas ia merasakan tubuhnya sakit, tetapi Nania bersyukur tidak ada yang patah di bagian tulangnya. Semua masih bisa di gerakan, hanya terseleo di pergelangan kaki kanannya.
"Iya, terima kasih karena sudah menolongku." Ucap Nania menahan sakitnya.
Mereka berdua pun mencoba merayap ke atas, Radit mencoba berpegangan pada akar tebal yang menempel pada dinding jurang itu.
"Ayo, kamu pegang yang sebelah sini." Radit menuntun tangan Nania untuk memegang akar itu.
Akhirnya mereka bisa sampai ke atas dengan perjuangannya yang susah payah dan cukup lama. Bahkan langit sudah berganti gelap. Tidak ada pencahayaan di sekitarnya. Beruntung sekali mereka bisa keluar dari jurang itu.
"Arghh... Akhirnya bisa juga sampai ke atas." Radit menghela nafasnya yang terasa letih.
Sedangkan Nania masih memegangi kakinya yang terasa semakin sakit. "Apa semakin sakit?"
"I-iya.."
"Ya sudah ayo kita pulang, mobilku ada disana. Biar aku gendong saja kamu." Radit pun menggendong Nania ala Bridal Style. Gadis itu menatap Radit dengan malu-malu. Nania melihat wajah Radit yang sudah lusuh tapi tidak sama sekali menghilangkan ketampanannya.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, yang jelas hari ini sungguh hari yang sial untukku." Ucap Radit di sela langkahnya yang menggendong Nania.
"Ma-maaf.. Ceritanya panjang."
"Sudahlah, lain kali kamu harus bisa menjaga dirimu."
Mereka masuk ke dalam mobil, Radit menghidupkan ac di mobil mewahnya. "Ahh sejuknya..." Hela nya dengan memejamkan matanya sejenak.
"Kamu pasti kelelahan karena menolongku. Sekali lagi terima kasih." Ucap Nania dengan malu-malu.
"Ya, dan ini kedua kalinya aku menolongmu lagi." Radit pun melajukan mobilnya. "A-apa maksudmu?" Tanya Nania.
"Kamu tidak ingat?" Nania menggeleng dengan cepat. "Wahh.. Daebak! Hebatnya dirimu, ckckck" Radit berdecak kagum pada Nania.
"Memangnya kamu pernah menolongku sebelumnya?" Nania bertanya dengan hati-hati.
"Hmm, di jembatan." Jawab Radit singkat dan fokus menyetir.
Mobil Radit keluar dari kawasan hutan. Jalanan yang mereka baru saja lewati memang gelap dan tidak ada lampu jalan.
"Astaga.. Jadi kamu pria itu." Nania menutup mulutnya. "Maafkan aku, aku tidak terlalu memperhatikan wajahmu waktu itu." Nania merasa bersalah.
Radit tidak menjawabnya, "Dimana rumahmu?"
"Di jalan Melati Raya No.9, a-aku bisa naik bus saja di halte depan. Kamu tidak perlu mengantarku."
"Diamlah, aku tidak minta pendapatmu." Sikap Radit begitu dingin sekarang. Pria ini terkadang baik dan kadang menjadi dingin. Itu kesan pertama yang Nania dapatkan.
Setelah sampai di depan rumah Nania, Radit membantunya turun hingga masuk sampai di depan pintu. "Terima kasih karena sudah menolongku, aku berhutang padamu."
"Jangan lupa berikan salepnya pada lukamu. Aku pulang."
Radit masih dengan sikapnya yang dingin, tapi cukup Nania akui. Pria itu sangatlah baik, buktinya Radit membawa Nania berobat dulu sebelum pulang ke rumahnya.
Mobil Radit sudah menjauh dari halaman rumah Nania. Seorang pria memakai topi sedang mengawasi rumah Nania dari kejauhan. Ia menelpon seseorang setelah Nania masuk ke dalam rumahnya.
"Halo Bos. Wanita itu sudah kembali ke rumahnya. Tampaknya dia baik-baik saja bos." Lapor pria itu pada bosnya di telepon.
Panggilan di matikan, dan wanita yang sedang ada di kamarnya mengepalkan tangannya.
"Kurang ajar.. Ternyata kamu cukup kuat ya!"
Sania tidak akan berhenti begitu saja. Ia menyuruh seseorang untuk memata-matai Nania. Kevin yang baru saja keluar dari kamar mandinya. Ia menatap Sania dengan heran.
"Kevin, Kenzo bilang ia ingin tidur denganmu." Ucap Sania dengan berpura-pura lembut.
"Baiklah." Jawab Kevin datar.
Pagi menjelang, Nania mencoba berjalan pelan-pelan untuk bisa memasuki lift. Saat itu Radit juga baru datang, ia dengan gagah berjalan memasuki lift khusus dirinya dan para petinggi di kantor itu.
Nania yang belum juga sempat berkenalan dengan Radit menatapnya tanpa sengaja ,karena lift mereka berhadapan.
Manik mata mereka sempat beradu ketika pintu lift sama-sama akan tertutup. Radit menaikan alisnya di dalam lift yang akan membawa dirinya naik ke lantai 9.
'Jadi pria itu bekerja juga disini.' Batin Nania. Ia belum mengetahui jika Radit adalah pemilik Perusahaan tempatnya bekerja.
"Jadi benar dia adalah karyawan di kantorku." Ucap Radit dan Riyan pun menengok.
"Ya Tuan?"
"Tidak, bukan kau."
Radit pun memasuki ruangannya. Riyan hanya mengernyitkan keningnya dan mencoba mengabaikan saja.
"Ada-ada saja Tuan, masih pagi begini sudah ngomong sendiri." Ucap Riyan yang tidak mau ambil pusing sembari memasuki ruangannya sendiri, yang berada di ujung ruangan lantai 9.
Di kursi kebesarannya yang berwarna putih, Radit menopang dagunya, pikirannya kembali Flashback pada kejadian semalam. Dimana ia memberikan nafas buatan untuk Nania.
"Cantik.." Satu kata keluar dari mulutnya.
"Arrgghh.. Kok aku jadi mikirin perempuan itu sih." Radit berusaha menghilangkan bayangan itu, dan meraih berkas yang ada di depannya untuk di baca.
Di meja kerja Nania, ia sedang menyusun berkas untuk memulai kerjanya. Vina datang mendekati Nania. "Nania.. Gimana kamu ada kesulitan tidak?"
"Kak Vina.. Emm, Untuk sekarang ini, aku masih bisa mengatasi kerjaanku, Kak. Tapi jika aku ada kesulitan aku akan tanya Kak Vina." Senyumnya begitu manis melekat di wajah Nania.
"Bagus, aku suka dengan cara kerjamu. He he"
Tak lama satu orang dari rekan kerja mereka ikut menimbrung di meja Nania. "Vin, kamu tahu tidak? Kalau bos kita yang tampan itu katanya lagi cari Sekertaris baru. Pak Romi, sudah mau berangkat ke Amerika minggu depan." Ujar wanita itu bernama Popy.
"Wah, coba aja aku punya keahlian sebagai Sekertaris, aku sudah pasti akan melamar posisi itu." Jawab Vina dengan mata yang berharap.
"Uuhh, ngawur saja kamu nih." Balas Popy.
Nania yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka pun jadi ikutan tertarik mencalonkan dirinya sebagai Sekertaris. Namun ia tidak begitu percaya diri akan diterima.
'Apa aku coba ikutan daftar saja ya? Siapa tahu aku diterima. Ah, tapi tidak mungkin. Pengalamanku sangat minim, Perusahan ini juga sangat besar. Mereka pasti membutuhkan orang hebat untuk menjadi Sekertarisnya.' Batin Nania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments