Konspirasi di Balik Semua Ini

Aku masih berdiri mematung di tengah-tengah ruangan luas itu. Berpikir keras dan memutar otak bagaimana caranya untuk menyelamatkan Prof. Ram. Di mana ia berada? Sedangkan sedikit pun tidak ada informasi yang bisa kami dapatkan tentang penyerang itu.

Aku dilanda badai emosional. Penuh rasa gundah dan diserang kepanikan. Aku tak pernah menyangka akan seperti ini jadinya. Karena sebelum ini, aku terlalu antusias dan penuh harap pada mesin waktu ini. Terlebih lagi setelah aku mengetahui fakta tentang pembunuhan ayah. Karena itu jika proyek ini gagal, maka itu akan menjadi pukulan paling menyakitkan dalam hidupku. Melengkapi semua derita dan kesialan dalam hidupku ini.

Namun, aku tidak ingin berputus asa. Bukan Renato namanya jika hanya bergundah gulana tanpa menghasilkan sedikit pun solusi dan gagasan. Aku harus terus berpikir dan berpikir, pasti ada celah di antara semua ini. Pasti ada kekurangan. Pasti ada sedikit saja hal yang meskipun remeh tapi bisa dijadikan petunjuk penting.

Di tengah kebingunganku, tiba-tiba layar monitor yang terpajang hampir di setiap sisi ruangan mati. Semua komputer yang aktif di sana pun turut mati, layarnya menjadi gelap. Namun, anehnya, terlihat beberapa kali berkelap-kelip putih. Aku tercengang. Ada yang tidak beres dengan semua perangkat ini. Apakah rusak karena imbas dari pertempuran dan baku tembak tadi?

Tiba-tiba hal yang terlihat selanjutnya mengejutkanku. Membuat aku melongo seakan tak percaya. Karena semua layar monitor, layar komputer, dan layar apapun yang ada di sana menyala menampilkan hal yang sama. Layar dasar hitam berkelap-kelip putih seperti mengalami korsleting, tapi tiba-tiba muncul tulisan berjalan. Tulisan berjalan itu berbunyi, "Ram Ranayuda aman bersama kami! Selamat menikmati kegagalan!"

Semua layar yang bertebaran menampilkan hal yang sama. Setelah itu layar-layar itu seperti mengalami korsleting kemudian mati.

"Jaringan komputer kita diretas!" seru seorang profesor dengan geram.

"Sialan!" umpatku. Siapapun otak dari semua aksi penyerangan ini. Mereka benar-benar mempermainkan kami. Benar-benar rapi dan terencana sekali aksi yang mereka lakukan.

Para ilmuwan buru-buru mendatangi komputer dan panel kendali jaringan sistem operasi. Mereka mencoba memperbaiki dan mencari data dan informasi yang mungkin berguna.

Dani datang mendekatiku. Kemudian bertanya, "Sekarang bagaimana, Pak?"

Aku berpikir sebentar. Kemudian mengambil keputusan cepat. Mencoba menyusun rencana terbaik.

"Kalian berjaga di sini! Amankan semua profesor dan mesin waktu!"

"Lalu, anda?"

"Aku akan kembali ke kantor pusat, setelah itu aku akan pergi ke manapun aku harus pergi untuk menyelamatkan Prof. Ram!" jawabku dengan semangat dan yakin.

"Sebaiknya anda dikawal, Pak!" saran Dani.

"Tidak usah," jawabku tegas. "Semua pasukan tetap bersiaga di sini, jaga laboratorium ini dan semua profesor, jangan sampai kita kecolongan dua kali!"

"Tapi, Pak, bagaimana dengan anda?"

"Jangan khawatir, aku akan pergi dengan orang yang bisa diandalkan. Tak usah pikirkan aku, aku akan baik-baik saja!"

"Orang paling diandalkan? Siapa, Pak?" tanya Dani.

Aku tersenyum simpul penuh semangat. Tanpa menjawab, aku langsung melangkah meninggalkan Dani yang kebingungan di ruangan luas itu. Aku berlari tergesa-gesa sampai ke pintu luar. Sepeda motorku masih aman di tempat tadi aku datang. Aku segera melompat naik, menyalakan mesin lantas meluncur. Melaju seperti yang telah menjadi kebiasaan. Lagipula aku tak boleh membuang waktu. Semakin cepat, semakin baik.

***

Tidak menunggu waktu yang panjang, sepeda motorku sudah merapat ke area parkir gedung kantor pusat Korp. Masadepan. Aku segera menuju ke ruang kerjaku. Sepanjang jalan, para staf kantor itu hanya menyapaku ramah. Tidak ada yang bertanya tentang kejadian di laboratorium, karena hampir semua dari mereka sudah tahu. Sebab antara labarotorium dan kantor tidak terputus koneksi informasi. Aku tidak langsung masuk ke ruang kerjaku, aku memilih menuju ruangan Pak Roy terlebih dahulu.

"Jadi, Prof. Ram diculik?" tanya Pak Roy begitu aku duduk di depan meja kerjanya.

"Benar, Pak!"

"Apakah sudah ada pembaruan tentang pelaku aksi penyerangan itu?"

"Untuk sekarang belum ada, Pak! Kami mengalami kebuntuan!" Aku menjawab dengan berat hati.

"Apakah kau punya rencana?"

"Saya belum tahu akan melakukan apa, tapi saya akan berusaha. Ke manapun harus pergi, saya akan mencari dan menyelamatkan Prof. Ram. Proyek ini harus terus berjalan!" tegasku.

"Apa yang akan kau lakukan, Ren?"

"Mencoba sebisa mungkin, Pak!"

"Baiklah, aku percayakan padamu. Semoga berhasil, Ren! Aku yakin kau bisa diandalkan dalam hal ini!" ucap Pak Roy.

"Baiklah, Pak!" Aku undur diri dari ruangan itu. Segera menuju ruangan kerjaku.

Baru sampai di depan pintu, Hadni menyambutku dengan wajah cemas dan khawatir.

"Ren? Kamu tidak apa-apa?" Gadis ini sibuk sekali memeriksa seluruh tubuhku. Menelisik tajam barangkali ada yang lecet.

"Aku baik-baik saja, Hadni!" Aku buru-buru menuju meja kerja. Duduk di depan layar yang menyala terang itu. Diam dan bersandar sejenak di kursi, melemaskan otot-ototku yang letih.

"Ya ampun, Ren, wajahmu lebam!" ucap Hadni panik. Ia segera mendekatiku. Kemudian gadis itu mengulurkan tangannya, mungkin mau mengusap wajahku.

"Jangan, Hadni!" larangku dengan mata tetap ke arah layar.

Hadni tersentak dan menarik balik tangannya.

Berkata, "Maaf, Ren! Apakah perlu kuambilkan obat?"

"Tidak perlu, ini sudah biasa!" jawabku. Aku sibuk membuka data-data lama dari proyek-proyek terdahulu perusahaan kami.

"Apa yang sedang kamu cari, Ren?" tanya Hadni.

"Aku sedang membuka database lama tentang proyek terdahulu kita. Tentang serangan bersenjata yang pernah terjadi sebelumnya."

"Bisa kubantu?"

"Baiklah, tolong kumpulkan data itu lagi, serta catatan daftar perusahaan atau organisasi yang pernah berurusan dengan kita. Yang pernah terlibat perselisihan dan berkemungkinan menjadi musuh. Tolong kumpulkan semua data lengkap hubungan terakhir dan berikut dengan analisisnya. Jika sudah selesai, langsung kirimkan file kepadaku!"

"Siap, aku akan usahakan!" jawab Hadni.

"Baiklah, terima kasih, Hadni!" Aku segera beranjak dari kedudukanku. Bersiap untuk berangkat lagi. Merapikan sebentar setelanku yang kusut berantakan karena bertarung tadi.

"Sekarang kamu mau ke mana?" tanya Hadni.

"Memburu orang yang ada dibalik penyerangan ini, dan menyelamatkan Prof. Ram!" jawabku tegas.

"Hati-hati, ya!"

"Tentu saja!" Aku pun berlalu keluar dari ruangan itu dengan membawa semangat dan rasa yakin.

***

Sepeda motor melaju di jalanan bagai kesetanan. Mendahului setiap kendaraan yang ditemui, tak peduli kendaraan kecil atau kendaraan besar. Aku mengubah suasana jalanan kota yang padat menjadi sirkuit balapan. Aku memimpin di posisi paling depan sementara belasan kendaraan-kendaraan lain adalah saingan yang tak boleh kubiarkan mendahului. Setiap kali mataku melihat ada kendaraan di depan sana, aku akan meningkatkan kelajuan seakan tak mau ketinggalan. Beberapa orang kadang berseru marah karena aksi kebut-kebutan yang aku lakukan itu.

