Acara makan-makan bersama teman yang lainnya telah selesai.
"Lang, aku naik motor sama kamu, ya." Ucap Dinda dengan terang-terangan di hadapan teman yang lainnya, termasuk Anin.
"Tapi Din,"
"Tidak apa-apa, aku bisa ikut Ayun." Sambar Anin yang langsung menyahut.
"Tapi Nin, aku sudah diberi pesan oleh ibu kamu. Berangkat denganku, pulang juga harus denganku." Ucap Elang yang tidak lupa dengan pesan dari ibu Ami.
"Kita kan, mau bantuin Anin mengemasi barang, gimana sih?" timpal Nilam yang tiba-tiba ingat untuk membantu tugas Anin yang selalu membantu ibunya.
"Tidak usah, Nil. Soalnya semua sudah dikerjakan oleh adikku, si Didit. Jadi, kita pulang langsung ke rumah masing-masing. Aku ikut kamu tidak apa-apa kan, Yun? nanti aku ganti deh uang bensinnya." Jawab Anin ada rasa tidak enak hati, yang selalu menumpang.
"Din, kamu gimana sih, Elang dan Anin kan satu arah. Sedangkan kamu dan aku bersebelahan rumahnya, masa ya harus tukeran." Ucap Ayun yang sedikit kesal dengan sikap Dinda yang mulai menunjukkan kecemburuannya.
"Tidak apa-apa kok, aku bisa telpon adikku untuk menjemput aku. Kalian kalau mau pulang, juga tidak apa-apa. Lagi pula, warung ini aman dan tidak ada yang ditakutkan." Timpal Anin yang langsung merogoh ponselnya dalam tas.
"Nin, jangan. Kamu tetap pulang bersamaku, tidak ada alasan apapun. Dan kamu Din, kamu bisa naik motor bareng Ayun." Ucap Elang yang tetap dengan keputusannya.
"Ya sih Din, kamu itu aneh. Kita ini mau pulang, bukan untuk jalan-jalan. Masa ya, kita seperti kurang kerjaan aja." Timpal Burnan ikut berkomentar.
"Ya kan ini perpisahan, kapan lagi aku bisa dibonceng Elang, coba. Anin kan tiap harinya bisa bertemu dengan Elang, secara rumahnya tidak begitu kejauhan." Kata Dinda dibuat cemberut.
"Hem, kek apa aja kamu-nya. Sudah ah, ayo kita pulang. Jangan sampai nih ya, persahabatan kita itu hancur karena hal sepele." Ucap Nilam ikut berkomentar.
"Ya, ya ya ya ya." Jawabnya dengan dongkol.
Anin yang tidak ingin urus urusannya bertambah panjang, hanya bisa diam dan segera naik ke motor bersama Elang.
Dinda yang melihatnya hanya bisa menahan kecemburuannya.
"Lang, aku tidak enak nih sama Dinda. Kalau dia marah dan membenciku, bagaimana? kamu sih, tinggal bonceng aja apa susahnya sih. Aku kan bisa minta jemput si Didit, dan nggak bikin masalah seperti ini." Ucap Anin dalam perjalanan.
Meski tidak bicara dengan suara yang keras, Elang dapat mendengarnya, lantaran ia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.
"Sudahlah, kamu tidak perlu berpikir aneh-aneh. Lagi pula itu anak memang begitu, kek anak kecil, kalau tidak dituruti bakal marah dan juga kesal. Biarin aja, entar kalau capek juga berhenti sendiri marahnya." Jawab Elang sambil menyetir setang motornya.
"Sepertinya Dinda itu beneran suka sama kamu deh, Lang. Kelihatan dari ekspresi dan juga cara bicaranya. Bahkan dari tadi itu, Dinda pinginnya deket terus sama kamu." Ucap Anin yang akhirnya membuka topik pembicaraan.
Saat itu juga, Elang langsung menghentikan motornya dan menepi dipinggiran jalan. Kemudian, ia menoleh ke belakang.
"Aku tidak peduli, mau siapapun itu perempuan, karena aku tidak akan mudah untuk jatuh cinta ke sembarangan orang. Nomor satu itu cita-cita dan masa depan, nanti kalau kita sudah sukses, cinta itu akan datang sendiri." Ucap Elang, kemudian kembali melanjutkan perjalanan pulang.
"Ya sih, maaf." Jawab Anin dan membuang napasnya dengan kasar ke sembarangan arah.
Tidak lama kemudian, Elang dan Anin telah sampai di depan rumah Ibu Ami.
"Lang, makasih ya, sudah mau antar aku sampai rumah. Maafkan aku yang sudah banyak merepotkan kamu, semoga kebaikan kamu dibalas dengan kebaikan juga." Ucap Anin yang baru saja turun dari motor.
"Kek apa aja kamu ini, udah ah aku pulang. Besok lagi kalau ada waktu aku main ke rumah kamu." Jawab Elang, Anin mengiyakan di barengi anggukan.
"Eh Nak Elang, sudah pulang toh. Ayo masuk dulu, nanti ibu buatkan kopi. Masih jam setengah sepuluh loh, masih ada waktu untuk main." Ucap Ibu Ami mengagetkan.
"Tidak usah repot-repot kok, Bu. Elang mau langsung pulang aja, lain waktu nanti Elang main tempat Ibu lagi. Sudah malam, takutnya Kakek dan Nenek jadi cemas." Jawab Elang berusaha menolak ajakan Ibu Ami.
"Ooh ya udah kalau gitu, makasih banyak ya, sudah mau jemput dan mengantarkan Anin pulang. Maafkan Ibu yang suka membuatmu kerepotan, salam buat nenek dan kakek." Ucap Ibu Ami tak lupa berpesan padanya.
"Ya, Bu, nanti akan saya sampaikan salamnya. Ya sudah ya Bu, Elang pamit pulang." Jawab Elang dan segera pulang.
Selanjutnya, Anin segera masuk ke rumah bersama Ibunya.
"Nin," panggil ibunya sesudah menutup pintunya.
Anin meletakkan tasnya di sebelah lemari, yakni gantungan tas.
"Ya, Bu." Sahut Anin sambil mengambil ponselnya yang ada di dalam tas bawaannya tadi. Kemudian ia berjalan mendekati ibunya.
"Duduk, Nak. ada sesuatu yang ingin Ibu bicarakan sama kamu, ini sangat penting."
Anin langsung duduk di hadapan ibunya.
"Kapan kamu akan mendaftarkan diri untuk melanjutkan kuliah, Nak?" tanya ibu Ami dengan tatapan serius.
"Anin belum tahu, Bu. Yang Anin tahu sih, sepertinya belum ada pemberitahuan mengenai pendaftaran. Mungkin satu minggu lagi, atau nggak beberapa hari ini, Bu." Jawab Anin tidak bersemangat.
"Kamu tidak perlu memikirkan biaya, Ibu sudah menyiapkannya untuk biaya kuliah kamu sejauh jauh hari. Jadi, kamu cukup rajin belajar dan giatkan belajarnya lebih giat lagi, agar kamu bisa menjadi orang yang dibutuhkan dan berhasil menggapai kesuksesan." Ucap Ibu Ami yang tak lupa memberi nasehat kecil kepada putrinya, walaupun itu mengingatkan untuk rajin belajar.
"Tapi Bu, untuk keseharian kita, bagaimana? ada Didit juga yang harus diperhatikan. Anin tidak kuliah juga tidak apa-apa kok, Bu. Anin bisa mencari pekerjaan untuk mencukupi keseharian kita. Jikalau ada sisa tabungan, nanti Anin melanjutkan kuliahnya." Jawab Anin yang merasa keberatan untuk melanjutkan kuliahnya.
"Tidak begitu, Nak. Pokoknya tidak ada penolakan apapun dari kamu, dan kamu akan tetap kuliah. Untuk soal biaya, bisa dicari nanti. Yang terpenting, Ibu sudah ada persiapan untuk kamu." Ucap Ibu Ami meyakinkan putrinya.
Anin yang tidak bisa menolak permintaan dari ibunya. Mau tidak mau, Anin memilih untuk menurutinya.
"Maafkan Anin ya, Bu, sudah banyak merepotkan Ibu." Kata Anin merasa berat untuk menerimanya.
"Kamu tidak perlu meminta maaf, kamu tidak bersalah ataupun merepotkan. Justru, Ibu akan senang dan bangga, jika kamu mau melanjutkan kuliah." Ucap Ibu Ami, lalu meraih tangan putrinya.
"Kamu harus sukses dan berhasil menggapai impian kamu, ya." Sambungnya.
Anin mengangguk, dan bangkit dari posisi duduknya. Kemudian, ia pindah disebelah ibunya. Dengan perasaan haru, Anin langsung memeluk ibunya dengan menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Heri-Wibowo
gapai cita citamu anin.
2022-06-10
2