Malam harinya.
Setelah selesai shalat Isya, aku memilih untuk keluar sebentar, aku ingin membeli sesuatu di ind******t.
Sesampainya aku di sana, aku pun langsung membeli beberapa cemilan dan juga minuman. Setelah mendapatkan apa yang ku mau, aku langsung mengantri ke kasir untuk membayarnya.
"Aduh, maaf." Seseorang tiba-tiba saja menabrak ku. Apa dia tak punya mata?
Aku pun memperhatikannya yang sedang memungut barang-barang belianya.
"Maaf kak," ucapnya pelan sembari menunduk. Mataku menyipit, bukankah dia Nadia. Perempuan yang aku sukai, kenapa tiba-tiba aku jadi senang ya.
"Oke gak masalah," ucapku ramah. Kami pun berbaris mengantri, ku biarkan dia berbaris di depanku.
Aku terus memperhatikannya dari belakang, kenapa wajahnya tampak sedih seperti itu dan ada sedikit luka di ujung matanya.
Tapi yasudah lah, itu bukan urusanku.
Setelah membayar belanjaan ku, aku pun langsung menuju ke mobil sembari menenteng sekantong penuh jajanan.
"Tunggu kak," panggil seseorang dari belakang. Aku pun berbalik dan dia adalah Nadia.
Kenapa wanita hamil itu memanggilku?
"Kenapa?" tanyaku fokus pada luka di sudut matanya.
"Eum, aku minta maaf soal kejadian tadi, aku tak sengaja."
Hah, masalah itu lagi. Ini seperti sebuah alasan klasik karena ingin berkenalan denganku.
Ya aku menyukainya dalam diam, dia tak tau aku menyukainya bahkan tak tau namaku meski kami satu universitas, tapi kami beda jurusan. Tapi, sekarang dia tak kuliah lagi setelah menikah.
"Tak apa," ucapku santai.
"Terimakasih," ucapnya.
"Kamu datang dengan siapa? Suami kamu mana?" tanyaku penasaran.
"Kakak tau aku sudah punya suami?" tanyanya.
"Semua orang juga tau kalau kamu sudah bersuami karena perut kamu itu," ucapku tersenyum saat dia tertawa kecil mendengar perkataan ku.
Kenapa rasanya damai ya.
"Oh, iya iya, kakak benar juga. Hm, aku datang sendiri, suamiku sedang di luar kota," ucapnya.
"Mau aku antarin?" tawarku.
"Eum, jangan. Nanti bisa salah paham, aku pulang naik taksi saja," tolaknya lembut.
"Biar aku bantu cari taksinya," dia pun mengangguk saat ku tawarkan bantuan.
"Terimakasih," ucapnya tersenyum manis padaku.
Sumpah, manis banget.
Setelah menemukan taksi, Nadia pun langsung pergi sembari berterimakasih lagi.
Aku pun langsung naik ke mobilku dan segera melaju pulang.
"Apa dia tak bahagia dengan pernikahannya?"
Aku memilih untuk tak peduli, lagian itu bukan urusanku. Walau aku menyukainya, tapi bukan berarti aku tak tau diri kalau dia sudah menikah bahkan sedang hamil sekarang.
Sesampainya di rumah.
Aku langsung masuk kamar dengan sekantong jajanan, karena mood ku sedang baik setelah bertemu Nadia, aku pun memberikan jajanan itu pada si jelek yang tengah duduk di atas sajadah.
"Buat lo," ucapku menaruh jajanan itu di belakangnya. Mungkin dia sedang khusyuk berdoa, jadi aku tak mau mengganggunya.
"Terimakasih mas," ucapnya pelan sembari membalikkan badannya dan meletakkan jajanan itu di sampingnya.
Suaranya terdengar pelan, hampir saja aku tak dengar. Suara yang seperti bergetar menahan tangis, apa dia menangis? Tapi karena apa?
Ah, sudahlah. Aku tak mau merusak mood ku lagi, lebih baik aku bermain ponsel saja.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, tapi si jelek itu tak kunjung bangkit dari duduknya. Dia bahkan tak melepaskan mukenah nya dan hanya duduk sembari menatap dinding.
Sesekali kulihat dia menyentuh pipinya seperti sedang menghapus air mata. Apa dia benar-benar menangis?
"Lo nangis?" tanyaku penasaran. Ngeri juga kalau dilihat-lihat, mana tau dia sedang kerasukan.
Si jelek itu menggeleng lalu berdiri membuka mukenanya dan melipat lalu meletakkannya di tempat biasa.
Setelah itu, dia membawa jajanan yang ku beli tadi dan memilih duduk di sofa.
Sikap apa itu? Kenapa menjengkelkan sekali.
Apa dia sedang ngambek karena ku marahi dan kutuduh berpacaran? Cih, lebay!
Aku pun berjalan ke arah sofa lalu duduk di sana juga, ternyata benar dia sedang menangis. Pipinya basah dan matanya juga merah. Sembari membuka bungkusan kripik dia masih saja menangis tanpa suara.
"Kenapa lo nangis, ha?" tanyaku sekali lagi.
Dia menggeleng. Kenapa tak jawab saja, ha? Apa dia tak bisa bicara kalau sedang menangis.
"Lo udah makan malam kan?" tanyaku karena aku pulang setelah Isya, jadi aku tak tau dia sudah makan apa belum.
Dia pun mengangguk. Ya ampun, bisu nih orang ya.
Aku pun mulai kesal dan memilih kembali ke ranjang, bukannya iba aku malah kesal melihat tingkah nya.
Kenapa dia bukan Nadia saja ya? Kenapa istriku harus dia?
*******
Pagi harinya.
Seperti biasa, sebelum adzan subuh aku sudah bangun. ku lihat ke sebelahku, ternyata si jelek itu sudah tak ada di tempat tidurnya.
Apa dia tidak tidur di kasur ini semalam? Hah, apa peduliku.
Aku pun langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, aku langsung memakai pakaian untuk shalat. Adzan sudah berkumandang, aku harus cepat-cepat ke Masjid untuk mendapatkan barisan pertama.
Kembali ku cari Alia yang tak tampak batang hidungnya sedari tadi. Ah, mungkin dia di dapur atau terserahlah dia mau kemana.
Selesai shalat subuh.
Setelah selesai shalat subuh, aku pun langsung pulang dengan berjalan kaki. Kan lebih bagus lagi kalau ke masjid nya jalan kaki, mumpung masjidnya dekat.
Sesampainya di rumah, aku mendapati Alia tengah menyusun sarapan di meja makan. Aku abaikan dia lalu pergi ke kamar untuk mengganti pakaian ku.
Seperti ada yang berbeda, kenapa terasa sepi ya?
Setelah berganti pakaian, aku langsung turun ke bawah untuk sarapan.
Alia sudah duduk di meja makan menunggu ku, dia tampak diam dan terlihat lemas.
Aku pun duduk di kursi ku lalu meminum segelas air bening terlebih dahulu. Aku menatapnya yang seperti tak bersemangat.
"Lo kenapa?" tanyaku. Dia hanya menggeleng, sama seperti semalam. Ck, mengesalkan!
Aku pun tak memperdulikannya lalu menyantap nasi goreng yang ada di depanku.
"Kenapa nasi gorengnya beda banget rasanya?" tanyaku. Nasi gorengnya tak seenak nasi goreng kemarin.
"Maaf tuan, itu saya yang masak. Nona katanya sedang kurang sehat," sahut pembantu di rumah ku.
Aku pun kembali menatap Alia yang sedang menyantap sarapannya seperti tak berselera.
Kalau di lihat-lihat wajahnya memang pucat.
Aku pun memegang keningnya, ternyata panas.
Nih anak demam tapi malah diam.
"Kalau sakit itu bicara, bukan mingkem!" ucapku kesal lalu langsung berdiri dan menarik kursinya.
"Mas mau ngapain?" tanyanya. Tak ku hiraukan, aku pun menggendongnya ala bridal style.
"Mas....
"Diam!"
"Bawa kompres dan juga buatkan bubur!" titahku pada pembantu.
Setelah itu aku pun membawa si jelek ini ke kamar. Bukannya mengadu atau mengatakan kalau dia sakit, malah diam. Kalau dia mati bagaimana? Aku juga yang susah nanti.
_
_
_
_
_
_
_
Alia sakit karena makan hati tuh😕😂
Jika suka, jangan lupa like, komen dan juga votenya yah. Dukungan kalian sangatlah berharga.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Eman Sulaeman
ada y orang seperti itu
2022-10-17
0
lovely
dasar Reza gendeng istri org Lo puja² istri sendiri di katain jelek 😡
2022-09-17
0
Rice Btamban
kshn Alia
2022-07-18
0