Bukan tanpa alasan, tapi aku harus benar-benar harus buru-buru. Tidak boleh menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Lagipula, aksi kebut-kebutan seperti itu memang selalu ampuh sebagai hiburan untukku di tengah semua perkara-perkara serius yang membebani pikiran ini. Jadi, aku terus melaju.

Aku berkendara cukup jauh, sehingga menjelang magrib aku baru sampai ke tujuan. Sebuah kompleks rumah elit yang begitu mewah. Memasuki halamannya itu aku mulai melambat, sampai akhirnya berhenti di depan beranda.

Aku turun dari kendaraan. Segera menuju depan pintu rumah tersebut. Baru saja aku menarik napas untuk memanggil si tuan rumah, tiba-tiba pintunya berdahulu terbuka. Terlihat seorang wanita yang sebaya denganku membukakan pintu.

"Eh, Renato!" sapanya ramah.

"Fitri," jawabku. "Jantoro ada?"

Itulah dia. Aku berada di rumah sahabatku itu untuk meminta bantuannya. Orang yang paling bisa aku andalkan. Aku yakin profesinya yang merupakan seorang intel dan polisi elit, akan sangat memberi banyak bantuan. Namun, justru Fitri yang menyambutku di sini.

"Jan tidak ada di rumah, Ren!" jawab Fitri.

"Oh, ke mana dia?"

"Dia tadi pagi berangkat ke kantor seperti biasa, biasanya sekarang sudah pulang. Aku juga tidak tahu entah kenapa dia belum pulang," jelas Fitri.

"Apakah kamu sudah menelepon?"

"Sudah tadi, tapi tidak diangkat!"

"Baiklah, sekarang biar aku coba menelepon, ya!"

Aku merogoh kantong mengeluarkan ponsel genggamku. Buru-buru mencari nomor Jan dan menelepon.

Panggilan langsung tersambung tak menunggu lama-lama.

"Hallo, Ren! Kau di mana?" cecar Jan tanpa basa-basi.

"Kau yang di mana, Jan? Aku mencarimu ke rumahmu!" balasku.

"Ah, kau ini! Justru sekarang aku di rumahmu mencarimu!"

"Di rumahku?" Aku tercengang lalu menepuk dahi. Ya ampun, orang ini bisa-bisanya.

"Ya, Ren! Aku mencarimu, aku sudah mendengar kabar tentang penyerangan ke laboratorium kalian itu. Jadi aku memutuskan untuk mencarimu, ada hal penting yang ingin aku sampaikan!"

"Kau ini, kita sama-sama tahu pekerjaan kita seperti apa, 'kan? Kenapa kau mencariku ke rumah?"

"Kau sendiri mencariku ke rumah, 'kan?"

"Eh, lupakan itu. Di mana kita akan bertemu?"

Jan tergelak sesaat. Lalu menjawab, "Di tempat biasa!"

"Baiklah, sampai jumpa!" Aku menutup telepon. Kemudian memandang Fitri yang dari tadi tak sabar menunggu.

"Jan ada di rumahku tadi, Fit! Tapi sekarang kami akan berangkat untuk bertemu. Aku memerlukan bantuan Jan malam ini, ada urusan mendesak soal pekerjaan. Jadi, mohon maaf jika sekiranya Jan terlambat pulang malam ini!"

"Hmm?" Kening Fitri berkerut. Agak lama ia tercengang dan berpikir, tapi akhirnya ia mengangguk setuju.

"Baiklah, semoga lancar dan kalian baik-baik saja!" tuturnya bersahaja.

Aku tersenyum simpul. Berangsur kembali naik ke tungganganku. Segera menyalakan mesin sambil tetap ramah menatap Fitri.

"Ren, tolong jaga Jan, ya!" pesan istri Jan ini.

"Baik, Fit! Tenang saja, aku janji kami akan baik-baik saja. Malah mungkin Jan yang menjaga aku!" jawabku.

"Terima kasih!" ucap Fitri.

"Terima kasih kembali, Fit. Sampai jumpa!" sahutku. Setelah itu sepeda motorku berderum, meluncur dari sana. Melaju kembali saat menaiki jalan lintas. Hari sudah mulai gelap. Lampu-lampu sudah mulai menyala. Jalanan pun semakin padat.

***

Hari benar-benar gelap saat aku sampai di gedung itu. Gedung olahraga yang biasa menjadi tempat aku dan Jan bertemu. Di tempat parkir, aku dapat melihat mobil mewah milik sahabatku. Namun, pemiliknya tak terlihat di sana. Maka aku langsung bergegas menuju lift. Naik dengan cepat ke lantai atas. Aku tahu, pasti Jan menunggu di sana. Di tempat latihan atlet silat.

Lift berdesis begitu sampai di lantai tujuan. Aku melangkah bergegas. Jan berdiri takzim di tepi tembok kaca menunggu.

"Bagaimana keadaan laboratorium?" tanya Jan begitu aku tiba di sampingnya.

"Sedikit berantakan dan beberapa kerusakan, tapi tidak ada korban jiwa dari pihak kami. Hanya saja ... satu dari 23 ilmuwan terbaik kami diculik. Prof. Ram Ranayuda, tokoh paling penting dalam proyek ini."

"Kelihatannya lawan kalian orang yang benar-benar cerdik."

"Begitulah."

"Tapi ada kabar baik untukmu. Aku mendapat sedikit petunjuk tentang pasukan yang menyerang kalian!"

Aku langsung menoleh antusias. "Serius?"

"Saat aku mendapat kabar bahwa laboratorium milik Korp. Masadepan diserang, aku ingin menurunkan pasukan kepolisian untuk membantu. Namun, katanya pasukan algojo kalian masih bisa menangani itu. Aku terus menunggu kabar terbaru sampai akhirnya penyerangan dapat diredam dan dilumpuhkan. Perwakilan kami di kirim ke sana untuk mengidentifikasi siapa orang-orang misterius itu. Memang, sistem operasi dan jaringan internet tidak menemukan informasi yang spesifik. Hal itu karena orang yang ada dibalik ini melakukan antisipasi yang cerdas, ia menggunakan teknologi untuk merekayasa data dan menyembunyikan informasi penting dari akses umum. Aku meminta foto-foto pasukan penyerang itu. Dan tebak apa? Aku mengenali wajah beberapa orang itu. Karena itu aku buru-buru mencarimu tadi!"

Aku geleng-geleng tak percaya. Ini benar-benar angin segar untukku. Tidak salah aku mengandalkannya.

"Jadi?" desakku.

"Beberapa dari penyerang itu, adalah pasukan khusus milik Gedung Lantai Hijau yang tempo hari menyerangku. Kau ingat, 'kan? Saat aku meledakkan mobilku malam itu?"

"Gedung Lantai Hijau?" Aku berseru setengah berteriak.

"Aku tidak salah mengingat, Ren!"

"Jadi maksudmu, Gedung Lantai Hijau yang mengirim pasukan itu untuk menyerang kami, dan bertanggung jawab atas penculikan Prof. Ram Ranayuda?"

"Kira-kira begitu."

"Tapi ini aneh, Jan!" ucapku kemudian. "Korp. Masadepan dan Gedung Lantai Hijau tidak memiliki permasalahan apa-apa. Tidak ada riwayat perselisihan, keterkaitan, persaingan, pertikaian apapun. Aku hanya sekali pernah berurusan tentang perkara teknologi kami yang mereka gunakan. Selain itu tidak ada. Lantas atas alasan apa mereka menyerang proyek kami dan menculik tokoh penting dalam proyek itu?"

Jan merenung sejenak. Lalu berkata,

"Dengan menculik tokoh paling penting, jelas sekali tujuannya untuk mengagalkan proyek kalian, tapi ...."

"Tapi apa untungnya untuk mereka?" potongku. "Apa juga kerugian mereka jika proyek itu diselesaikan? Kami tidak memiliki keterkaitan apa-apa sedikitpun. Bisnis mereka itu bisnis perjudian, sedangkan kami pengembang teknologi. Bukankah inovasi kami seharusnya menguntungkan untuk mereka. Aku benar-benar tak habis pikir."

"Ada konspirasi di balik semua ini, Ren! Serangan ini jelas bukan urusan main-main."

Aku mengangguk.

"Tapi sekarang kita tak punya waktu untuk memikirkan itu, kita harus cepat-cepat menyelamatkan Prof. Ram!" ucap Jan. Ia langsung balik badan dan melangkah.

"Kau benar, Jan! Kita tak boleh membuang waktu. Ayo!" Kami melangkah bersisian.

"Kau siap untuk menyusup ke gedung itu? Aku sudah punya rencana!" ucap Jan.

"Aku siap! Apapun resikonya, demi ayahku!"

"Ayahmu?"

Episodes
1 Jan dan Ren
2 Pertaruhan dengan Koh Shung
3 Meledakkan Mobil
4 Ingin Pergi ke Masa Lalu
5 Tentang Ayah
6 Pilihan Paling Berat
7 Benci, Trauma, dan Penyesalan
8 Kebenaran dari Masa Lalu
9 Keinginan yang Mustahil
10 Atas Nama Ayah
11 Pertarungan Terhormat
12 Pertaruhan Paling Emosional
13 Konspirasi di Balik Semua Ini
14 Aksi Menyusup
15 Pertempuran Besar
16 "Di mana Prof. Ram?"
17 Enam Mata Dadu
18 Pertarungan Babak Akhir
19 Tamat Riwayatnya
20 Wajah Tidak Asing
21 Penerbangan ke Nusa Tenggara
22 Dendam yang Belum Selesai
23 Serbuan di Pelabuhan
24 Di Ujung Gang
25 Sisi Lain Kehidupan
26 Telepon Mengejutkan
27 Aksi Penyamaran
28 Kobaran Api di Tengah Laut
29 Ledakan demi Ledakan
30 Kau ...
31 Si Orang Tua
32 Tanpa Nama
33 Tendangan Maut
34 Kau Tidak Tahu
35 Bunuh
36 Bala Bantuan
37 Penerbangan Pulang
38 Kepulangan
39 Cerita Dini Hari
40 Sidang dan Pemulihan
41 Konsep Waktu dan Kehidupan
42 Pergi ke Masa Lalu
43 Wajah Tidak Asing(2)
44 Pengkhianatan
45 Katakan Padaku
46 Mata Dibalas Mata
47 Pergi Sejauh Mungkin
48 Kakek Baik
49 Harta dan Ketenangan Hidup
50 Bersembunyi Lebih Jauh
51 Mencapai Kesendirian
52 Pulanglah
53 Tentang Jan
54 Direktur?
55 Tan dan Liani
56 Kembali ke Tujuan
57 Orang Tua Jan
58 Sekarang Aku Bisa Tenang
59 Dibebaskan
60 Pidato Perpisahan
61 Alasan Sempurna Untuk Jatuh Cinta
62 EPILOG
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Jan dan Ren
2
Pertaruhan dengan Koh Shung
3
Meledakkan Mobil
4
Ingin Pergi ke Masa Lalu
5
Tentang Ayah
6
Pilihan Paling Berat
7
Benci, Trauma, dan Penyesalan
8
Kebenaran dari Masa Lalu
9
Keinginan yang Mustahil
10
Atas Nama Ayah
11
Pertarungan Terhormat
12
Pertaruhan Paling Emosional
13
Konspirasi di Balik Semua Ini
14
Aksi Menyusup
15
Pertempuran Besar
16
"Di mana Prof. Ram?"
17
Enam Mata Dadu
18
Pertarungan Babak Akhir
19
Tamat Riwayatnya
20
Wajah Tidak Asing
21
Penerbangan ke Nusa Tenggara
22
Dendam yang Belum Selesai
23
Serbuan di Pelabuhan
24
Di Ujung Gang
25
Sisi Lain Kehidupan
26
Telepon Mengejutkan
27
Aksi Penyamaran
28
Kobaran Api di Tengah Laut
29
Ledakan demi Ledakan
30
Kau ...
31
Si Orang Tua
32
Tanpa Nama
33
Tendangan Maut
34
Kau Tidak Tahu
35
Bunuh
36
Bala Bantuan
37
Penerbangan Pulang
38
Kepulangan
39
Cerita Dini Hari
40
Sidang dan Pemulihan
41
Konsep Waktu dan Kehidupan
42
Pergi ke Masa Lalu
43
Wajah Tidak Asing(2)
44
Pengkhianatan
45
Katakan Padaku
46
Mata Dibalas Mata
47
Pergi Sejauh Mungkin
48
Kakek Baik
49
Harta dan Ketenangan Hidup
50
Bersembunyi Lebih Jauh
51
Mencapai Kesendirian
52
Pulanglah
53
Tentang Jan
54
Direktur?
55
Tan dan Liani
56
Kembali ke Tujuan
57
Orang Tua Jan
58
Sekarang Aku Bisa Tenang
59
Dibebaskan
60
Pidato Perpisahan
61
Alasan Sempurna Untuk Jatuh Cinta
62
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!