Aku tak menggubris teriakan para bodyguard suamiku yang menyuruhku berhenti. Aku terus berlari tanpa arah. Bahkan aku lupa kalau saat ini aku tak memakai alas kaki. Benda itu aku lepas waktu aku dikejar oleh para bodyguard, dan entah jatuhnya di mana.
Aku bersembunyi di bawah jembatan, letaknya tak jauh dari rumah suamiku. Karena aku pikir, percuma jika hanya berlari. Mereka pasti bisa menangkapku karena mereka pakai mobil. Makanya lebih baik sembunyi dulu, baru nanti setelah keadaan aman, aku keluar perlahan.
Aku meringis merasakan perih yang teramat di bagian telapak kaki kananku. Ternyata, setelah aku cek tertancap pecahan beling di tungkai dan sepertinya lumayan dalam.
Beruntung, masih tersisa bagian ujung pecahan tersebut. Sehingga, memudahkan aku yang mulai mencoba mengeluarkan benda tajam itu.
Tapi malah darah keluar lumayan deras. Apa mencabut benda yang menusuk di tubuh kita itu salah?
Aku semakin lemas, selain belum makan sepertinya aku juga terlalu banyak mengeluarkan darah. Aku berpikir keras, jika aku hanya diam di sini maka aku pasti akan mati perlahan. Lebih baik, aku keluar mencari pertolongan, itu pun jika beruntung.
Sekuat tenaga aku mencoba naik ke atas jembatan melewati tebing yang tidak terlalu tinggi. Sehingga, aku hanya mengandalkan bebatuan kecil yang menancap di tebing itu dalam keadaan kakiku yang berlumuran darah.
Sesampainya di atas jembatan, ternyata aku salah mengambil arah. Aku malah mengambil jalan arah utara. Jadi yang aku pijak sekarang bukan jalan aspal, melainkan jalan setapak. Kakiku semakin tak karuan karena tatanan bebatuan yang sedang ku pijak tak teratur.
Bodoh sekali mengambil keputusan kabur seperti tadi. Selain jadi buronan, aku juga takut untuk pulang. Oalah, Seika ... baru juga nikah satu minggu, udah bikin kerusuhan aja.
Tiba-tiba dari arah berlawanan, datang sebuah mobil BMW warna hitam. Aku kira, itu hanya mobil lewat. Ternyata, mobil itu berhenti tepat di depanku. Bersamaan dengan itu, aku lihat para bodyguard juragan Ali berlarian dan sebagian ada yang bawa motor, pasti mencariku.
Tubuhku gemetar ketakutan. Pikirku, aku pasrah jika memang ini akhir hayatku. Tapi saat pintu mobil itu terbuka, alangkah terkejutnya aku melihat siapa pemilik mobil mewah itu.
"Ka-kak ..." lirihku terbata, pandanganku semakin berkunang dan mengabur. Ah ... ternyata di depanku ini bukan sosok kekasihku, melainkan malaikat mautku.
Dan setelah itu, aku nggak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
**
Aku mendengar suara seorang laki-laki yang sedang berbincang dengan seseorang. Tapi hendak membuka mata, rasanya berat. Tubuhku seperti tak memiliki tulang sedikitpun, lemas, lemah, letih, lesu, dan tak berdaya.
Ku paksakan mata ini untuk terbuka. Samar-samar, cahaya terang masuk menerobos mataku yang masih belum siap terbuka sepenuhnya.
Ketika aku buka lebar kedua mataku, baru aku sadar, ternyata ini bukan di kamar kos atau di kamar rumah juragan Ali. Aku mencium aroma lavender, yang berarti bukan di rumah sakit. Lalu, aku ada di mana?
"Eca, kamu sudah sadar?" aku bingung, kenapa El ada di sini? Apa jangan-jangan ...
"Kak, apa ini di rumahmu?" tanyaku lirih.
"Iya, kamu di rumahku. Katakan, apa yang kamu butuhkan sekarang, hmm?" ah, suara itu begitu merdu di telingaku.
"Aku lapar, Kak. Bolehkah aku minta makan?" aku mengernyitkan dahiku kala melihat pria tampan di depanku tergelak kencang.
"Kenapa ketawa, Kak? Ada yang lucu?" tanyaku heran.
"Ah, tidak. Baiklah, aku ambilkan makanan dulu, ya?" aku mengangguk sebagai jawaban.
Tak membutuhkan waktu yang lama, El Barrack telah kembali dengan membawa nampan berisi air putih dan semangkuk bubur ayam.
Dengan telaten dia menyuapiku sampai bubur di mangkuk itu habis tak bersisa.
"Pinter ... sekarang minum dulu." aku menenggak separuh gelas air putih berukuran besar dalam sekejap. Hah ... aku merasa tenagaku berangsur pulih, Bestie ...
"Sekarang, ceritakan, bagaimana bisa kamu bersembunyi di bawah jembatan seperti tadi? Kamu nggak mikir apa, kalau sampai di sana ada buaya atau ular berbahaya gitu. Kenapa kamu nggak sembunyi di warung atau di rumah polisi yang letaknya tak jauh dari rumah si Ali itu?" ah, aku baru tahu sekarang. Dia sengaja membiarkan perutku penuh dan kenyang, baru dia akan memarahiku seperti ini. Lumayan baik.
"Maaf, Kak. Aku refleks aja tadi. Aku tadi tuh takut dikejar sama para bodyguard juragan Ali. Aku bingung harus lari gimana? Apalagi, waktu aku ingat kakek tua itu melempari wajah Mbak Sri pakai piring kaca sampai berlumuran darah. Aku takut, Kak," isakku, dengan wajah yang ku sembunyikan di lenganku.
"Hei, maaf membuatmu takut. Aku seperti ini karena asal kamu tahu, betapa khawatirnya aku saat Zack memberi tahu kalau kamu kabur dan dalam masa pengejaran orang-orang si Ali. Beruntung, tadi Zack sempat melihatmu masuk ke bawah jembatan dan segera menyuruhku untuk menyusulmu. Coba kalau orangnya Ali yang lihat, pasti keadaan sekarang ini berbeda, Sayang. Aku takut kehilangan kamu." El menangkup pipiku dan mengusap air mataku menggunakan ibu jarinya.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang, Kak? Aku takut untuk kembali. Tapi aku juga takut terjadi sesuatu dengan bapak dan Ninda di kampung," aku benar-benar merasa cemas dengan keadaan bapak dan adikku.
"Jangan khawatir, mereka sudah dilindungi orang-orang kepercayaanku. Yang penting sekarang, kamu pulihkan tenagamu baru nanti kita pikirkan cara untuk menghadapi si tua bangka itu." El ikut berbaring di sebelahku dan memelukku.
"Tidurlah kembali, Eca. Semua urusanmu adalah urusanku. Sekarang, kamu hanya perlu menjadi Nona Eclair yang baik dan penurut, oke."
Katakan, siapa yang tahan dengan godaan macam ini? Aku tak tahan untuk tidak mencium bibir pria di sampingku ini.
"Terimakasih, Kakak Sayang. Aku harap, akan ada pelangi setelah hujan,"
"Ssst ... tak perlu menunggu pelangi itu tiba, karena pelangi itu sekarang ada dalam dekapanku." El mencumbu bibirku dengan ganas, meraba semua yang ada dalam tubuhku. Aku pasrah, aku benar-benar tak bisa menolak pesona seorang El Barrack, pria yang saat ini melindungiku dan melindungi keluargaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments