Akhir Dari Perpisahan
Di sekolahan, setiap pelepasan murid akhir kelulusan, diadakannya acara perpisahan. Semua murid tengah menikmati hari terakhirnya untuk bertemu bersama teman-temannya.
Anin namanya, gadis cantik yang dijuluki perempuan masa depan oleh teman-temannya tengah duduk sendirian. Entah dari mana sebutan nama itu, Anin menerimanya dengan senang hati dan tidak menjadikannya sombong atau marah dan juga kesal. Tidak hanya itu saja, Anin juga menjadi anak kebanggaan Ibunya, dan rupanya juga menjadi murid kebanggaan di sekolahannya. Murid yang berprestasi dan juga menjadi anak mandiri, serta pengabdiannya kepada orang tua begitu baik.
Anin duduk di sudut bawah tenda dengan teman yang lainnya, meski tidak begitu akrab, tetap saja sikap ramahnya tidak lepas dari sosok Anin. Sambil duduk santai, Anin menunggu teman akrabnya sambil menunggu acara pelepasan murid segera dimulai.
"Anin."
Suara yang cukup kedengaran keras, Anin langsung menoleh ke sumber suara, rupanya temannya sendiri yang memanggilnya.
"Nilam, kamu, ada apa?" tanya Anin sambil menggoyangkan kedua kakinya dengan posisi duduk.
"Dinda sama Ayun, mana?"
Bukannya menjawab, Nilam balik bertanya.
"Aku tidak tahu, Nil. Mungkin aja mereka berdua belum berangkat, soalnya dari tadi aku tidak melihatnya." Jawab Anin sambil memperhatikan teman-teman yang lainnya.
"Terus, Andika sama Elang, sama Burnan, mana? nggak kelihatan juga mereka bertiga."
Selain tidak mendapati ketiga teman laki-lakinya, Nilam kembali menanyakannya.
"Tau ah, dari tadi aku tidak melihat mereka semua. Mungkin aja belum pada berangkat, memangnya kenapa sih? kelihatannya penting banget gitu."
"Ya tidak ada apa-apa, aneh aja. Biasanya mereka semuanya tuh, paling aktif. Nih, tumben-tumbennya belum berangkat."
"Mungkin aja lagi di perjalanan, atau nggak, sengaja berangkatnya agak kesiangan."
Sambil menunggu yang lainnya, Nilam ikut duduk disebelah Anin.
"Bisa jadi sih, Nin. Oh ya, selesai sekolah, kamu mau kemana? kerja atau lanjut kuliah."
"Aku tidak tahu, Nil. Aku bingung, kuliah juga butuh dana yang cukup besar. Meski hanya mengandalkan kuliah gratis, tetap aja butuh pemasukan untuk beli ini dan itu." Jawab Amin dengan lesu.
"Lah kan, ibu kamu punya kebon, Nin. Bisalah kalau hanya untuk tambahan, kamu murid yang berprestasi, pasti bisa mendapatkan pekerjaan. Kamu bisa kerja di toko pak Nudin, gajinya lumayan loh. Bisa ambil jam kerja kapan saja." Ucap Nilam memberi saran untuk sahabatnya.
"Nanti deh Nil, aku pikir pikir dulu. Soalnya aku juga belum bicarakan sama ibu aku." Jawab Anin, lalu menghembuskan napasnya dengan kasar.
"DER!"
"Elang! ngagetin aja deh kamu ini. Andika, mana? Burnan, juga." Dengan reflek, Nilam dan Anin sama kagetnya karena ulah temannya.
Elang langsung duduk didekat Nilam.
"Andika belum berangkat, katanya lagi nyuci motor, tadi. Kalau Burnan, biasalah itu anak, masih di rumah Andika, nebeng, nebeng dianya." Jawab Elang, kemudian melihat ke arah Anin yang sedang melamun.
"Anin. Ngelamun aja, kamu ini. Mikirin Andika, ya? ngaku."
Anin masih diam dan tidak menjawabnya.
"Anin."
"Ya, aku dengar kok. Aku cuman ngantuk aja, semalam aku kecapean mengemasi pesanan."
"Aku kira kamu marah denganku, jangan dong. Eh Ayun sama Dinda, mana? nggak kelihatan itu anak. Biasanya bikin gaduh, tumben sepi."
"Tau, kita berdua juga dari tadi menunggu mereka berdua. Mungkin saja sedang kena macet di jalanan." Jawab Nilam.
"Ya juga ya, kita pindah tempat duduk aja yuk. Disini panas kalau agak kesiangan loh, gerah nanti." Ucap Elang dan mengajaknya untuk pindah tempat duduk.
Anin dan Nilam, akhirnya mengikuti ajakan dari temannya, Elang.
Saat semua murid sudah duduk berjejer di tempat duduknya masing-masing, tak lama kemudian teman-temannya pada datang.
Sesuai formasinya masing-masing, Andika duduk disebelah Anin, selaku pacarnya. Semua murid sudah mengetahuinya, jika Andika telah menjalin hubungan asmara dengan Anin, karena kecantikannya, kepintarannya, dan juga kemandiriannya.
Acara pun segera dimulai, sambutan demi sambutan telah di dengarkan oleh semua yang hadir di acara pelepasan kelulusan.
Tak terasa, semakin lamanya waktu yang dilewati, rupanya acaranya pun akan segera berakhir.
"Anin." Panggil Andika dengan lirih, tak ingin mengganggu yang lain.
Anin yang merasa namanya terpanggil, ia menoleh ke samping.
"Ya, ada apa?" jawab Anin dan bertanya.
"Bagaimana menurutmu tentang perpisahan hari ini?" tanya Andika sambil mengatur pernapasannya.
"Sangat berkesan, karena hari ini adalah hari terakhir kita berkumpul seperti ini. Tentu saja, bakal menjadi kerinduan setelah meninggalkan sekolahan ini. Tawa, canda, sedih, senang, dan lainnya, semua akan dirindukan." Jawab Anin tanpa menatap wajah Andika, kekasihnya.
"Apakah aku termasuk yang akan kamu rindukan?" tanya Andika.
Anin langsung menoleh pada Andika, kemudian ia tersenyum.
"Tentu saja, siapa lagi."
"Woi! berduaan aja, geser." Ucap Burnan mengagetkan.
"Reseh Lu, gangguin aja. Noh, masih ada tempat duduk untuk kamu. Buat tidur juga bisa tuh, sana pergi aja." Jawab Andika sambil menunjuk ke arah bangku kosong yang berjejer.
"Ada yang datang menjemputmu, Bro. Mobil mewah dari kota, ayah kamu." Bisik Burnan di dekat telinga Andika.
Andika langsung menoleh pada Burnan, seperti tidak percaya dengan apa yang ia dengar lewat indra pendengarannya.
"Kamu serius?" tanya Andika sedikit ragu dan juga ada rasa cemas.
"Ya, Bro. Aku serius, memangnya kamu tidak ada janji dengan ayah kamu?" jawabnya dan kembali bertanya.
"Ada sih, aku kira nanti malam." Jawab Andika sambil berekspresi sedih.
"Ada apa, Dik? sepertinya kamu gelisah." Tanya Anin saat melihat pacarnya seperti tidak tenang pikirannya.
"Ikut aku sekarang juga, ayo."
Bukannya menjawab, Andika langsung meraih tangan milik Anin dan mengajaknya untuk ikut dengannya.
Burnan yang sudah mendapatkan kode dari Andika, mengikutinya dari belakang.
"Kamu mau mengajakku, kemana? ada apa sebenarnya?" tanya Anin sambil mengikuti langkah kaki pacarnya.
"Nanti kamu akan mengetahuinya, ikut saja denganku." Jawab Andika dan berhenti sejenak.
"Bur, dimana ayahku?" tanya Andika yang belum melihat keberadaan sang ayah.
"Disini, anakku." Sahut seseorang yang tidak jauh jaraknya dengan Andika.
Saat itu juga, Andika menoleh ke sumber suara. Dilihatnya sang ayah yang terlihat masih muda dan berdiri tegak, hanya seorang diri.
"Papa." Panggil Andika sambil menatap lurus pada sang ayah.
Beliau langsung mendekati putranya yang tengah menggandeng tangan kekasihnya, Anin.
"Hari ini, Papa mau menjemputmu. Tadi, Papa sudah meminta izin kepada salah satu dewan guru untuk dimintai izin mengajak kamu pergi ke kota." Ucap sang ayah berterus-terang dihadapan putranya.
"Tapi, Pa. Apa tidak ada hari lain, setidaknya aku masih diberi kesempatan untuk kumpul bersama teman-teman." Jawab Andika masih dengan menggandeng tangan kekasihnya, yakni Anin.
Saat itu juga, Anin benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya dan juga dengan apa yang di dengarkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Sokhibah El-Jannata
aku hadir...wkwkkw
2022-06-23
0
Saras Wati
aku favoritin dlu ya ka,nanti pst dbaca..
alhamdulillah ga nyasar🤭
2022-06-07
1