Setelah selesai shalat Dzuhur, aku pun langsung minggat dari rumah secara mengendap-endap, jika papa tau bisa mati aku nanti. Pastinya nanti papa akan meminta ku juga untuk membawa Alia bersamaku.
Setelah lepas dari kandang singa, akhirnya aku pun melajukan mobil menuju cafe yang sudah di beritahukan Bima tadi. Aku akan melepaskan kegalauan ku dan juga kekesalan ku di sana.
Sesampainya aku di cafe, sudah ada teman-teman ku selain Bima, Rian dan Doni di sana.
"Wih, ketua kita udah datang nih. Kuy lah mulai pesan makanan," seru Bima antusias. Mereka pun langsung memesan makanan dan kami akan di sini sampai malam.
"Lo darimana aja bang? Kok tiba-tiba ngilang sih?" tanya Doni menatap ku dengan tatapan menyelidik, begitu juga dengan yang lainnya.
"Bukan urusan lo!" ketus ku tak suka di interogasi.
"Ya memang bukan urusan gue sih, cuma kan kita penasaran aja lo kemana. Apa jangan-jangan....."
"Jangan-jangan apa?" tanya Rian saat Doni menghentikan ucapannya.
"Jangan-jangan lo pergi kawin lari ya," lanjut Doni membuat ku tersedak air liur ku sendiri. Sial! Walau aku bukan kawin lari, tapi tetap saja itu hampir mirip. Tetap sama-sama pernikahan, hanya saja belum kawin.
"Lo bisa diam gak sih? Kalau lo terus ngebahas hal yang gak berguna, gue pergi!" ucapku penuh penekanan. Aku sangat tak suka saat mereka menjadikan aku pusat pembicaraan dan membicarakan kehidupan ku, meski mereka adalah teman-temanku.
"Oke-oke, gue bercanda doang kok. Lo jangan marah bang," ucap Doni cengengesan sembari menggaruk kepalanya.
Aku pun memutar bola mata malas melihat tingkah mereka, tiba-tiba mood bersenang-senang ku hilang.
Setelah selesai shalat ashar, aku pun memilih untuk pulang. Aku benar-benar sudah tidak mood lagi untuk bersenang-senang sampai malam.
"Lo beneran mau pulang, Za?" tanya Bima.
"Hm."
"Apa karena gue, bang? Gue minta maaf kalau gue salah," sambung Doni. Heh, ngaku juga dia salah. Pokoknya aku akan tetap pulang! Siapa suruh tadi ngeledek, kan aku udah ngambek sekarang.
Aku pun tak menghiraukan mereka lagi lalu pergi ke parkiran dan melajukan mobil menuju rumah ku. Entah mengapa aku begitu bersemangat untuk pulang, apa karena gadis itu ya?
Hah, tidak mungkin! Mustahil! Ini pasti karena aku rindu kasur ku saja. Gila kalau aku sampai merindukannya. Ilfil!
Sesampainya aku di rumah, aku langsung disambut dengan papa yang duduk di sofa sembari minum teh.
"Bagus, bagus sekali. Pergi tanpa bilang-bilang pada istri, pulangnya pun kelamaan," ucap papa menatap sinis ke arah ku.
Aku pun memilih untuk diam dan tersenyum saja lalu pergi ke kamar. Langkah kaki ini seperti tak sabar ingin menginjakkan diri ke kamar.
Saat ku buka pintu kamar, hening, sepi, sunyi. Tak ada siapa-siapa di dalam sana. Kemana gadis itu? Apa dia ada di belakang rumah atau pergi keluar juga? Kenapa ada sesuatu yang nyeri di dalam sini, tiba-tiba aku kecewa.
Aku pun langsung merebahkan tubuh ini menatap langit-langit kamar yang indah.
Untuk apa juga aku mencarinya tadi? Aku ini sudah gila! Pasti dia sudah memberikan guna-guna padaku.
Dasar gadis penyihir!
"Mas sudah pulang?"
Eh, ku lihat ke arah pintu. Dia masuk ke kamar dengan senyuman manisnya yang memabukkan, eh maksudku memuakkan!
"Adek tadi di ajak mama jalan-jalan di sekitaran komplek, mas nyariin adek ya." Ia bicara sembari membuka jilbab nya.
"Pede amat lo, ngapain juga gue nyariin lo. Mau lo ke luar kota juga gue gak peduli," ucap ku ketus.
Dia pun hanya tersenyum saja. Kenapa dia suka sekali tersenyum sih? Kan aku jadi salah tingkah.
Maksudku, aku muak melihat dia tersenyum dan sok manis, padahal dia itu tidak ada manis-manisnya.
"Mas, tadi adek beli minuman. Mas mau?" tawarnya memperlihatkan dua botol minuman, sepertinya minuman dingin.
"Gue gak level minum minuman yang lo beli," ucapku masih saja ketus. Biar saja dia sakit hati, toh memang itu tujuanku. Membuat dia tak nyaman dan meminta cerai kepada orang tua ku nantinya.
"Tapi tadi adek belinya pakai uang Mama, berarti mas gak level ya kalau mama yang beliin? Nanti adek bilangin ya sama mama," ucapnya meminum salah satu minuman itu sembari melirikku.
Dasar tukang ngadu!
"Maksud gue, gue gak suka kalau itu dari tangan lo, gue jijik! Kalau dari mama sih semuanya gue mau," jelasku membuat ia mengangguk-angguk lalu fokus pada minumannya saja.
Lah, kenapa dia malah diam? Kenapa dia tidak menjawab atau melawan lagi? Ck, kan gak seru jadinya.
"Hei Alia! Lo kenapa gak nolak perjodohan ini sih? Kan kalau lo yang nolak pastinya pernikahan ini gak bakalan terjadi," ucapku membuka percakapan lagi. Lama-lama gak enak juga di diamin.
Dia menatapku lalu tersenyum kecil.
"Mas beneran mau tau jawabannya?" tanyanya dengan tatapan yang entah kenapa membuat aku deg-degan. Pasti memang benar dia pakai guna-guna untuk memikat ku.
"Ah malas," ketus ku lalu membelakangi nya.
"Tadi bertanya, giliran adek mau jawab malah malas," ucapnya dibaringi tawa kecil.
Sialan Alia kampret! Beraninya dia mentertawakan ku! Awas saja kamu yah! Aku cekik kamu nanti malam.
"Itu karena muka lo jelek! Jadi gue gak mood lagi bicara sama lo."
Dia kembali tertawa, apanya yang lucu? Apa dia sedang mentertawakan wajah jeleknya itu.
"Jelek-jelek begini, adek ini istrinya mas loh." Nada bicaranya seperti meledek membuat ku kesal saja.
"Itu mah karena paksaan, makanya lo bisa jadi istri gue. Lagi pula kayaknya lo pakai guna-guna deh buat pengaruhin orang tua gue supaya lo bisa nikah sama gue. Secara kan gue ini ganteng, kaya, Sholeh, badan gue bagus. Ngaku lo!" Aku duduk menatap dia sengit sembari melemparkan tuduhan yang pastinya itu benar. Aku yakin dia pakai guna-guna.
"Kalau memang iya gimana dong mas?" tanyanya dengan santai.
What! Berarti memang benar. Dasar penyihir!
"Mas jangan terlalu membenci adek ya, nanti mas jatuh cinta lagi sama adek."
"Hahahahaha..." Aku tertawa mendengar perkataan konyolnya itu. Jatuh Cinta padanya? Yang benar saja. Ku pastikan itu tak akan terjadi.
"Lo itu terlalu polos atau bodoh sih? Mana mungkin gue jatuh cinta sama perempuan jelek kayak lo," ucapku menghinanya. Menangis lah, aku ingin sekali melihatnya menangis.
"Sekarang saja mas bicara begitu, kalau nanti sudah jatuh cinta, adek bakalan ninggalin mas!" ucapnya serius.
Aku pun kembali tertawa lalu berdiri dan berjalan ke kamar mandi.
"Mau lo ninggalin gue atau Lo mati, gue gak bakalan peduli dan nyesal," ucap ku berlalu masuk ke kamar mandi meninggalkan dia yang tak ku tau seperti apa ekspresinya sekarang.
Biar saja dia sakit hati, biar saja dia merasa tertekan dan tak nyaman, karena memang itu tujuan ku. Membuat ia menangis setiap harinya karena sudah berani masuk dalam hidupku.
Tapi, entah mengapa ada rasa nyeri di hatiku yang membuat aku tak nyaman.
Aku seperti tengah mengkhawatirkan sesuatu, tapi entah apa itu.
Sepertinya tidaklah penting.
_
_
_
_
_
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Eman Sulaeman
gitu amat sih anak soleh sikap nya
2022-10-17
0
Silfani Novelina
nyesek bacanya😭😭
2022-10-11
0
Bunda Liah
buahahaha....jangankan Alia senyam senyum, saya aja yg baca senyam-senyum, maklum lah klo punya suami omongannya ketus malah seru ya, ini omongan doank loh soalnya aslinya kayanya si Reza ini baik cm over narsis doank n gengsinya selangit...ga tau deh dipart selanjutnya
2022-08-26
1