Karena tak ingin menaruh dendam terlalu lama dengan orang-orang yang menjadi penyebab penderitaanku, aku mencoba untuk mendekati Seika.
Selain untuk menjalin hubungan pertemanan yang baik, aku juga ingin mengorek informasi tentang kehidupannya. Aku hanya ingin tahu, apa yang membuat ayahnya mau membunuh ibuku?
Di bulan keenam Seika bekerja di Orland Mart, aku baru tahu ternyata Seika bersahabat dengan Risha. Tapi sayangnya, Risha hanya menguras kantong Seika saja. Padahal, gaji Seika hanya 3,5juta saja per bulan.
Menurut pengakuan Seika sendiri, gajinya ia gunakan untuk menabung dan sebagian lagi untuk ia kirim ke kampung halamannya.
"Sei, memangnya berapa jumlah yang kamu kirimkan ke kampung per bulan?" tanyaku saat itu, ketika aku melihat Seika makan hanya dengan sambal mentah dan kerupuk saja.
"Dua juta untuk mereka, delapan ratus untuk tabungan, dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari. Kenapa?" tanya Seika balik.
"Ya nggak papa, heran aja. Masa tiap akhir bulan kamu makannya sambal sama kerupuk doang?" aku mengernyitkan dahiku. Aneh aja, kosan dia kan ditanggung papaku. Sisa tujuh ratus ribu masih kurang, padahal tiap hari ada uang makan dua puluh ribu, loh.
"Aku kasih ke Risha, May," ujarnya lesu.
Ingin marah dan menyalahkannya, tapi melihat kemurnian hatinya, aku hanya mampu menghembuskan nafasku kasar. Akhirnya, waktu itu dan hingga di bulan terakhir Seika bekerja di Orland Mart, aku selalu ngasih uang ke Seika untuk tambahan dia kirim ke kampung. Dan tentunya, tanpa sepengetahuan Rosa. Meski Seika menolak, aku selalu memaksanya dengan ancaman tak ingin lagi bersahabat dengannya.
Dan di hari pernikahannya bersama kakek Ali, aku memohon bahkan bersimpuh di kaki Papa supaya menggagalkan acara pernikahan itu. Tapi Papa tak ingin ikut campur lagi dengan urusan kakek Ali yang belakangan ini mereka sepertinya sudah mulai akur. Entah kalau di belakang, tapi yang aku lihat selama ini, mereka tak pernah saling mengusik lagi.
"Pa, aku mohon ... kasihani Seika, Pa," ucapku waktu aku melakukan pertemuan rahasia seperti biasanya.
"Tidak, May. Ayah dia telah membunuh ibumu, mana sudi Papa membantunya," ujar Papa sinis. Ya, bagaimanapun juga rasa sakit itu masih bersarang dan tetap hidup di hati kami.
"Tapi dia menikah dengan kakek Ali karena ulah Risha, Pa. Risha ternyata menjebak Seika," protesku. Tak peduli bagaimana masa lalu ayahnya, karena yang selalu tertanam di hatiku adalah Seika ini sahabat yang sangat pengertian kepadaku dan Rosa. Setiap pagi, Seika selalu mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan kamar kos kami.
Dia tak pernah mengeluh lelah atau jijik dengan pakaian kotorku dan Rosa. Walau aku dan Rosa melarang keras dia mencuci pakaian kami, setiap sebelum subuh pekerjaan itu selalu selesai dia kerjakan.
"Maafkan Papa, Nak. Kali ini Papa tak bisa membantumu. Papa tak ingin lagi berurusan dengan Ali Suprapto." pungkasnya, lalu dia segera pergi meninggalkan aku setelah mencium dahiku.
Bahkan Papa tak menghadiri pernikahan pamannya. Hanya ibu Linda yang datang, dan aku pura-pura tak kenal seperti biasanya.
Di tengah acara, aku menghubungi temanku untuk menyelidiki kebusukan Risha dan memberinya pelajaran. Dan aku juga membayar Cemeng--anggota Risha untuk menjadi mata-mata.
Dan penyesalan terbesarku adalah aku terlambat menyadari jebakan Risha yang paling parah ini. Entah mengapa, Cemeng tak memberiku informasi apapun mengenai hal ini. Apa karena memang Cemeng tak ini rencana rahasia atau apa.
Zimon membawa Cemeng ke hadapanku, dan juga kelima preman yang sekongkol dengan Risha.
"Kenapa lo nggak ngomong dari awal, Meng? Sahabat gue jadi budak nafsu tua bangka bau tanah itu! Lo nggak ngotak!" sentakku hingga menimbulkan gema di dalam gudang kosong saat itu.
"Maaf, Mbak Yang. Aku nggak diberitahu rencana ini," ujar Cemeng lemah, membuat aku tak tega pula sama cowok item dekil ini.
"Oke, gue terima alasan lo sekarang. Tapi jangan sampai terulang." dan aku mengambil beberapa lembar uang dari tasku untuk Cemeng, dan menyuruhnya pergi.
Tak berselang lama kemudian, aku menemui kelima preman itu. Tempatnya di gudang yang sama, hanya saja di ruang yang berbeda.
"Tolong, jelaskan," ucapku penuh penekanan. Seketika, kelima orang berbadan kekar berjiwa hello kitty itu ciut nyali.
"Katakan!" sentakku. Kelima preman itu terjingkat kaget mendengar lengkingan suaraku.
"Maaf, Nona. Kami hanya disuruh Risha untuk berakting seolah-olah kami ini murka lalu ingin melakukan berbagai cara untuk membuat Risha hancur," papar salah satu preman berambut gondrong.
"Lalu?"
"Kami mengancam akan memerk*sa Risha jika tak diberi uang itu," lirih preman bertato di bagian leher.
"Kalau begitu, wujudkan ancaman itu. Terserah, mau sampai dia mati aku nggak peduli," ucapku dengan penuh penekanan lagi.
"May, lu jangan gila. Bagaimanapun juga, Risha itu saudara lu," protes Zimon waktu itu.
"Gue nggak peduli. Sekarang juga, wujudkan ancaman itu. Gue kasih imbalan kalau misi itu berhasil. Ini nomor telepon gue. Hubungi gue kalau misi itu udah kalian selesaikan." pungkasku. Dan aku segera pergi meninggalkan gudang kosong, lembab, dan bau itu.
Aku tahu ini salah dan aku sadar aku sangat bodoh. Aku melakukan berbagai cara hanya demi anak seorang pembunuh ibuku. Tapi sekali lagi, Seika berbeda. Dia sangat baik dan sangat mulia di mataku. Apalagi sekarang, keadaan pak Amran tengah sakit keras dan hanya hidup bersama Aninda.
Dan kalian tahu, mengapa para preman itu takut padaku?
Tentu karena campur tangan kak El juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Vi
g nyangka ternyata Mayang bukan orang sembarangan
2022-10-02
4