Malam ini, aku dan El benar-benar menemui Ali Suprapto di hotel Elite Moon. Meski jalanku masih tertatih, setidaknya masih ada El Barrack yang menjadi tongkatku, tongkat asmara maksudnya hihihi.
Kami telah memasuki ruang presiden suit yang berada di lantai 16. El terus menggenggam tanganku erat, seperti takut aku akan lari. Di kamar tersebut, juragan Ali, Mayang, dan seorang laki-laki yang wajahnya familiar telah duduk di sofa panjang dekat dengan balkon kamar.
"Mayang?" sapaku lirih. Entah benar atau tidak, aku melihat sorot tajam dari mata hijau Mayang. Tapi bukan padaku, tapi ke arah laki-laki yang duduk di sebelah juragan Ali.
Aku dan El turut duduk di sofa panjang tersebut. Aku duduk di sebelah Mayang dan El duduk di sebelahku. Tapi setelah aku duduk, kakek tua itu justru berdiri dan berpindah duduk menjadi berhadapan dengan kami. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Baiklah, semua sudah berkumpul. Aku mengumpulkan kalian semua karena ingin membahas perihal Seika dan Mayang. Seika istriku, dan Mayang secepatnya akan menjadi istriku,"
Uhuk!
Aku tersedak salivaku sendiri. Apalagi ini? Maduku sahabatku?
"Jangan terkejut begitu, Sayang. Aku menikahi Mayang karena dia sendiri yang datang padaku. Masa ada makanan enak nggak disantap. Ya mubadzir, dong," ucap kakek mesum itu, dengan wajah yang menjijikkan. Bagaimana pula si Mayang menyerahkan diri begitu saja? Apa dia juga punya hutang tersendiri sama si Ali itu? Entahlah, nanti saja aku tanyakan, pikirku.
"Kedua, aku mau bertanya padamu dan jawab dengan sejujurnya Tuan Muda Orlando. Benarkah saat istriku kabur, kau bertemu dengannya secara tidak sengaja?"
"Benar, Kek. Aku tak sengaja melihatnya," jawab El tegas. Pandai sekali berakting dia.
"Katakan, Hendro," ucap Ali dingin.
"Ya, saat itu aku sedang berjalan hendak membeli nasi bungkus di warung sebelah jembatan itu. Dan dari arah berlawanan, aku melihat Seika berlari ke bawah jembatan. Aku sebenarnya acuh tak ingin ikut campur dengan istri Ali Suprapto, tapi saat aku baru saja keluar dari warung itu, aku melihat sebuah mobil BMW hitam masuk ke jalan setapak atas jembatan itu. Aku kepo kan, jadi aku lihat apa yang terjadi. Ternyata ... orang ini tengah memeluk Seika." aku melihat wajah suamiku menegang dan terlihat sorot kemarahan di matanya yang merah.
"Benarkah itu, El Barrack?" tanya juragan Ali penuh penekanan. Tapi yang ditanya terlihat begitu santai.
"Benar,"
Deg.
Jantungku serasa ingin copot. Aku nggak tahu dengan jalan pikirnya yang tak ingin berbelit. Dan aku pikir, dia akan menambahkan bumbu kebohongan sedikit saja agar aku aman. Ini sama saja dengan pembunuhan berkedok pengakuan.
"Tapi saat itu, aku tidak sengaja menemukan dia yang hampir pingsan di jalanan sepi. Apalagi kakinya bersimbah darah. Aku tak tega melihat perempuan bernasib miris seperti dia. Penampilannya acak-acakan, wajahnya pucat pasi, dan sepertinya dia depresi. Aku menolongnya itu murni karena dorongan hati nurani," papar El.
Aku menghela nafasku lega. El benar-benar pandai merangkai kata. Dia nggak bohong, hanya saja ada beberapa kalimat yang dia sembunyikan.
"Benarkah begitu? Lalu kenapa kau memeluknya?" cih, si Tua ini ternyata lebih ke cemburu, ya? Aku masih tak habis pikir sampai sekarang, bisa-bisanya aku dicemburui seorang kakek tua seperti dia.
