Aku menatap tajam pada lawan yang tersurut mundur. Tidak menunggu lama, petarung berjuluk Dadu Satu itu langsung kembali maju. Melompat dan melakukan tendangan berputar. Aku mundur dan merunduk menghindari tendangannya, kemudian mencekal kakinya. Ia berkelit dengan melompat sekaligus menerjang ke muka. Hampir saja aku terkena terjangan itu jika tidak cepat-cepat menundukkan kepala. Aku bangkit lalu mengirimkan tinju. Saat ia akan menepis tinjuku, aku merubah arah pukulan dan melancarkan pukulan bertubi-tubi dengan kencang dari segala macam arah. Ia bergerak sama cepatnya dengan aku, menangkis dan menghindar. Namun aku lengah, tinjunya berhasil menghantam wajahku. Aku termundur beberapa langkah. Lawanku tak memberi celah, dia maju menyusul dan mengirim dua pukulan lagi sekaligus. Aku sigap menangkis ke atas dan membuat lengannya berubah arah. Maka dalam kejap itu aku meluncurkan enam kali pukulan berturut-turut secepat kilat yang menghantam perut dan dadanya. Ia mengaduh dan terhuyung. Namun, begitu aku mengirim tendangan, orang ini masih sanggup menghindar dan balas mengirim pukulan tangan kiri. Aku menangkap tinjunya, menahan ke arah belakang lalu menghantamkan lutut ke dadanya. Lawanku ini terhuyung lagi beberapa langkah ke belakang. Aku maju dan melompat. Menghantam dengan kepalan tangan beradu, lawanku masih saja tak kehilangan fokus. Ia menangkis dengan kedua lengan disilangkan. Sesaat kami membeku dalam posisi itu. Sampai aku akhirnya melepaskan tendangan yang menghujam dadanya. Ia terperenyak ke belakang. Terdesak ke dinding. Hampir tumbang, tapi ia masih sanggup kembali berdiri. Aku tak mau memberi jeda waktu lama-lama, aku melancarkan lagi serangan yang mengincar lehernya. Namun, orang ini masih sanggup bergerak cepat menghindar, dan mengirim pukulan. Aku bergeser untuk mengelak. Detik aku melakukan gerakan itu, detik itulah tiba-tiba ia bergerak cepat menerjang dengan tubuh menyamping. Sudah terlambat untukku menghindar lagi, maka tak pelak tubuhku termakan terjangannya hingga mencelat ke belakang beberapa meter. Aku terbanting ke lantai. Tergeletak kesakitan beberapa saat. Sekilas aku melihat pertarungan Jan melawan Dadu Empat. Mereka beradu pukulan dan tangkisan dengan gerakan cepat luar biasa yang hampir tak dapat dilihat mata. Gerakan mereka sama gesit dan sama lincahnya.
Hampir saja aku lengah, lawanku di depan mata sudah hampir menginjak tubuhku. Segera aku gulingkan tubuh ke samping dan melompat bangkit. Dengan gerakan yang gesit, aku melompat berputar. Kali ini lawanku tak sempat mengelak, tubuhnya hilang keseimbangan terkena tendanganku. Aku tak mau membuang waktu, segera kukejar ia dengan buas dan langsung meluncurkan pukulan bertubi-tubi ke arah wajah dan leher. Ia bergerak tak kalah cepat mengindari semuanya. Namun, tidak untuk yang terakhir, pukulanku tepat menghantam wajahnya. Ia terbentur ke dinding. Mengaduh kesakitan. Sialnya, orang ini seperti tidak ada lelahnya, ia hanya mengerjap sesaat kemudian menyerang lagi dengan pukulan dari kanan dan kiri sekaligus. Aku menunduk dan balas mengirim tinju. Brakkk.
"Aaakh!" Pria itu terpekik saat tinju kananku menghantam keras di antara bagian perut dan dadanya. Untuk pertama kalinya, kulihat lawanku ini kesakitan dan memegangi tubuhnya yang terkena pukulan. Ia tersandar ke dinding hampir tumbang. Maka aku selesaikan dengan melompat berputar melakukan tendangan. Tendangan itu tak sanggup lagi dielakkannya, wajahnya beradu dengan tendanganku yang kencang. Maka Dadu Satu pun terbanting jatuh ke lantai. Tergeletak tak sadarkan diri.
Aku membalik badan, menatap tajam pada Junior yang masih takzim di kursinya. Pria itu berseru antusias menyaksikan kami. Lalu keempat Mata Dadu yang tersisa, mereka tampak membelalakkan mata melihat satu rekan mereka berhasil kutaklukkan. Keempat orang itu tercengang serasa tak percaya. Di seberang sana, terlihat pula Dadu Empat yang mulai kewalahan meladeni gerakan cepat Jan. Mereka masih baku pukul dan baku tendang, tapi Jan berkali-kali berhasil menghantam lawannya. Sampai satu gerakan, di mana Dadu Empat melayangkan pukulan dari samping tapi Jan berhasil menangkapnya. Sahabatku itu memelintir lengan lawan ke belakang lantas memiting lehernya. Kakinya pula bergerak menjepit kaki lawan. Tak ampun mereka jatuh terguling bersama-sama ke pinggir ruangan. Jan dengan ganas membenturkan kepala lawan ke dinding. Lawannya langsung memekik. Kemudian tak sadarkan diri.
Jan bangkit dan memutar badan persis seperti aku tadi. Ia tersenyum puas penuh kemenangan. Dua dari Enam Mata Dadu telah kami taklukkan. Sudah cukup untuk merusak rekor panjang mereka selama bertahun-tahun. Itulah mengapa keempat anggota yang tersisa terbelalak dengan kejut bukan main. Tampak wajah yang mendelik heran, kening yang berkerut, wajah yang merah padam karena geram bercampur dengan rasa tidak percaya. Sementara Junior, juga sedikit terkejut dan tidak menyangka, meskipun tidak terlalu terlihat, dia mampu menguasai keadaan dengan cepat.
"Maju lagi, ini belum selesai!" seru Jan. Aku menyeringai melihat gayanya. Kemudian aku menatap tajam lawan-lawanku di tengah ruangan. Mereka hampir saja akan maju sekali berempat menyerang kami, tapi Junior menahan mereka.
Junior tak mau hilang muka, ia bertahan pada prinsipnya. Ia mengambil kembali dua dadu di atas meja dan mengguncangnya. Aku dan Jan sabar menunggu. Sementara empat pertarung itu kelihatan sudah gatal sekali ingin menghajar kami.
"Dua dan tiga!" ucap Junior.
Maka dua orang lagi maju menghadap kami. Aku meneliti tato di tangan lawan yang datang menantangku. Melihat kepada dadu dan angka yang dirajah di sana, maka dapat kuketahui dia adalah Dadu Tiga. Mata kami beradu tajam. Kalau kulihat-lihat, wajahnya sangat serius. Tidak lagi dengan gaya bermain-main atau seringai licik seperti rekan mereka yang telah takluk tadi. Kali ini ia terlihat lebih beringas dan emosional. Itu hal wajar karena dua teman mereka telah takluk. Merusak rekor apik mereka selama ini. Jadi tidak heran jika lawanku, dan juga lawan Jan di seberang sana, menatap garang penuh benci siap meremukkan tulangku. Untuk membalaskan dua rekan mereka tadi, serta untuk menjaga harga diri mereka sebagai pertarung yang tak pernah bisa ditaklukkan.
Maka,
"Hyaa!" Dadu Tiga maju mengirim tendangan kaki kanan. Aku memutar tubuh, menepis tendangannya, kemudian menyorongkan siku menuju wajahnya. Ia miringkan kepala sambil tersenyum mengejek. Tinjunya tiba-tiba datang dari bawah mengincar daguku. Aku menahan gerakan itu dengan lengan kiri, serempak dengan itu telapak tangan kananku sudah menghantam wajahnya. Lawanku itu tersurut mundur, aku menerjang lagi dengan ganas. Ia bergerak berkelit ke arah samping, merunduk dan balas menyerang ke bagian dadaku. Sayangnya aku tak sempat mengelak, maka aku terhuyung dan sekali lagi pukulannya membuat aku terbentur ke dinding. Aku menggeser tubuh, lalu sigap mencekal tinjunya yang datang dengan kencang hampir bertemu dengan wajahku. Aku memuntir pergelangan tangannya, dan dengan gerakan yang lincah aku menyerongkan kaki mencekal langkah. Maka cukup dengan menarik balik kakiku, Dadu Tiga terjerembap jatuh menghantam lantai. Aku menimpakan kaki ke atas panggungnya, tapi ia lekas-lekas berguling ke samping lalu bangkit berdiri. Dengan geram ia maju menerjang. Aku menghindar lekas sehingga kakinya menghantam dinding hingga retak. Namun, di luar dugaanku, dengan satu kaki bertumpu ke dinding, lawanku ini tiba-tiba melompat berputar menerjang dengan kaki kiri. Aku yang terkejut tak sempat berkelit, terjangan kerasnya itu menghantam bahuku. Maka tak ampun lagi tubuhku terbanting dan terguling-guling ke belakang.
Belum lagi aku berdiri, Dadu Tiga tahu-tahu sudah di depan mata. Siap bergerak menghantam tubuhku lagi. Brakk, terjangannya menghantam dinding sementara tubuhku yang sudah setengah bangkit terpaksa kujatuhkan lagi. Aku berguling ke belakang untuk mencari posisi aman untuk bangkit. Saat aku sempurna berdiri, lawanku sudah memburu dengan beringas seperti hewan mengamuk. Ia mengirim pukulan membabi buta. Bertubi-tubi dari berbagai arah dalam kecepatan yang luar biasa. Semakin lama aku semakin mundur dan masuk ke area pertempuran Jan melawan Dadu Dua yang sengitnya kurang lebih saja.
Rentetan pukulan masih berlanjut agak lama. Aku sendiri cukup kerepotan mengelak dan menangkis semua pukulan kencang dari orang yang seakan kesetanan itu. Jika lengah sedetik saja, bisa-bisa remuk tulang dadaku dibuatnya. Dan bahkan pukulan-pukulan itu masih berlanjut. Tidak ada celah dan waktu untukku mengirim pukulan balasan. Entah teknik apa ia gunakan. Terpaksa aku harus terus sabar menunggu ia melakukan kesalahan, menangkis semua pukulan yang mau tak mau harus kuakui telah membuatku kewalahan juga.
Maka pada pukulan yang entah keberapa, wajahku terkena pukulannya tiga kali berturut-turut. Aku termundur beberapa langkah dan hilang keseimbangan. Di saat yang bersamaan, Jan juga terkena tendangan keras dari lawannya sehingga ia terpelanting ke arahku. Tubuhnya itu datang dari arah samping lalu dengan keras beradu denganku yang memang sudah tak seimbang. Maka tak ampun lagi kami berdua terbentur ke dinding dengan keras. Merosot jatuh dan hampir saja terkapar. Akan tetapi, kami cepat-cepat bangkit dan mengembalikan fokus. Melupakan sakit yang menerpa. Berusaha kembali siap untuk menyerang lagi. Aku dan Jan berdiri saling memunggungi, menatap ke arah lawan dengan tajam. Sekejap aku menoleh, saling tatap dengan Jan. Kejap selanjutnya kami membentak keras sambil maju berlari mendatangi lawan masing-masing. Lawanku pula berlari memapasi sambil turut berteriak sekuat tenaga.
Begitu sampai berhadapan, lawanku melompat menerjang dan posisi menyamping. Dalam detik yang sama dengan gerakan lawan, aku juga melakukan terjangan. Dengan gerakan memutar ke belakang aku meluncurkan kaki kanan dengan kencang. Detik demi detik berlalu seperti adegan gerakan lambat, tendangan kami hampir bertemu. Tendangan lawan mengincar kepalaku, tendanganku mengincar dadanya. Sama-sama dengan tenaga tinggi. Sama-sama akan berakibat fatal bagi yang terkena. Hanya urusan waktu dan kegesitan yang menentukan, gerakan siapa yang paling cepat menghantam sasaran. Beruntung, tuah ada padaku, gerakan tendangan berputarku lebih cepat sepersekian detik. Jadi dalam satu detik penting yang memungkinkan terjadi benturan parah ketika dua tenaga keras beradu, sepersekian kejap sebelum tendangan lawan menghantam kepalaku, tumit belakangku berdahulu menghantam dadanya.
Brakk, lawanku tak berdaya terbanting ke lantai. Mengaduh kesakitan. Tendanganku sudah melukai dadanya, tapi ia dimakan emosi, memaksa diri untuk bangkit kembali. Saat ia melompat bangkit dan tubuhnya masih bungkuk, aku menerjang punggungnya. Tak ampun lagi ia terbanting untuk kedua kalinya. Jatuh tertelungkup. Ia segera berguling membalik badan, maka secepat kilat aku menangkap kerah bajunya. Tubuhnya kutarik paksa hingga bangkit duduk. Lawanku ini tak sempat melakukan serangan apapun, aku dengan lincah segera melompat naik ke bahunya. Bergerak menjepit lehernya sambil melakukan gerakan berputar yang cepat bukan main. Aku mendarat di lantai dengan menghentakkan kepala lawan begitu keras. Lawanku memekik kesakitan. Lantas pingsan.
Brakk, di seberang sana Dadu Dua menyusul tumbang tak sadarkan diri usai terbentur dinding akibat tendangan Jan yang ganas luar biasa. Jan mengepakkan tinjunya. Menatapku dengan seringai ringkas.
Aku bangkit berdiri dan turut senyum penuh kepuasan. Maka aku menatap dua Mata Dadu yang tersisa, yang wajahnya sudah merah padam penuh geram. Sementara Junior, kali benar-benar tidak sesantai tadi. Wajahnya berubah. Ia tidak mengira pertarung paling andal yang diyakini tangguh, sudah di ambang kekalahan. Tinggal dua petarung itu yang akan menentukan siapa yang benar-benar petarung handal. Dan dua petarung itu juga yang akan melengkapi aksiku dan Jan untuk sepenuhnya merusak rekor mereka.
Maka tanpa ada guncang-mengguncang dadu lagi, tanpa ada aba-aba serangan, dan tanpa menunggu dua lawan itu maju menyerang, aku dan Jan yang dengan buas berlari memburu mereka. Siap bertarung lagi. Mereka menyeringai dan tersenyum jahat, tak mau hilang gaya. Keduanya berlari menyongsong kami. Lalu terdengar bentakan keras yang membahana memenuhi langit-langit ruangan.
"Hyaa ... "
Pertarungan babak akhir pun dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments