Pagi ini Nania mendapatkan kabar dari atasannya, Radit. Untuk bersiap-siap pergi ke luar Kota bersamanya. Nania membawa beberapa pakaian di kopernya. Karena satu minggu ia akan berada di Kota Bandung.
Ia berangkat menggunakan taksi ke kantornya, tidak mungkin Nania menenteng kopernya naik dan turun dari bus.
"Pak Romi, anda mau kemana?" Tanya Nania yang baru saja sampai di mejanya.
"Saya akan pergi menemui klien pagi ini, Nan." Balasnya sambil menyusun berkas dan memasukannya ke dalam tas.
"Loh, Pak Romi tidak ikut sama Tuan Radit ke Bandung?" Tanyanya lagi masih bingung kenapa Romi tidak ikut bersamanya.
Romi menggelengkan kepalanya. "No, Nania! Saya kan lusa sudah berangkat ke Amerika. Sedangkan kamu disana bersama Tuan Radit sampai satu minggu. Jadi kamu yang menggantikan saya disana dan sampai seterusnya disini." Jawabnya dengan panjang lebar.
Nania cuma mengangguk dan mencoba paham. Selang beberapa menit Radit datang dengan Riyan di belakangnya.
"Selamat pagi, Tuan." Sapa Nania dan Romi berdiri di tempatnya.
"Hm, Romi kau sudah mau berangkat?" Tanya Radit sambil memasukan tangan ke dalam saku celananya.
"Iya Tuan, lima menit lagi saya akan berangkat menemui Klien kita." Jawab Romi dengan cekatan.
"Baiklah, lusa kau akan berangkat ke Amerika, kabari aku jika sudah sampai disana." Ucap Radit yang dari tadi hanya menatap Romi.
Ia sama sekali tidak melirik ke arah Nania, gadis itu cuma bisa mengamati percakapan mereka saja. Sesekali Nania melirik ke arah Radit yang fokus berbicara.
"Baik Tuan, kalau begitu saya berangkat sekarang. Permisi, Tuan." Romi berpamitan dan langsung meninggalkan mejanya.
Radit memberi tatapan pada Nania dan mengarahkan tangannya memberi isyarat agar masuk ke dalam ruangan miliknya. Nania mengangguk dan mengekor di belakangnya. Sedangkan Riyan, ia pergi ke ruangannya.
Nania berdiri di depan meja Radit, ia menunggu aba-aba dari Tuannya.
"Siapkan dokumen yang akan di bawa nanti, 10 menit lagi kita berangkat." Titah Radit yang sambil duduk di kursi kebesarannya.
"Baik Tuan, ada lagi yang bisa saya bantu?"
Nania selalu menampilkan wajahnya yang tersenyum, seolah tidak terjadi apa-apa padanya. Padahal di balik senyumnya, banyak luka yang masih belum sembuh.
"Nope." Jawab Radit singkat.
"Baik Tuan, saya permisi dulu." Nania melenggang keluar dari ruangan Radit, lalu ia menyiapkan berkas penting yang akan di bawanya selama sepekan.
Belum ada 10 menit, Radit sudah keluar dari ruangannya. Ia mengajak Nania untuk pergi sekarang. Mereka berdua akhirnya turun ke basement untuk naik mobil.
Sudah sampai di depan mobil Radit yang mempunyai logo ring empat berbaris itu, Nania memasukan kopernya ke bagasi yang sempit. Untung ia membawa koper berukuran kecil.
"Tuan, apa kita cuma berangkat berdua saja? Apa Pak Riyan tidak ikut?" Nania melayangkan pertanyaan sambil celingak-celinguk.
"Riyan akan menggantikanku selama sepekan di kantor ini." Radit menjawabnya dengan malas, jadi ia begitu dingin sikapnya pada Nania.
"Baiklah Tuan, apa Tuan yang akan menyetir sendiri sampai ke Bandung?" Protes Nania lagi sambil memperhatikan Radit.
Pria itu merasa Nania sangat cerewet, ia melayangkan tatapan dinginnya ke Sekertarisnya yang masih dalam percobaan.
"Aku tidak suka punya Sekertaris yang cerewet! Untuk apa aku membeli mobil sport ini, kalau bukan aku sendiri yang memakainya. Ck, aku belum tua. Jadi masih sanggup menyetir sendiri, cepat naik!!"
"I-iya Tuan." Baru kali ini Nania mendengar Radit protes dengan panjang lebar.
Nania pun masuk ke dalam dan memakai seatbelt nya. Sama dengan Radit yang sudah siap berangkat, dan ia menjalankan mobilnya pergi ke Bandung.
Di tengah perjalanan yang sudah memasuki wilayah Bandung, hujan turun sangat deras. Pandangan dari dalam mobil membuat Radit harus fokus dan jeli melihatnya.
"Tuan, jika anda lelah. Saya bisa menyetir menggantikan, Tuan." Tawar Nania pada Radit.
"Diam, aku tidak suka di perintah!" Jawab Radit cuek dan fokus menyetir.
"Saya hanya menawarkan saja bukan memerintah, Tuan." Kelak Nania dengan santai. Suasana di luar kantor membuat Nania tidak terlalu kaku pada Radit.
Hujan semakin lebat, jalanan menjadi macet. Mobil Radit melaju pada sebelah kiri di jalur pertama, tiba-tiba ada seseorang berlari di depan mobil mereka. Dengan sigap Radit langsung mengerem mobilnya. Untungnya mobil dalam kondisi jalan yang pelan. Kalau tidak orang itu pasti sudah tertabarak.
Ciitt...
"Sh**it!!" Umpat Radit kesal karena hampir saja ia menabrak seseorang yang lalai menyebrang.
"Astaga, Tuan.." Nania terkejut melihat seorang pria terduduk di jalan karena hampir tertabrak.
"Dia yang tiba-tiba menyebrang, ck." Radit mengusap kasar wajahnya.
"Biar saya saja yang turun, Tuan."
Nania turun dari mobil, saking paniknya ia tidak sempat memikirkan payung untuk melindungi tubuhnya dari hujan.
"Anda baik-baik saja?" Tanya Nania pada pria yang masih muda. "Ma-maaf.. Sa-saya tidak sengaja." Jawab Pria muda itu dengan gugup, mungkin ia masih shock karena hampir tertabrak.
"Biar aku bantu." Nania membantu pria itu untuk berdiri di bawah guyuran hujan, manik mata Radit juga tidak lepas dari Nania yang membantunya.
"Dia baik, atau memang karena orang itu pria makanya dia membantunya? Cih" Radit beranggapan buruk pada Sekertarisnya yang sedang menyelesaikan masalah.
Setelah menolong pria yang hampir saja celaka, Nania kembali dengan baju yang basah kuyup ke dalam mobil.
"Lain kali tidak usah turun tanpa payung jika hujan." Protes Radit ketika Nania sudah duduk di sebelahnya.
"Tapi jika saya tidak turun, nanti semua orang akan mempermasalahkan kejadian tadi, Tuan." Bela Nania pada kenyataannya.
Radit kembali melajukan mobilnya, ia sama sekali tidak bertanya apakah orang itu baik-baik saja atau tidak. Tapi mungkin Radit sudah melihat sendiri jika pria tadi memang dalam keadaan baik-baik saja, hanya shock sedikit, itu wajar menurut Radit.
Terpaan udara dari ac mobil Radit membuat tubuh Nania kedinginan, ia sedikit menggigil melipatkan kedua tangannya di dada. Di tambah lagi cuaca di bandung sudah dingin dan sedang hujan. Pria itu melirik terus ke arah Nania.
Radit mendecak dalam hatinya, Ia lalu menepikan mobilnya sejenak, Radit melepaskan jas yang ia kenakan. Memberikannya pada Nania, "Pakai ini, jangan menggodaku seperti itu." Titah Radit yang menyodorkan jasnya dan kembali menjalankan mobilnya.
"Menggoda bagaimana, Tuan? Saya diam saja." Nania berani menjawab dengan pelan, Radit hanya diam saja.
Bagaimana tidak menggoda, kemeja yang di kenakan Nania sudah basah. Membuat tubuhnya tercetak jelas, dan sedikit tembus pandang karena baju yang ia pakai berwarna biru muda.
Radit sebagai pria normal merasa terganggu berada di sebelahnya, belum lagi ukuran dada Nania cukup besar, sintal dan padat. Itu sangat menguji iman pria siapapun yang melihatnya.
Nania merasa sangat memerlukan kehangatan karena bajunya sudah basah, ia tidak menolak pemberian jas dari Radit, dan langsung di pakai olehnya.
"Terima kasih, Tuan." Ucap Nania dengan ramah.
Mereka sampai di Hotel mewah yang ada di Kota Bandung, Radit memesan dua kamar sebelahan dengan Nania. Sebelum mulai menangani project yang akan mereka kerjakan, keduanya beristirahat sebentar dan merapihkan bawaannya di kamar Hotel.
Nania terpaksa mandi agar tidak masuk angin, setelah berpakaian ia menerima pesan masuk di ponselnya.
"Ini hari terkahir, segera bayar sekarang atau kamu akan celaka, Nania!!"
Begitu isi pesan yang dikirim dari Sania, Nania langsung melemas di tempat. Ia belum mendapatkan uangnya, tapi Sania terus mendesaknya.
"Beri aku waktu, aku belum bisa membayarnya sekarang. Tapi nanti aku pasti akan membayarnya." Balas Nania lewat pesannya.
"Tamatlah riwayatmu sekarang!"
Nania mendapatkan balasan lagi dan langsung membacanya, tiba-tiba ia merasa merinding membaca isi pesan itu. Namun ia sedang berada di Bandung, tidak mungkin Sania melakukan hal yang aneh-aneh dengannya.
"Aku akan baik-baik saja. Ayo, Nania.. Kamu tidak boleh terlalu cemas." Nania menyemangati dirinya sendiri.
Sania langsung menelpon anak buahnya, ia sedang duduk di kursi kantornya. Tatapan yang memburu tak lepas dari wajahnya.
"Lakukan sekarang!" Titah Sania dalam panggilan itu ke anak buahnya.
"Baik Bos, segera laksanakan."
Panggilan berakhir dan Sania merasa puas dengan apa yang akan ia lakukan pada Nania. Wanita ini memang tidak main-main dengan perkataannya. Dia begitu benci pada Nania. Sampai kapanpun Nania menjelaskan faktanya, Sania tidak akan percaya padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments