Happy Reading.
Masih di dalam mobil, aku masih fokus mengemudi sedangkan dia mengambil satu kripik lalu memakannya. Si jelek itu menawarkan kripiknya tapi aku tak mau. Siapa juga yang mau makan makanan bekasnya.
"Oh, ada yang isi pulsa adek mas," ucapnya baru sadar dengan pesan pengisian pulsa itu.
Ya aku belum menghapusnya.
"Itu gue yang isi," ucapku berbohong.
"Wah, makasih mas." Dia tersenyum senang membuatku menahan tawaku.
Rasain lo Bima, hahahahaha.
******
Keesokan harinya.
Pagi-pagi sekali dia sudah pergi ke kampus karena ada sesuatu yang penting, aku tak tau apa itu.
Kini jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, aku pun bersiap-siap pergi ke kampus.
Aku ingin melihat ekspresi Bima saat tau nomornya sudah diblokir olehku.
Setelah selesai berpakaian, aku pun langsung keluar dan menuju mobilku yang mahal itu.
Mobil pun melaju menuju kampus, hari ini aku masuk dua mata kuliah jadi siang aku baru akan pulang itupun kalau tidak nongkrong lagi.
Sesampainya di kampus, aku langsung masuk ke kelas, karena kebetulan hari ini semuanya sibuk jadi kami tidak ke kantin dulu. Kami akan berkumpul setelah selesai mata kuliah nanti.
Di kelas, Bima sudah duduk di kursinya. Semenjak dia suka dengan Alia, dia selalu saja datang cepat. Benar-benar perjuangan yang besar, tapi perjuangan itu akan segera ku hancurkan secara perlahan-lahan dan diam-diam.
Hahahahaha.
"Muka lo kusut amat Bim." Aku langsung duduk di sampingnya. Aku akan menertawakannya dari hatiku.
"Alia blokir nomor gue," ucapnya pelan. Wow, baru kali ini aku melihatnya benar-benar galau, sebanyaknya wanita yang ia putuskan, ia tak pernah segalau ini.
"Kok bisa?" tanyaku tanpa rasa bersalah.
Ya biasalah, karena aku yang blokir nomor si kampret ini.
"Gue gak tau, kemarin gue minta nomornya juga maksa pas di toko buku. Mungkin karena itu dia marah sama gue," jawabnya frustasi.
"Semangat ya Bim," ucapku menepuk bahunya.
"Hm."
Hahahahaha, sumpah puas banget tau. Sesemangat apapun Bima menaklukkan hati Alia, aku pasti akan meruntuhkannya.
Kita bermusuhan dalam diam Bima.
Mata kuliah pun dimulai saat dosen sudah masuk ke kelas. Aku fokus dengan pemaparan materi, sedangkan Bima tampak tak fokus.
*****
Tak terasa jam kuliah sudah berakhir, aku dan Bima pun langsung pergi ke kantin. Percaya atau tidak, dulu saat kami memilih mata kuliah, kami selalu sama-sama mengambil dosen yang sama dan kelas yang sama dengan Bima.
Bukti pertemanan.
Tapi, semester depan aku tak mau sekelas lagi dengannya. Dia itu menyebalkan karena sudah berani mengusik Alia.
Entahlah, semakin lama aku semakin khawatir pada wanita itu. Aku takut dia di ambil Bima atau laki-laki lain.
Kemana niatku yang jahat itu? Mungkin sedang berlibur, hahahaha.
Sesampainya di kantin, aku pun memesan makanan begitu juga dengan teman lainnya.
"Tuh muka kenapa?" tanya Doni pada Bima.
Dari kelas sampai kantin pun wajah Bima tampak murung.
"Gue mau nangis," ucap Bima pelan. Sontak kami pun tertawa mendengar jawaban Bima yang memilukan itu.
"Nangis aja," ucap Rian menepuk bahu Bima.
"Gue mau bunuh diri aja," ucapnya frustasi.
Gila! Dia benar-benar gila. Entah kenapa aku puas sekali melihatnya yang frustasi seperti itu.
"Lo jangan macam-macam Bim. Kalau ada masalah tuh bilang, jangan main bunuh diri aja lo," ucap Aldo menasehati.
"Kenapa? Ada masalah?" tanya Rian. Sebagai saudara kandung, mereka tampak harmonis sekarang.
"Cewek itu blokir nomor gue," ucapnya lemah.
Kalian tau, matanya tampak berkaca-kaca.
Buset! Sebegitu sukanya dia pada Alia.
"Lo jangan nangis di sini, Bim. Malu diliatin orang." Bima pun mengelap matanya yang belum meneteskan air mata itu.
"Mungkin dia udah punya pacar, Bim. Jadi, pacarnya yang blokir nomor lo," ucap Doni memberi pencerahan.
"Gak mungkin, gue yakin dia tak punya pacar. Di sentuh laki-laki saja dia gak mau, apalagi pacaran," sahut Bima.
Segitu percayanya dia pada istriku kalau Alia itu wanita baik-baik.
Aku malah tersentil karena pernah menuduhnya memilki pacar.
"Mungkin suami," ucap Rian.
"Jangan sampai! Dia gak boleh nikah kecuali sama gue," ucap Bima frustasi.
Aku malah merasa jengkel padanya.
"Tapi kalau dia udah nikah gimana?" tanyaku ingin melihat reaksinya.
"Gampang, tinggal bunuh aja tuh laki biar Alia jadi janda. Setelah itu, gue bakalan masuk ke kehidupannya bagaikan seorang pahlawan," ucapnya enteng.
Ini sisi buruk Bima.
Dia suka sekali berkelahi dan berbuat semaunya. Tak jarang, anak-anak orang masuk rumah sakit karenanya.
Banyangkan saja, dia sudah pernah hampir masuk penjara, tapi karena keluarganya ber-uang, dia tak jadi masuk penjara.
Brutal sekali.
Tapi, kalau dia mencoba melukaiku, akan ku pastikan nyawa nya duluan melayang.
Jangan pernah memancing ku untuk berbuat kasar!
"Pemikiran konyol!" ucap Doni.
Bima pun hanya diam dan menatap lurus ke depan. Tiba-tiba saja laki-laki itu tersenyum.
Gila! Udah gak waras ni laki.
"Lo ngapain senyum-senyum sendiri?" tanya Doni yang kebetulan kursinya ada di hadapan Bima.
"Bidadari gue datang," ucap Bima berdiri.
Kami pun mengikuti pergerakannya menuju seseorang yang tengah berdiri di kantin sembari sedang membeli sesuatu.
Mataku memicing saat melihat wanita itu, dia Alia.
Jadi benar Alia kuliah di sini.
Mandiri atau beasiswa?
Ah bukan itu yang penting, tapi sekarang Bima sudah berjalan ke arahnya yang tengah mengambil minuman dingin.
Tanganku mengepal saat dia bicara pada Alia. Ingin rasanya aku kesana dan menjauhkannya dari istriku.
Apa aku cemburu? Tidak! Aku tidak cemburu, aku hanya tak mau milik ku di usik oleh orang lain! Selagi Alia menjadi istriku, maka dia adalah milik ku.
"Oh, jadi itu cewek yang di suka Bima," ucap Aldo.
Aku pun masih menatap mereka berdua yang tampak berbincang. Kalian tau, dia seperti tengah memaksa Alia bicara, sedangkan wanita itu tak sekalipun menatap Bima dan fokus pada kripik sambal yang di gantung di situ.
"Bukannya itu...
Ucapan Doni langsung terhenti ketika aku menendang kakinya.
"Lo kenal sama dia, Don?" tanya Rian.
"Eum, kayaknya salah orang deh, cuma mirip aja." Doni pun sesekali melirikku dan aku tak peduli dengan lirikannya itu.
Ting.
Aku langsung melihat layar ponselku, ada pesan dari Doni.
"Itu akibat lo nyembunyiin pernikahan lo, sekarang Bima suka sama istri lo, bang. Siap-siap aja menduda, hahahahaha."
Brakk!
Aku spontan menendang kaki meja membuat teman-teman ku terkejut.
"Lo kenapa Za?" Tanya mereka.
"Gak kenapa-kenapa, gue gak sengaja nendang kaki meja," ucapku berusaha untuk tetap santai.
Terlihat Bima sudah berjalan kembali ke meja kami dan Alia pun sudah pergi.
"Gimana-gimana?" tanya Rian.
"Pas gue tanya masalah blokir dia bilang dia gak tau, tapi... tapi...
Laki-laki itu menghentikan ucapannya, dia tampak syok dan juga semakin frustasi.
"Tapi apa, Bim?" tanya Rian penasaran.
Diam-diam Bima kembali mengelap matanya.
"Katanya mungkin yang blokir itu suaminya," jawab Bima pelan.
Hahahahaha. Rasain lo kampret.
"Yaudah lupain aja tuh cewek, kan masih banyak perempuan lain di luaran sana." Doni memberikan wejangan pada Bima yang lebih tua darinya.
Brakk!
Tiba-tiba saja dia.memukul meja.
"Gue bakalan cari siapa suaminya!" ucap Bima penuh penekanan lalu pergi meninggalkan kami dalam keadaan hati yang hancur dan juga marah.
Mereka memanggil Bima yang pergi begitu saja, sedangkan aku tak peduli sama sekali.
Bima, Bima.
Jangan jauh-jauh nyarinya, karena suami Alia ada di sini, yaitu aku Reza Heryansyah.
_
_
_
_
_
_
_
Nah kan, Bima itu keras kepala dan juga pantang menyerah. Ayo Reza, buruan bersikap baik sama Alia sebelum istri kamu berpaling hati❤️
Siapa sih yang gak suka di perjuangin🤭 makanya perjuangin istri kamu sendiri ❤️
jangan lupa like, komen, dan votenya yah agar author makin semangat updatenya.
Kalau lama. update itu karena review nya lama yah guys.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Eman Sulaeman
waw kerenn reza mau menduda
2022-10-17
0
Yuli Yati
kelimpungan kan lu zaaa istri lu diincer temen lu mampus lu songo g sih
2022-08-05
0
Ninuk Mamahe Fandy
siap siap menduda za....ayo Bima pantang menyerah
2022-07-03
0