Dalam perjalanan, Anin masih diam dan tidak bersuara sama sekali sampainya di halaman kampus.
"Nin, mau aku temanin sampai dalam atau tidak?" tanya Elang sambil memarkirkan motornya.
"Temani nggak, ya? kalau kamu tidak keberatan juga tidak masalah. Tapi, kalau kamu merasa keberatan, tunggu aja di kantin itu. Takutnya nanti kamu kecapean, ntar malam kan, kamu berangkat." Jawab Anin sambil merapikan penampilannya.
"Tidak masalah, lagian juga naik mobil. Aku temani kamu aja deh kalau begitu, nggak nyaman nunggu kamu di kantin. Mendingan juga ikut kamu, sambil lihat-lihat." Kata Elang sambil mengantongi kunci motornya.
"Kebiasaan kamu, sukanya lihat-lihat cewek cantik. Giliran disuruh nyari pacar aja, kamu-nya ogah. Ya udahlah kalau kamu mau ikut aku, ayo." Jawab Anin dan mengajak Elang ikut dengannya.
"Nin, kamu serius mau kuliah disini?" tanya Elang disela-sela berjalan kaki.
"Ya serius lah, Lang. Kamu itu aneh, namanya juga sudah menjadi tujuan, masa ya harus pindah. Hanya disini yang ada kuliah gratis, aku kan bukan dari keluarga orag mampu. Tentu saja, hanya bisa mengandalkan gratisan." Jawab Anin dengan tawa kecilnya.
"Gratisan juga tidak masalah, yang penting juaranya." Ucap Elang sambil berjalan beriringan.
"Anin," panggil seseorang yang terlihat lewat kejauhan sambil berjalan mendekati.
"Ayun, Dinda, kalian daftar di sini juga?"
"Ya, kita daftar di sini. Kalian berdua juga mau daftar di sini, 'kan?" jawab Ayun dan balik bertanya.
Anin dan Elang saling menatap satu sama lainnya.
"Tidak, beda tempat." Jawab Elang mendahului.
"Kemana?" tanya Dinda penasaran.
"Jauh, nanti malam aku berangkat dan akan meninggalkan kampung. Jadi, sekalian pamitan dengan kalian. Jika selama ini aku ada salah dengan kalian, aku minta maaf. Mungkin, hari ini pertemuan kita terakhir. Aku doakan, semoga kalian sukses bersama dan kita dapat bertemu lagi seperti sebelumnya. Ada Andika, Burnan, Ayun, Nilam, Anin, dan kamu Dinda." Jawab Elang yang akhirnya berpamitan langsung dengan teman-teman dekatnya.
"Apa! kamu mau pergi? seriusan? kok mendadak begini sih, Lang."
"Nilam, ya mendadak. Sebenarnya sudah kemarin-kemarin, sebelumnya Andika pergi, tapi aku meminta waktu tepat dan pas. Hari inilah waktu yang menurutku sangat tepat untuk berpamitan dengan kalian semua."
"Yah! tinggal Burnan, dong. Memangnya kamu mau pergi kemana sih, Lang?" tanya Nilam ingin tahu.
"Aku mau ikut kedua orang tuaku, di Kota. Tapi tak semewah Andika, yang kaya raya." Jawab Elang, Nilam mengangguk tanda mengerti.
"Nggak seru dong, nanti. Satu persatu pada pergi, sepi pastinya. Jangan-jangan Burnan juga ikutan kabur, awas aja itu anak." Ucap Nilam merasa kehilangan teman-temannya.
"Ya, si Burnan juga mau Pamannya katanya sih. Tapi kurang tahu juga akunya, coba nanti kamu hubungi itu anak." Jawab Elang.
"Nah! kan, ujung-ujungnya pada kabur sendiri-sendiri. Tinggal kita berempat jadinya, semoga aja tidak ada yang berubah." Kata Nilam dengan raut wajah yang sedih.
"Sudah dong, jangan sedih gitu. Buruan daftar, ntar keburu di tutup loh." Ucap Elang setengah mengusir.
"Ya, ya, ya, Bos." Jawab ketiganya serempak, tapi tidak untuk Anin yang memilih untuk diam.
"Lang, temani aku foto copy yuk. Tadi aku lupa, mau ya? ini kan, hari terakhir kita bertemu." Ucap Dinda penuh harap, sedangkan Anin dan kedua temannya sudah jalan lebih dulu.
Elang yang tidak enak untuk menolak, mau tidak mau, akhirnya menuruti permintaan dari Dinda.
"Ya udah deh, ayuk." Ajak Elang pada Dinda.
Dengan semangat, Dinda langsung menggandeng tangan Elang, bak seperti pacarnya sendiri.
Elang yang merasa risih, ingin segera menghindar dari sikap Dinda yang membuatnya terasa malu.
Sedangkan Anin, tengah sibuk mempersiapkan berkasnya untuk pendaftaran.
"Nin," panggil Ayun.
"Ya, Yun, ada apa?" sahut Anin yang tengah sibuk dengan persyaratan untuk mendaftar.
"Elang beneran mau pindah tempat, ya?" tanya Ayun untuk memastikan.
Anin menoleh.
"Ya, memangnya ada apa? kamu naksir juga ya, sama Elang? hayo ngaku." Jawab Anin dan kini balik bertanya setengah menggoda.
"Hem, ya nggak lah. Justru aku itu mau berkomentar, antara kamu dan Elang."
"Kenapa denganku? Elang, juga. Kamu ini, mau mendadak jadi para normal kah? dah ah, ayo kita siap-siap. Siapa tahu aja kita beruntung dengan kuliah gratis." Kata Anin yang malas untuk membahas sebuah hubungan dan juga tebak menebak.
"Elang sepertinya suka sama kamu deh, Nin." Ucap Ayun dengan berani.
"Yun." Panggil Nilam dengan mengkode.
"Diam, kamu ah." Jawab Ayun berbisik didekat telinga Nilam.
"Kamu tuh ngada-ngada aja deh Yun, Elang itu terbawa suasana untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Tentu saja terlihat tidak bersemangat, kalian ini jangan ngomong sembarangan. Elang sendiri yang bicara, masih ingin mengejar cita-citanya, fokus dengan masa depan." Kata Anin membenarkan, takut akan ada kesalahpahaman.
"Sudah ah, jangan dilanjutin. Nanti yang ada kita berantem, ayo kita ke sana. Waktu kita tidak banyak, lebih cepat itu lebih baik." Timpal Nilam ikut bicara.
Anin dan Ayun mengangguk dan mengiyakan atas ajakan dari Nilam.
Sedangkan Dinda, masih ditemani Elang. Keduanya berjalan beriringan, dan kini tepat dibawah pohon beringin yang lumayan cukup besar. Kemudian, Dinda menghentikan langkah kakinya Elang.
"Lang, aku boleh bertanya sesuatu tidak?" tanya Dinda menatap wajah Elang dengan berani dan juga tanpa rasa malu.
"Ada apa, Din?" tanya Elang datar tak berekspresi apapun, biasa-biasa saja.
"Aku suka sama kamu, Lang. Mau kan, kamu menjadi pacarku? aku benar-benar serius jatuh cinta denganmu." Ucap Dinda dengan berani untuk berterus terang, tak peduli dengan rasa malunya itu.
Elang yang mendengar pengakuan dari Dinda, mencoba menarik napasnya panjang dan membuangnya pelan.
"Maaf, Din, aku tidak bisa." Jawab Elang dengan singkat.
"Kenapa, Lang? kamu sudah punya pacar?" tanya Dinda penasaran.
"Tidak, aku tidak punya pacar." Jawab Elang berterus terang.
"Bohong. Pasti ada perempuan yang kamu sukai, 'kan? kelihatan banget dari sikap kamu akhir-akhir ini." Tuduh Dinda yang mulai emosi.
"Kamu kenapa sih Din? mau ada atau tidaknya, itu hak pribadiku. Lagi pula, perjalanan hidup kita tuh masih panjang. Jadi, gunakan waktu kita itu sebaik mungkin. Sudahlah, jangan bahas yang tidak penting, kita tetap berteman." Jawab Elang.
"Kamu suka kan, sama Anin? ngaku aja."
"Sudahlah Din, tidak perlu kita berdebat. Maaf, yang pasti aku tidak bisa menerima kamu untuk jadi pacarku. Ayo aku antar kamu sampai ke dalam bersama Anin dan Ayun maupun Nilam." Ucap Elang yang malas untuk menjawab pertanyaan dari Dinda, yang menurutnya tidak penting, pikirnya.
'Benar kan, Elang itu diam-diam menyukai Anin. Tetapi karena kalah cepatnya Andika, Elang hanya memendamnya.' Batin Dinda sambil menerka-nerka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments