Setelah kejadian tadi subuh, aku mendiaminya. Aku tak mau meliriknya bahkan menjawab pertanyaannya. Aku kesal padanya karena sudah membuat aku memeluknya.
Kini aku duduk di meja makan menikmati sepiring nasi goreng yang entah kenapa rasanya sangat berbeda. Rasanya lebih enak dari nasi goreng sebelumnya, apa ada koki baru ya di rumah ini?
"Nasi gorengnya enak ma, apa mama yang masak?" tanyaku di sela menikmati sarapan.
"Oh ya? Baguslah kalau kamu suka, itu bukan buatan mama," jawab mama membuat ku mengangguk saja. Tak perduli siapa yang membuat, yang penting aku kenyang.
Sesekali aku melirik Alia yang menyantap sarapannya dengan tenang. Cih, entah mengapa aku jadi kesal melihatnya.
"Enak nasi gorengnya Za?" tanya papa. Aku pun mengangguk. Tinggal satu suapan lagi untuk menghabiskan nasi goreng spesial ini.
"Gimana gak enak, yang masak aja istri kamu. Dia masaknya penuh dengan cinta, cuma punya kamu loh yang dimasakin Alia."
Uhuk...
"Aw," pekik ku merasa sakit di otakku ketika aku tersedak dan nasi itu keluar dari hidung. Sakit sekali guys, perih.
Aku pun dengan segera minum lalu membersihkan hidungku dengan tisu.
"Kagetnya biasa aja, Za. Istri kamu ini memang pintar masak, jadi setiap hari dia bakalan masakin kamu kalau kamunya suka," sambung mama tanpa iba melihatku menahan perih.
Dan kalian tau bagaimana reaksi manusia yang duduk di samping ku ini? Dia hanya diam dan melanjutkan sarapannya dengan tenang tanpa memikirkan suaminya yang sedang kesakitan ini.
Aku pun dengan kesal langsung meninggalkan meja makan.
"Nak Alia yang sabar ya menghadapi Reza, dia memang banyak tingkah." Kudengar papa memberikan nasehat pada menantunya itu. Mereka memang pilih kasih.
Aku pun memilih masuk ke kamar dan membasuh wajahku. Kalau saja aku tak dilarang kuliah, maka aku akan minggat dari subuh tadi. Rasanya aku seperti orang asing di rumah ini, semua diambil alih oleh perusuh itu.
Dasar Alia kampret!
Lama aku dikamar mandi sembari menatap diriku di cermin. Aku tampan, badan ku bagus, aku kaya, aku punya uang, usaha, bahkan perusahaan papa akan diberikan padaku nanti, tapi kenapa sekarang aku malah lemah.
Tidak bisa!
Aku harus memulai tindakan ku dari sekarang. Akan ku buat dia benar-benar menangis setiap harinya.
Camkan itu!
Saat keluar dari kamar mandi, ku lihat dia sudah duduk di tepi ranjang. Sepertinya dia menunggu ku.
Aku tak peduli!
"Masih sakit, mas?" tanyanya sok perhatian.
Aku tak butuh perhatian mu bodoh! Aku tak butuh.
Tak ku tanggapi ucapannya itu, aku melewatinya lalu mengambil kunci mobilku, dompet dan juga ponselku.
"Mas mau kemana?" tanyanya berjalan mendekatiku.
"Bukan urusan lo!"
Aku pun langsung pergi dari kamar mengabaikan dia yang terus memanggilku. Aku melewati papa yang tengah duduk di sofa sembari membaca koran.
"Mau kemana Za?" Tanya papa. Tetap aku tak menjawab, aku marah sekarang. Semua seolah tak peduli padaku. Memangnya apa salahku ha?
Aku langsung ke parkiran dan masuk ke mobilku, lebih baik aku pergi untuk menghilangkan stres ini. Bisa pecah kepalaku kalau terus berada di rumah.
******
Kini aku berada di pantai, meski masih terbilang pagi untuk ke pantai itu tak menjadi suatu masalah bagiku. Aku sangat suka laut.
Laut itu sangatlah indah dan rasanya beban ku sedikit berkurang dengan menyendiri di tepi pantai.
Saat aku menikmati hembusan angin laut, mata ku menangkap sosok yang ku kenal. Seorang wanita dengan perut besar dan juga lesung pipi di sebelah kiri pipinya.
Dia wanita yang pernah aku sukai yang waktu itu aku ceritakan pada kalian.
Namanya Nadia.
Dia tampak duduk juga di tepi pantai dengan perut yang besar, sepertinya sedang hamil.
Buset! Cepat benar hamilnya.
Tapi kehamilannya itu tak membuat kecantikannya berkurang, malah semakin cantik. Bukan yang seperti dirumah.
Kenapa dia duduk sendiri? Dimana suaminya?
Rasanya aku ingin mendekat kesana, tapi aku sadar itu salah. Cukup aku mengagumi nya saja dari kejauhan.
Aku pun memilih untuk segera pergi, lama-lama tak sehat juga jantungku jika terus satu tepat dengan wanita yang aku sukai. Meski aku kecewa dia menikah dengan orang lain, tapi jujur aku masih berharap lebih.
Drrrttt
Drrrttt
Saat aku baru saja masuk ke mobil, ponselku pun bergetar. Aku baru sadar kalau papa berkali-kali meneleponku sedari tadi, hanya saja aku tak mendengar karena ponselku sedang mode silent.
"........"
"Apa! Iya-iya Reza pulang," ucapku langsung memutuskan panggilan.
Kalian tau apa yang dikatakan papa tadi? Katanya Alia jatuh dari tangga ketika memanggilku saat keluar rumah.
Gadis itu memang selalu menyusahkan!
Aku pun melajukan mobil menuju rumah dengan kecepatan tinggi, entah mengapa aku juga khawatir.
Sepertinya aku khawatir kena marah dari papa deh.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke kamar. Di sana sudah ada papa dan mama serta tukang pijat.
Kulihat Alia menangis saat wanita tukang pijat itu memegang pergelangan kakinya.
"Ya Allah sakit," tangisnya menahan sakit saat kakinya di obati.
Kasihan juga dia. Tapi, ini bukan salahku, ini salahnya sendiri yang lari-lari di tangga. Aku memang berniat membuatnya menangis setiap hari, tapi kali ini bukan karena ku.
"Kamu darimana aja Reza? Papa telepon kok gak diangkat?" tanya papa mengintrogasi ku.
"Reza ada urusan sebentar pa, apa semuanya harus minta izin dulu? Apa sekarang Reza gak boleh keluar rumah lagi seperti biasanya?" ucapku mulai kesal. Di sini seperti aku yang bersalah, padahal apa hubungannya jika aku ada atau tidak di rumah ini. Toh tukang pijatnya juga tetap datang.
"Kamu....
"Sudah-sudah, jangan ribut di sini. Kalau mau ribut keluar saja," sela Mama tampak kesal melihat aku dan papa mulai beradu urat.
Setelah selesai di pijit, Alia pun sudah berhenti menangis. Tapi sepertinya kakinya masih sakit karena terlihat jelas dari ekspresi nya.
"Mama mohon jaga Alia baik-baik, Reza. Kita membawanya dari rumah orang tuanya, jangan sampai kita menyakitinya." Setelah mengatakan itu, mereka bertiga pun keluar dari kamar. Tinggallah aku bersama gadis menyusahkan ini.
Aku duduk di tepi ranjang memperhatikan dia yang masih terisak kecil.
"Udah jangan nangis, kayak anak kecil aja lo."
Dia tak menjawab dan memilih memejamkan matanya. Cih, cuma terkilir aja udah nangis, lebay!
"Mas," panggilnya saat aku hendak berdiri.
"Apa?" tanyaku jutek.
"Adek mau pipis," ucapnya membuka mata.
"Kalau mau pipis ya ke kamar mandi, bukan manggil gue."
Ada-ada aja nih cewek.
"Kaki adek sakit, bengkak." Dia menjawab setengah menangis membuat aku sedikit iba.
"Udah-udah jangan nangis! Mau lo sekarang apa? Gue ambilin gayung buat nampung tuh kencing?" tanyaku mengalah.
Gini-gini aku masih punya hati dan juga rasa tanggung jawab untuknya, walau sedikit.
"Gendong," ucapnya sesegukan.
"Terus siap gendong apa? Gue bantuin jongkok, setelah itu, gue bantuin buka celana juga?" tanyaku kesal.
Ada-ada aja permintaannya.
"Adek mau pipis, Mas. Udah kebelet, gak tahan lagi," ucapnya sembari mengangkat kedua tangannya.
Dasar tukang nyusahin!
_
_
_
_
_
_
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
v
bagus bangettttt aku suka aku sukaaa!!!
2022-12-22
0
Eman Sulaeman
semangat
2022-10-17
0
lovely
yg cewek lebayyyy klewatt manja ga ngerti apalgi dia di benci yg cowokk klewatt begokkkk sombongnya selangit
2022-09-16
1