Setelah selesai dengan Koh Shung, aku segera meluncur pulang. Semakin malam, jalanan semakin sepi. Mendukung sekali untukku kebut-kebutan. Meskipun saat itu turun gerimis, aku tetap melaju tanpa menghiraukannya. Di jalan bebas hambatan, aku semakin leluasa berubah menjadi pembalap. Seandainya kendaraanku sudah dimutakirkan dengan teknologi teranyar dari perusahaanku, mungkin aku sudah terbang dengan sepeda motor ini. Namun, proyek sepeda motor terbang itu sedang ditunda. Untuk mengerjakan proyek lain yang lebih besar. Yaitu proyek yang tadi aku bahas dengan Koh Shung. Proyek paling besar sekaligus proyek paling mahal yang pernah ada dalam sejarah perusahaan ini. Yakni Mega-proyek Menciptakan Mesin Waktu. Merealisasikan apa yang selama ini hanya ada dalam film-film fiksi atau film superhero. Time Travel bukan lagi sebatas khayalan. Manusia akan benar-benar dapat melakukan perjalanan lintas waktu. Tidak lama lagi, negara ini akan mencetak sejarah sebagai negara pertama yang berhasil menciptakan mesin waktu. Negara yang dulu terbelakang dan terus menjadi negara berkembang saat negara lain sudah maju. Kini kita sudah maju, puluhan teknologi mutakir yang digunakan di seluruh dunia tercipta di sini. Hampir seluruhnya diciptakan oleh perusahaan kami, Korp. Masadepan. Korporasi raksasa yang menguasai puluhan laboratorium pengembangan teknologi yang tersebar di negara ini. Dua puluh tahun yang lalu, perusahaan ini hanyalah perseroan kecil yang memproduksi alat elektronik rumah tangga biasa. Bahkan belum memiliki cabang. Akan tetapi, dalam kurun waktu dua dekade, perusahaan ini berkembang dengan sangat pesat, semakin bertumbuh besar dengan cabang bermunculan di mana-mana. Menjadi perusahaan yang terus berinovasi dan memajukan teknologi di negeri ini. Menciptakan banyak sekali teknologi termutakir yang belum pernah ada sebelumnya. Semua alat elektronik yang diproduksi di sini, adalah alat elektronik super canggih yang memiliki fitur lebih hebat daripada pabrikan lain. Produk unggulan. Itulah alasan kenapa perusahaan ini dinamakan Korporasi Masadepan, menciptakan teknologi berorientasi masa depan.
***
Jalan protokol kota masih ramai saat aku tiba di sana. Ada banyak pilihan jalan yang dapat ditempuh menuju tempat tujuanku. Dan aku memilih jalan paling utara. Sebenarnya, jalan itu bukanlah jalan pintas. Bukan juga jalan yang biasa aku lewati. Justru malah jalan yang lebih jauh. Alasanku memilih jalan itu adalah jalan itu adalah yang cenderung sepi dibanding jalan-jalan lain saat malam hari. Sementara siang hari, padatnya kurang lebih saja. Lagipula, jika aku menempuh jalan itu aku akan melewati Gedung Lantai Hijau, kasino yang didatangi Jan malam ini. Maka di bawah langit yang sudah tidak gerimis itu, aku melaju di jalanan sepi. Meliuk-liuk dengan lincah.
Pada awalnya, jalanan itu memang benar-benar sepi seperti perkiraanku. Namun, jalanan itu tidak lagi sepi setelah kulihat ada belasan sepeda motor kebut-kebutan. Juga ada beberapa buah mobil mewah saling kejar-mengejar. Iring-iringin itu berjarak sekitar dua ratus meter di depanku. Aku sama sekali tak tahu apa yang terjadi, tapi aku melihat ada kilat-kilatan cahaya dan percikan api. Serta bunyi tembakan. Tembakan senjata api. Senjata api? Ya, aku yakin sekali itu senjata api. Ya ampun, apa yang terjadi di depan sana? Mengapa ada mobil-mobil dan sepeda motor kebut-kebutan dengan pengemudinya berkali-kali menembakkan senjata api?
Aku menambah laju sepeda motorku. Berusaha secepat mungkin untuk mengejar iring-iringan di depan sana. Dalam kelajuan itu, aku melesat melewati gedung yang penuh cahaya hijau. Gedung Lantai Hijau. Dalam kelajuan tinggi, aku menoleh sekilas. Seketika itu aku teringat. Jan datang ke Gedung Lantai Hijau sejak senja tadi. Saat ini hampir larut malam, ada gerombolan pengemudi bersenjata di depanku. Sekarang aku tahu apa yang terjadi. Aku berpikir cepat, bagaimana caranya agar aku dapat menyusul mereka. Sahabatku sedang dalam masalah.
Dunia sudah berubah. Panel kontrol kendaraan tidak lagi terletak di dasbor. Sepeda motorku pun begitu. Panel kontrol kendaraan ini terdapat di sebuah sistem gawai super canggih. Dan cukup dengan perintah suara
aku telah mengaktifkan gawai itu, menyalakan layar pada kaca helm yang aku kenakan. Gawai itulah panel kontrol kendaraanku. Dengan terhubung dengan jaringan internet dan dilengkapi dengan sistem kecerdasan buatan bernama Dhen, layarnya memaparkan segala data, informasi, dan fitur canggih sepeda motorku. Kolom kecepatan pada layar menampilkan kecepatan maksimum. Kemudian aku menatap jauh ke depan. Aku berhitung cepat; aku tahu sekali jalan ini, saat ini aku melintasi jalan lurus sepanjang lebih dari tiga mil. Iring-iringan mobil di depanku memperlebar jarak menjadi empat ratus meter. Kolom informasi bahan bakar pada layar menunjukkan bahwa bahan bakar kendaraanku masih banyak. Aku mengambil keputusan riskan.
"Dhen! Aktifkan Mode Kilat!" Aku memasukkan perintah suara.
"Perhatian, Mode Kilat segera diaktifkan, ini dapat menyebabkan tekanan tinggi terhadap pengendara. Konfirmasi?" Suara kecerdasan buatan itu menyahutiku.
"Konfirmasi!"
"Terkonfirmasi. Mode Kilat aktif. Melesat dalam lima detik!"
Aku bersiap. Mempererat pegangan tangan. Membungkukkan badan. Mesin sepeda motorku mengeluarkan bunyi berdengung.
"Lima ... empat ... tiga ... dua ... satu!"
Whuss, secepat kilat aku melesat. Menyisakan larik cahaya biru dari warna kendaraanku. Selama beberapa detik aku melesat dengan kelajuan yang tak dapat di lihat mata. Menembus iring-iringan kendaraan tadi. Tanpa sengaja aku menyenggol salah satu sepeda motor, sehingga sepeda motor itu bersama dengan pengendaranya terlempar keluar jalur. Tubuhku terasa panas sekali. Detik selanjutnya aku berhenti melesat. Kelajuan kembali normal dan semakin menurun. Aku menoleh ke belakang, gerombolan tadi jauh di belakangku. Maka aku menginjak pedal rem, roda berdecit sebelum akhirnya aku berhenti dan meminggirkan kendaraanku. Aku menghela napas panjang. Aku sangat jarang mengunakan mode kilat seperti tadi karena memang berbahaya. Akan tetapi, di saat terdesak, memang terpaksa aku gunakan. Itulah gunanya fitur itu diciptakan.
"Perhatian, kendaraan mengalami hantaman. Tingkat ketahanan terkini 59%."
"Dhen, sambungkan panggilan kepada Jantoro!" ucapku.
"Menyambungkan panggilan." Terdengar bunyi nada tunggu. Dari helm super canggih ini, aku mendengar lagu berbahasa Jepang diputar. Aku mengutuk dalam hati, pasti Jantoro menggunakan nada sambung panggilan pada ponselnya. Lagu Jepang pula.
"Hallo, ada apa, sobat?" sapanya kemudian dengan suara yang terdengar seperti tidak ada masalah apa-apa.
"Perlu bantuan?"
"Tidak juga," jawabnya pongah.
"Kau yakin? Dengan gerombolan orang bersenjata lengkap di belakangmu?"
"Ya, aku baik-baik saja. Kau terlalu meragukan aku, sobat!"
"Jadi, kau benar-benar tidak perlu bantuan?" tanyaku memastikan. Sambil menoleh ke belakang, iring-iringan mobil itu semakin dekat. Baru terlihat jelas, gerombolan kendaraan bersenjata lengkap itu mengejar sebuah mobil mewah berwarna hitam. Mobil Jan.
"Baiklah, kau bisa berikan aku tumpangan pulang," jawab Jan. "Dengarkan aku baik-baik, jika kau adalah orang aneh yang sedang celingak-celinguk di atas motor di pinggir jalan dua ratus meter di depanku. Maka tetaplah di posisimu. Jangan lakukan apa-apa. Tenang saja. Cukup saksikan apa yang akan aku lakukan. Tunggu aku di situ!"
"Tapi ..."
Sambungan terputus. Bersamaan dengan itu sebuah mobil mewah hitam melesat di sampingku. Disusul belasan kendaraan dengan pengendara bersenjata lengkap. Peluru-pelurunya berdesingan. Namun mobil Jan itu, jangankan kacanya, rodanya saja tidak tembus peluru. Mereka semakin jauh. Sementara aku mengikuti instruksi Jan untuk diam di sini menyaksikan aksinya.
Di depan sana, mobil Jan bermanuver lincah. Akan tetapi, entah aku salah lihat atau tidak, tiba-tiba mobil itu oleng. Berputar ke samping, menghantam pembatas jalan dan tak pelak terguling dan berhenti dalam keadaan terbalik. Salah satu peluru menghantam titik lemahnya, dan tak ampun mobil itu meledak hebat. Aku terkesiap. Apa-apaan ini? Jan bilang dia akan baik-baik saja dan cukup menyaksikan. Mobil itu kini sudah terbakar dengan kobaran api menyala-nyala. Aku tak bisa menunggu, aku segera menyalakan sepeda motorku.
"Mau ke mana, sobat?"
Aku terkesiap untuk kedua kalinya. Menoleh ke samping dengan kejut bukan main, Jan sahabatku berdiri dengan keadaan sehat wal afiat. Tersenyum penuh gaya. Ia hanya sedikit membersihkan debu di jaket kulitnya. Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin?
"Sudah, wajahmu itu biasa saja! Ayo antar aku pulang!" Dengan santai pria jangkung itu menaiki sepeda motorku.
Aku masih tertegun dengan wajah tak percaya. Kawanku ini memang selalu membuat aku takjub. Banyak sekali aksi mengagumkan yang ia lakukan. Dan tak pernah sekalipun tidak membuatku penasaran.
"Jika kau benar-benar ingin tahu," ucap Jan akhirnya. "Aku mengaktifkan mode kemudi otomatis tadi. Kemudian aku melompat keluar mobil di sekitar sini. Sisanya aku mengirim perintah agar kendaraan itu hilang arah dan terbalik. Lantas terbakar. Dan orang-orang itu akan mengira aku sudah mati terpanggang di sana."
"Kau melompat keluar dari mobil berkelajuan tinggi?"
"Ya, aku pernah mempelajari beberapa teknik ninja," kelakarnya. "Kau saja tidak sadar, padahal aku mendarat beberapa meter di belakangmu. Apalagi mereka yang dalam kelajuan tinggi dan sibuk menembaki mobil."
"Baiklah, baiklah. Kau mau kuantar ke mana?" Aku mulai menyalakan lagi sepeda motorku dan mulai meluncur. Melaju ke depan beberapa meter, kemudian memutar balik.
"Pulang tentu saja," jawab Jan.
"Iya aku tahu, pulang ke mana? Ke rumahmu atau ke apartemen, atau ke ..."
"Rumah!" potong Jan.
Aku tak menjawab lagi. Kami saling diam selama beberapa menit. Sampai akhirnya aku membuka lagi pembicaraan.
"Jan," ucapku. "Jadi, kau benar-benar sengaja membakar mobil itu begitu saja?"
"Ya!" jawabnya setengah tertawa.
"Kau tahu itu tindakan mubadzir, 'kan? Sangat disayangkan sekali, sobat!" ucapku.
"Astaga, Ren! Kau ini berlebihan. Kau tahu, aku masih punya sembilan unit mobil seperti itu, dan belasan tipe lainnya." Sahabatku bertutur dengan pongahnya. Salah satu impian masa kecilnya dulu adalah menjadi orang kaya. Mengoleksi mobil super mewah seperti sekarang ini, sudah direncanakannya sejak kecil. Dan ia sukses membuatnya nyata.
"Mentang-mentang hartamu selangit, berlagak sudah seperti sultan!" celetukku.
"Kau juga kaya selangit, sobatku yang bijak!" balas Jan. "Tapi aku tak mengerti mengapa kendaraanmu hanya satu motor ini saja, satu ini saja sejak setahun yang lalu. Padahal dengan seluruh kekayaanmu, kau bisa membeli belasan unit mobil mewah keluaran Jerman. Tapi satu pun tak ada."
"Untuk apa kendaraanku berpuluh-puluh, aku tak akan bisa mengemudikannya sekaligus!"
"Ya, setidaknya kau tak sulit mengurus pembelian mobil baru jika mobilmu tiba-tiba meledak seperti tadi," ucap Jan.
"Haha, aku tidak sepertimu, Jan!"
Jan tertawa.
Hampir pukul sepuluh, kami sampai di kompleks rumah berdesain elit dan megah di kota. Tempat rumah kediaman Jan. Aku berhenti tepat di halamannya yang luas.
"Terima kasih, tumpangannya, sobat!" ucap Jan sambil turun dari sepeda motor.
"Ya, ongkosnya jangan lupa!" candaku.
"Ya ampun, sobat, apakah dengan sahabat sendiri kau mau meminta ongkos?" tanyanya seakan serius menanggapi.
"Ya ampun juga, sobat!" balasku. "Apakah orang kaya yang baru saja membiarkan mobil mewahnya yang seharga miliaran rupiah terbakar begitu saja tidak mampu membayar ongkos ojek?"
Jan dan aku akhirnya tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, Jan. Aku akan pulang!" ucapku kemudian.
"Tunggu dulu, sobat!" ucap sahabatku. "Tidakkah kau mau mampir dulu di kediamanku? Aku yakin kau belum makan malam!"
Aku batal menyalakan mesin sepeda motor. Aku berpikir sejenak. Benar juga, aku belum makan malam. Tidak ada salahnya aku mampir sebentar.
"Baiklah, boleh juga." Aku memarkirkan sepeda motor. Lalu menyusul sahabatku masuk ke dalam rumah mewah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Pasikah CwElosbes
tulisan y rapi
2020-09-20
1
Mediana IG_Mdpianie
Baca juga "Menukar Luka dengan Cinta" kasih like rate vote 🤗
2020-07-31
1