NovelToon NovelToon

Akhir Dari Perpisahan

Perpisahan

Di sekolahan, setiap pelepasan murid akhir kelulusan, diadakannya acara perpisahan. Semua murid tengah menikmati hari terakhirnya untuk bertemu bersama teman-temannya.

Anin namanya, gadis cantik yang dijuluki perempuan masa depan oleh teman-temannya tengah duduk sendirian. Entah dari mana sebutan nama itu, Anin menerimanya dengan senang hati dan tidak menjadikannya sombong atau marah dan juga kesal. Tidak hanya itu saja, Anin juga menjadi anak kebanggaan Ibunya, dan rupanya juga menjadi murid kebanggaan di sekolahannya. Murid yang berprestasi dan juga menjadi anak mandiri, serta pengabdiannya kepada orang tua begitu baik.

Anin duduk di sudut bawah tenda dengan teman yang lainnya, meski tidak begitu akrab, tetap saja sikap ramahnya tidak lepas dari sosok Anin. Sambil duduk santai, Anin menunggu teman akrabnya sambil menunggu acara pelepasan murid segera dimulai.

"Anin."

Suara yang cukup kedengaran keras, Anin langsung menoleh ke sumber suara, rupanya temannya sendiri yang memanggilnya.

"Nilam, kamu, ada apa?" tanya Anin sambil menggoyangkan kedua kakinya dengan posisi duduk.

"Dinda sama Ayun, mana?"

Bukannya menjawab, Nilam balik bertanya.

"Aku tidak tahu, Nil. Mungkin aja mereka berdua belum berangkat, soalnya dari tadi aku tidak melihatnya." Jawab Anin sambil memperhatikan teman-teman yang lainnya.

"Terus, Andika sama Elang, sama Burnan, mana? nggak kelihatan juga mereka bertiga."

Selain tidak mendapati ketiga teman laki-lakinya, Nilam kembali menanyakannya.

"Tau ah, dari tadi aku tidak melihat mereka semua. Mungkin aja belum pada berangkat, memangnya kenapa sih? kelihatannya penting banget gitu."

"Ya tidak ada apa-apa, aneh aja. Biasanya mereka semuanya tuh, paling aktif. Nih, tumben-tumbennya belum berangkat."

"Mungkin aja lagi di perjalanan, atau nggak, sengaja berangkatnya agak kesiangan."

Sambil menunggu yang lainnya, Nilam ikut duduk disebelah Anin.

"Bisa jadi sih, Nin. Oh ya, selesai sekolah, kamu mau kemana? kerja atau lanjut kuliah."

"Aku tidak tahu, Nil. Aku bingung, kuliah juga butuh dana yang cukup besar. Meski hanya mengandalkan kuliah gratis, tetap aja butuh pemasukan untuk beli ini dan itu." Jawab Amin dengan lesu.

"Lah kan, ibu kamu punya kebon, Nin. Bisalah kalau hanya untuk tambahan, kamu murid yang berprestasi, pasti bisa mendapatkan pekerjaan. Kamu bisa kerja di toko pak Nudin, gajinya lumayan loh. Bisa ambil jam kerja kapan saja." Ucap Nilam memberi saran untuk sahabatnya.

"Nanti deh Nil, aku pikir pikir dulu. Soalnya aku juga belum bicarakan sama ibu aku." Jawab Anin, lalu menghembuskan napasnya dengan kasar.

"DER!"

"Elang! ngagetin aja deh kamu ini. Andika, mana? Burnan, juga." Dengan reflek, Nilam dan Anin sama kagetnya karena ulah temannya.

Elang langsung duduk didekat Nilam.

"Andika belum berangkat, katanya lagi nyuci motor, tadi. Kalau Burnan, biasalah itu anak, masih di rumah Andika, nebeng, nebeng dianya." Jawab Elang, kemudian melihat ke arah Anin yang sedang melamun.

"Anin. Ngelamun aja, kamu ini. Mikirin Andika, ya? ngaku."

Anin masih diam dan tidak menjawabnya.

"Anin."

"Ya, aku dengar kok. Aku cuman ngantuk aja, semalam aku kecapean mengemasi pesanan."

"Aku kira kamu marah denganku, jangan dong. Eh Ayun sama Dinda, mana? nggak kelihatan itu anak. Biasanya bikin gaduh, tumben sepi."

"Tau, kita berdua juga dari tadi menunggu mereka berdua. Mungkin saja sedang kena macet di jalanan." Jawab Nilam.

"Ya juga ya, kita pindah tempat duduk aja yuk. Disini panas kalau agak kesiangan loh, gerah nanti." Ucap Elang dan mengajaknya untuk pindah tempat duduk.

Anin dan Nilam, akhirnya mengikuti ajakan dari temannya, Elang.

Saat semua murid sudah duduk berjejer di tempat duduknya masing-masing, tak lama kemudian teman-temannya pada datang.

Sesuai formasinya masing-masing, Andika duduk disebelah Anin, selaku pacarnya. Semua murid sudah mengetahuinya, jika Andika telah menjalin hubungan asmara dengan Anin, karena kecantikannya, kepintarannya, dan juga kemandiriannya.

Acara pun segera dimulai, sambutan demi sambutan telah di dengarkan oleh semua yang hadir di acara pelepasan kelulusan.

Tak terasa, semakin lamanya waktu yang dilewati, rupanya acaranya pun akan segera berakhir.

"Anin." Panggil Andika dengan lirih, tak ingin mengganggu yang lain.

Anin yang merasa namanya terpanggil, ia menoleh ke samping.

"Ya, ada apa?" jawab Anin dan bertanya.

"Bagaimana menurutmu tentang perpisahan hari ini?" tanya Andika sambil mengatur pernapasannya.

"Sangat berkesan, karena hari ini adalah hari terakhir kita berkumpul seperti ini. Tentu saja, bakal menjadi kerinduan setelah meninggalkan sekolahan ini. Tawa, canda, sedih, senang, dan lainnya, semua akan dirindukan." Jawab Anin tanpa menatap wajah Andika, kekasihnya.

"Apakah aku termasuk yang akan kamu rindukan?" tanya Andika.

Anin langsung menoleh pada Andika, kemudian ia tersenyum.

"Tentu saja, siapa lagi."

"Woi! berduaan aja, geser." Ucap Burnan mengagetkan.

"Reseh Lu, gangguin aja. Noh, masih ada tempat duduk untuk kamu. Buat tidur juga bisa tuh, sana pergi aja." Jawab Andika sambil menunjuk ke arah bangku kosong yang berjejer.

"Ada yang datang menjemputmu, Bro. Mobil mewah dari kota, ayah kamu." Bisik Burnan di dekat telinga Andika.

Andika langsung menoleh pada Burnan, seperti tidak percaya dengan apa yang ia dengar lewat indra pendengarannya.

"Kamu serius?" tanya Andika sedikit ragu dan juga ada rasa cemas.

"Ya, Bro. Aku serius, memangnya kamu tidak ada janji dengan ayah kamu?" jawabnya dan kembali bertanya.

"Ada sih, aku kira nanti malam." Jawab Andika sambil berekspresi sedih.

"Ada apa, Dik? sepertinya kamu gelisah." Tanya Anin saat melihat pacarnya seperti tidak tenang pikirannya.

"Ikut aku sekarang juga, ayo."

Bukannya menjawab, Andika langsung meraih tangan milik Anin dan mengajaknya untuk ikut dengannya.

Burnan yang sudah mendapatkan kode dari Andika, mengikutinya dari belakang.

"Kamu mau mengajakku, kemana? ada apa sebenarnya?" tanya Anin sambil mengikuti langkah kaki pacarnya.

"Nanti kamu akan mengetahuinya, ikut saja denganku." Jawab Andika dan berhenti sejenak.

"Bur, dimana ayahku?" tanya Andika yang belum melihat keberadaan sang ayah.

"Disini, anakku." Sahut seseorang yang tidak jauh jaraknya dengan Andika.

Saat itu juga, Andika menoleh ke sumber suara. Dilihatnya sang ayah yang terlihat masih muda dan berdiri tegak, hanya seorang diri.

"Papa." Panggil Andika sambil menatap lurus pada sang ayah.

Beliau langsung mendekati putranya yang tengah menggandeng tangan kekasihnya, Anin.

"Hari ini, Papa mau menjemputmu. Tadi, Papa sudah meminta izin kepada salah satu dewan guru untuk dimintai izin mengajak kamu pergi ke kota." Ucap sang ayah berterus-terang dihadapan putranya.

"Tapi, Pa. Apa tidak ada hari lain, setidaknya aku masih diberi kesempatan untuk kumpul bersama teman-teman." Jawab Andika masih dengan menggandeng tangan kekasihnya, yakni Anin.

Saat itu juga, Anin benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya dan juga dengan apa yang di dengarkannya.

Pamit pergi

'Apa! jadi, Andika mau ikut ayahnya? yang benar saja. Terus, aku dan Andika berpisah? tidak, ini tidak boleh terjadi. Tapi, aku ini siapa? saudara juga bukan.' Batin Anin merasa dilema.

"Sudah selesai acaranya, 'kan?" tanya sang ayah.

"Sebentar lagi selesai, tapi aku masih ada janji dengan teman-temanku, Pa. Hari ini, aku ada janji untuk merayakan hari kelulusan kamu. Jadi, aku mohon jangan paksa untuk berangkat sekarang juga." Jawab Andika penuh harap.

"Tidak bisa, Papa sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk menunggu kamu. Lagi pula, kamu masih ada waktu untuk kembali ke kampung ini." Ucap sang ayah yang tidak bisa untuk diajak negoisasi dengan putranya.

Andika langsung menoleh pada Anin, terasa berat jika dirinya harus meninggalkannya. Hari-hari selalu dilewati bersama, meski dengan rumah yang berbeda.

Tapi kini, tidak hanya perpisahan di sekolahan saja, melainkan harus berpisah dengan tempat tinggal yang sangat jauh dan tidak tahu entah dimana.

"Pa, izinkan aku untuk berpamitan dengan teman-temanku." Pinta Andika memohon pada ayahnya.

"Jangan lama-lama, waktu kita hanya sebentar." Jawab sang ayah yang hanya memberinya waktu yang tidak boleh lama.

"Ya, Pa." Kata Andika dan menarik tangan kekasihnya untuk mencari tempat yang pas untuk berpamitan.

Di bawah pohon beringin yang cukup besar, Anin dan Andika tengah berduaan dibalik pohon besar. Bukan untuk berci*nta, melainkan untuk berpamitan sebelum berangkat ke kota.

Sedangkan teman-teman yang lainnya, hanya bisa saling berbisik satu sama lain. Tentu saja, semuanya ikut bersedih karena harus berpisah dengan salah satu temannya.

Tidak hanya itu saja, ikut bersedih saat melihat sahabatnya harus berpisah dengan seseorang yang dicintainya.

"Kasihan Anin, ya. Aku jadi nggak tega melihatnya, sedih banget nasibnya." Ucap Dinda yang ikut merasakan sedih saat melihat sahabatnya berpisah dengan orang yang dicintainya.

Begitu juga dengan Nilam dan Ayun, maupun kedua teman laki-lakinya ikut bersedih ketika melihat sebuah perpisahan yang terasa sangat menyedihkan.

Anin yang masih tertunduk di depan Andika, air matanya pun lolos begitu saja. Sama sekali tak berani untuk menatap wajah milik kekasihnya.

Andika meraih tangannya, seakan berat untuk meninggalkan perempuan yang teramat ia cintai dan juga sayangi. Bertahun-tahun berteman dan mengungkapkan perasaannya, dan kini harus berpisah dengan jarak yang begitu jauh nan di sana.

Ingin menolak ajakan dari orang tuanya, Andika masih menginginkan kesuksesan. Masih panjang masa depannya, dan juga cita-citanya yang harus diwujudkan.

"Anin, aku minta maaf, jika aku harus pergi meninggalkan kamu. Jujur, ini sangat berat untukku. Tapi, aku masih mempunyai cita-cita untuk menjadi sukses. Tentunya, untuk membahagiakan kamu nantinya. Kamu tidak keberatan, 'kan? jika aku harus mengejar impianku. Kapan lagi, kalau bukan sekarang ini. Aku janji, setiap setahun sekali akan pulang." Ucap Andika terasa berat untuk mengungkapkannya.

Anin menelan ludah susah payah, dalam dadanya terasa panas melebihi orang dahaga. Anin tak tau harus menjawabnya, meski sebenarnya sangat berat untuk melepaskan kepergian kekasihnya itu.

"Apakah ucapan kamu ini bisa aku pegang?" tanya Anin dengan tatapan sayu.

"Bisa, aku janji untuk tidak meninggalkan kamu demi perempuan lain. Aku berjanji, aku akan selalu setia denganmu. Percayalah denganku, aku pasti kembali untukmu." Jawab Andika meyakinkan, Anin mengangguk.

"Baiklah, aku menerima keputusan dari kamu. Aku doakan, semoga kamu sukses kedepannya." Ucap Anin, Andika berusaha untuk tersenyum.

"Terima kasih banyak, kamu sudah mengizinkan aku untuk ikut bersama ayahku. Aku berjanji akan kembali, membawa cinta dan kesuksesan untuk kamu. Setelah sukses nanti, aku akan segera melamar kamu." Kata Andika meyakinkan.

Kemudian, memeluk Anin dengan erat. Begitu berat rasanya jika harus berpisah, sangat menyakitkan.

Setelah merasa cukup untuk menjadikan kenangan terakhirnya bertemu, Andika melepaskan pelukannya.

"Kalau begitu, aku pamit. Jaga diri kamu baik-baik, dan juga kesehatan kamu harus diperhatikan. Sampainya di kota, aku akan segera menghubungi kamu." Ucap Andika berpamitan sebelum pergi.

Namun sebelumya, Andika mendekati teman-temannya untuk berpamitan sebelum berangkat ke kota.

"Burnan, Elang, Ayun, Nilam, Dinda, aku pamit. Maafkan aku, jika selama menjadi teman kalian, aku banyak kesalahan dan pernah menyakiti hati kalian semua, aku benar-benar meminta maaf." Ucap Andika di hadapan teman-temannya.

Burnan maju satu langkah.

"Aku juga Bro, mau minta maaf sama kamu jika selama ini aku selalu merepotkan kamu dan juga sering bikin kamu kesel." Jawab Burnan dan memeluk Andika tanda persahabatan, dan langsung melepaskannya kembali.

"Kamu benar-benar yakin mau ikut ayah kamu di kota?" tanya Burnan untuk meyakinkan.

Andika mengangguk.

"Benar, Bur, aku serius dan akan ikut ayahku ke kota. Tujuanku dari awal yaitu, untuk mengejar cita-citaku untuk menjadi sukses." Jawab Andika, Burnan tersenyum mendengarnya.

"Aku doakan, semoga impian kamu untuk menjadi sukses, benar-benar terkabulkan. Ingat, kalau sudah sukses, jangan lupakan kita-kita ini." Ucap Burnan, lalu Andika kembali memeluknya sebentar dan menepuk punggungnya, pertanda saling menyemangati satu sama lain.

"Pastinya, aku tidak akan lupa dengan kalian semua, termasuk Anin, kekasihku." Jawab Andika dengan senyumnya yang lebar.

"Ya dong, Bro. Kamu tidak boleh lupa dengan kita-kita kalau kamu sudah sukses nantinya. Apalagi kalau sampai lupa dengan Anin, nasibmu bakal terancam sama kita semua." Ucap Elang ikut menimpali, dan tak lupa memberi pesan untuk Andika agar tidak lupa diri ketika menjadi orang sukses, pikirnya.

"Tentu saja, aku tidak akan pernah melupakan kalian semua, janji." Kata Andika meyakinkan semua temannya.

"Gitu dong, kita ini teman berasa bersaudara. Jadi, jangan ada diantara kita yang menjadi sombong. Kalau sampai ada yang sombong, kita akan buat jera, bagaimana?"

Timpal Ayun ikut bicara, dan juga tak lupa memberi sebuah pesan peringatan.

"Ya, ya, ya deh. Aku janji, siap juga untuk menerima hukuman dari kalian semua, termasuk pacarku sendiri yang akan memberiku hukuman." Jawab Andika.

"Awas ya Ndik, kalau sampai kamu kecewakan sahabatku si Anin, kita bakal serang kamu nanti." Ucap Nilam yang juga ikutan memberi peringatan untuk Andika, agar selalu ingat saat hendak melakukan kesalahan, pikirnya.

"Pokoknya aku ngikut yang lain, yang jelas bagi yang sombong diantara kita, bakal kita usut sampai ke akar-akarnya, bila perlu kita cabut akarnya." Timpal Dinda yang juga ikut berkomentar dan memberi peringatan seperti yang lainnya.

"Ya, deh, ya. Kalau begitu, aku pamit. Terima kasih dengan pesan-pesan kecil dari kalian semua, aku janji akan kembali untuk kalian semua, termasuk untuk kekasihku tercinta." Ucap Andika dengan janjinya.

Merasa kehilangan

Setelah berpamitan dengan teman-teman yang lainnya, Andika kembali mendekati pacarnya.

"Anin, aku berangkat, ya. Jaga diri kamu dengan baik, sampai bertemu lagi diwaktu yang kita janjikan. Ini, ada gelang milikku, kamu bisa memakainya, bisa juga menyimpannya. Dijaga kesehatan kamu, aku pamit." Ucap Andika berpamitan untuk yang terakhir kalinya.

"Aku akan menyimpannya, biar tidak rusak. Hati-hati diperjalanan, semoga selamat sampai tujuan. Oh ya, jangan lupa untuk memberi kabar. Aku doakan, semoga kamu sukses sesuai yang kamu harapkan." Jawab Anin, Andika tersenyum dan melambaikan tangannya pada Anin.

Sama halnya dengan yang lain, ikut melambaikan tangan tanda perpisahan di akhir pertemuan. Berat rasanya bagi Anin, tetapi dirinya tak memiliki pilihan lain selain menerima sebuah perpisahan dengan lelaki yang disukainya itu, yakni Andika.

Anin masih berdiri mematung sambil melihat Andika hingga bayangannya tak terlihat lagi, menghilang seperti jauh dari harapan.

Ayun, Dinda, dan Nilam, mereka bertiga langsung mendekati Anin dan memeluknya.

"Andika pasti kembali kok, Nin. Kamu yang sabar ya, semua akan baik-baik saja." Ucap Ayun dan dan juga yang lainnya sama-sama memberi semangat untuk sahabatnya, Anin.

"Ya, Nin. Semua ini untuk kesuksesan Andika, ntar juga buat kamu. Dan kamu tenang aja, kalau sampai Andika ingkar janji, kita-kita akan menghajarnya." Timpal Burnan ikut berkomentar.

Ayun dan kedua temannya, langsung melepaskan pelukannya.

"Benar, Nin, kamu tidak sendirian jika Andika sampai menyakiti kamu." Ucap Dinda ikut bicara.

"Ya, Nin. Kamu tenang aja, masih ada kita-kita yang akan menjadi benteng kamu." Ucap Elang ikut menimpali.

"Ya sudah kalau gitu, kita kembali kumpul bersama yang lain yuk. Nanti kita tidak tahu kalau ada pengumuman loh, yuk ah kesana." Ajak Nilam yang terasa gerah karena terik matahari.

"Oh ya ya, acaranya belum selesai. Sampai lupa akunya, yuk Nin, kita ke sana." Jawab Ayun dan mengajak Anin untuk kembali ke tempat semula.

Saat semua duduk berjejer tanpa Andika, tidak terasa acara segera di tutup. Semua murid mendapatkan pemberitahuan mengenai pendaftaran kuliah gratis untuk bagi yang berprestasi.

Semangat yang membara, seakan menjadikan Anin hilang semangatnya.

"Nin, semangat dong. Dengerin tuh, ada biaya gratis untuk anak yang berprestasi. Kamu bisa kuliah dan menggapai cita-citamu." Ucap Nilam sambil mengusap punggungnya.

"Ya Nin, semangat dong. Kamu bisa kuliah gratis dan mengejar cita-citamu, empat tahun tidak lama lah... ya 'kan?" timpal Dinda.

Anin mengangguk dan menoleh ke samping kanan dan kiri secara bergantian, lalu tersenyum.

"Terima kasih banyak ya, Nil, Yun, Din, kalian sahabatku yang selalu ada buatku. Bahkan, kalian semua selalu menyemangati aku, termasuk Burnan dan Elang." Jawab Anin dan merangkul ketiga teman perempuannya.

Karena waktu acara sudah selesai, Anin dan yang lainnya segera pulang ke rumahnya masing-masing.

"Nanti malam beneran nih ya, kita makan-makan di tempat biasa." Ucap Elang untuk memastikan.

"Yoi, pastinya. Meski nggak ada Andika, kita tetap makan-makan. Kita harus rayakan keberhasilan Anin juga dong, murid berprestasi. Bangga kita, punya teman jago di segala bidang." Sahut Burnan sambil berjalan beriringan dengan yang lainnya.

"Jam berapa emangnya? jangan malam-malam ya, pulangnya. Aku takut kena marah sama ibuku, masih ada tugas yang aku kerjakan." Tanya Anin yang teringat akan tugas pekerjaannya setiap malam, yakni mengemasi barang dagangan ibunya.

"Tenang aja, jam sepuluh malam, kita sudah pulang kok. Tidak lama-lama, kasihan kamu-nya. Tapi tenang aja, kita bakal bantuin kamu. Nanti sebelum berangkat, kita izin dulu seperti biasa untuk bantu bantu di rumah kamu. Lagian, besok kita sudah libur sekolahnya ya kan." Jawab Elang, Anin mengangguk dan mengiyakan.

"Yun, kamu bawa motor, 'kan?" tanya Nilam pada Ayun."

"Ya, tadi aku boncengan sama Dinda, kenapa emangnya?" jawab Ayun dan balik bertanya.

"Tidak apa-apa, aku bisa pulang bareng Burnan kalau gitu, dan Elang bisa bonceng Anin. Jadi, diantara kita tidak ada yang jalan kaki." Ucap Nilam, semua menyetujuinya.

Karena rumahnya yang tidak berdekatan meski satu desa, tetap menjalin persahabatan yang cukup dekat.

Dengan kecepatan sedang, Elang mengendarai motornya.

"Nin, kita mampir ke warung dulu yuk, aku haus nih." Ajak Elang sambil mengusap tenggorokannya yang terasa dahaga.

"Boleh, tapi jangan lama-lama ya." Jawab Anin sedikit mengeraskan suaranya agar dapat didengar oleh Elang.

"Baiklah, kita mampir ke warung yang seperti kita datangi." Ucap Elang dan membelokkan setang motornya.

Sampainya di depan warung, Anin turun dari motor dan juga Elang. Kemudian, keduanya masuk ke dalam warung.

"Cie ... Elang, bawa cewek nih. Cantik juga pacar kamu, Lang."

"Apa-apaan sih, dia ini temanku, dan bukan pacarku. Ngarang aja, kamu-nya Wil."

"Pacar juga tidak apa-apa kok, kalian berdua cocok loh." Ucapnya.

"Reseh Lu, minggir sana, kita berdua mau duduk." Jawab Elang sambil menyuruh Wildan untuk menggeser tempat duduknya.

"Nin, ayo duduk. Aku pesan dulu minumannya, kamu tunggu dulu disini." Ucap Elang pada Anin.

"Ya, Lang." Jawab Anin, Elang segera memesan minimum nya serta makanan yang bisa dijadikan untuk mengganjal perut.

Setelah memesan, Elang kembali duduk bersama Anin.

"Mbaknya pacarnya Elang ya, beruntung loh Mbak dapat Elang. Percaya deh, dia anaknya sangat baik dan juga tampan. Ah pokoknya nggak bakal nyesel, bakal dijadikan ratu oleh tuh anak. Meski masih bau kencur, bercanda." Kata Wildan sedikit berbisik di dekat Anin, takutnya akan ketahuan sama yang dibicarakan.

"Ngapain kamu ngajak temanku ngobrol, dilarang naksir." Ucap Elang memergoki, Wildan langsung bangkit dari posisi duduknya.

"Tenang aja, aku nggak bakalan naksir sama pacar kamu. Udah ah, aku mau pulang. Jaga baik-baik pacar kamu Bro, entar Lu nyesel." Jawab Wildan yang sok tahu, Elang hanya menepuk punggungnya berulang-ulang.

Kemudian, Elang duduk di sebelah Anin.

"Jangan di tanggapi omongannya Wildan, emang begitu anaknya. Oh ya, kita makan mie ayam dulu ya, tadi aku udah pesankan untuk mengganjal perut kita." Ucap Elang, Anin langsung menoleh.

"Tapi Lang, aku ..."

"Tenang aja, aku yang traktir. Kamu cukup menikmatinya, ok."

Tidak lama kemudian, pesanannya telah datang.

"Lang, makasih banget ya. Maafkan aku yang selalu merepotkan kamu." Ucap Anin merasa tidak enak hati, yang selalu mendapatkan traktiran dari Elang selain dari pacarnya sendiri, yakni Andika.

"Sudah ah, ayo kita makan, ntar keburu dingin, tidak enak loh." Ucap Elang sambil menuangkan saos, sambel, dan juga kecapnya.

Setelah itu, dilanjut untuk menikmati mie ayamnya tanpa ada yang bersuara diantara keduanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!