"Tunggu, aku menyela sedikit." aku menghirup udara sebanyak-banyaknya. Mengumpulkan keberanian yang sempat hilang karena kejadian pengejaran tadi pagi.
"Apa yang akan kau katakan?" tanya juragan Ali tak sabar.
"Kau berlagak seperti sedang cemburu tapi kau ingin menikah lagi. Sebenarnya, apa arti pernikahan bagimu?" tanyaku, sengaja aku buat sedingin mungkin agar dia tahu aku tak suka padanya.
"Karena ... aku rasa, aku tak akan puas jika hanya dengan satu wanita saja, Sayang. Apalagi, sampai sekarang aku belum sempat mencicipi tubuhmu sejengkal pun," si Tua itu menyeringai licik dan mesum. Menjijikkan sekali. Dan matanya menatap El penuh arti.
Aku merasa ada aura kecemburuan di sekelilingku. Apalagi sekarang tangan El tengah meremas pinggangku. Sakit, tapi aku suka.
"Wanita juga punya harapan dan masa depan, Agan. Dan kamu menindas kami, menindas harga diri kami, dan mengambil keuntungan pada setiap wanita yang datang padamu," protesku. Biarlah dia marah, asal aku puas mengeluarkan segala uneg-uneg yang terpendam di dadaku.
"Dan kamu, Mayang. Kenapa kamu dengan mudahnya menyerahkan diri? Apa yang terjadi? Jika karena uang, kenapa harus dia yang uangnya kamu pinjam? Sedangkan kamu sendiri tahu, kehancuranku saat aku memilih mengambil jalan itu." aku menatap Mayang yang terus menundukkan wajahnya. Dan aku melihat, dress yang ia kenakan basah. Apa dia menangis?
"Seika, apa hak kamu menentangku? Kamu hanya perlu melayaniku sampai aku bosan, itu saja. Menurutlah sedikit seperti istriku yang lain. Banyak cing-cong mulutmu itu!" sergah suamiku, dan nadanya sedikit meninggi. Tapi aku nggak takut. Aku justru semakin tertantang untuk melawannya.
"Aku punya hak untuk menolak jika suamiku ingin menikah lagi, Tuan Ali yang terhormat," ucapku penuh penekanan. Aku melirik sekilas ke wajah El yang terus menatap ke depan, sorot matanya tajam dan tegas.
"Dan ingatlah kamu, Istri yang paling aku cintai. Kamu hanya perempuan yang aku nikahi karena hutang. Kamu tak ada hak untuk mengatur jalannya hidupku. Bahkan jika aku menginginkan nyawamu sekalipun, dengan menjentikkan jariku kamu sudah mati." kakek tua nan kejam itu menggebrak meja sampai aku tersentak kaget. Tapi sekali lagi, aku nggak takut.
"Kalau begitu, tak perlu menunggu waktu lagi. Bunuh aku, Agan. Ketahuilah, jika aku mati, aku tidak akan pernah mati mengenaskan. Melainkan aku mati karena mempertahankan harga diriku. Aku, Seika Annahita menolak keras jika suamiku menikah dengan Mayang, sahabatku. Jika kau bersikukuh menikahi Mayang, bunuh aku terlebih dahulu." aku berdiri tegak, agar juragan Ali tahu aku tak main-main dengan ucapanku.
Bersamaan dengan itu, aku melihat Mayang menggelengkan kepalanya. Tandanya ia tak setuju akan keputusanku. Aku tak tahu ada rahasia apa di balik keputusan bodohnya, tapi yang pasti aku tak rela jika Mayang menikah dengan laki-laki yang aku tahu pasti kekejamannya.
Prok! Prok! Prok!
Si tua bangka itu bertepuk tangan dan tersenyum smirk menatapku.
"Aku salut akan keberaniamu, Sayang. Tapi ... sayang sekali itu tak berguna. Aku menolak membunuhmu dan aku tetap akan teguh pada keputusanku untuk menikahi Mayang. Sekarang, ikut aku pulang sekarang juga, Seika,"
Gimana nih, Gengs?
Menurut kalian, ada apa Mayang menyerahkan diri?
Simak kelanjutannya. Tapi tinggalkan like dan komen dulu, ya!
Syukur-syukur ngasih hadiah 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments