Tidak ingin membuat Dinda cemburu, Anin pindah dari tempat duduknya yang tadinya disebelah Elang, kini menempati tempat duduknya Dinda.
Elang yang tidak ingin ada kesalahpahaman, tidak pedulikan Anin yang berpindah tempat duduknya.
Sedangkan Ayun dan Nilam merasa aneh ketika melihat Anin yang tiba-tiba duduk disebelahnya.
Tidak ingin menjadi bara api dan gaduh, tak ada yang berkomentar apapun pada Anin, termasuk Dinda yang baru saja datang.
Merasa ada kesempatan tanpa berpikir terlebih dahulu, Dinda langsung duduk disebelahnya Elang.
'Akhirnya aku bisa duduk di sebelah Elang, benar-benar nasib baikku. Rupanya Anin pindah dari tempat duduknya, pasti takut ada yang melaporkan jika dirinya dekat dengan Elang.' Batin Dinda yang merasa hoki, lantaran bisa dekat dengan Elang.
Meski terbilang anak biasa-biasa saja, Elang tak kalah tampannya dengan Andika. Hanya saja, Elang tak suka memikirkan penampilan. Sedangkan Andika, penampilan adalah nomor satu untuk mengikat hati perempuan.
Tapi bukan berarti, Andika suka ganti-ganti perempuan, sama sekali tidak. Sudah begitu lamanya, Anin dan Dika berteman sejak kecil. Berbeda dengan Elang, mengenalinya dimulai saat penerimaan murid baru di SMP.
Hitungan, Anin dan Elang berteman sekitar enam tahun lamanya.
Elang yang merasa tidak nyaman saat duduk di dekat Dinda, ingin rasanya tukaran tempat duduknya dengan Burnan. Tapi, niatnya diurungkan. Takut, jika sikapnya akan dinilai buruk di hadapan teman-temannya.
Mau tidak mau, Elang tetap duduk bersebelahan dengan Dinda. Tidak lama kemudian, beberapa pelayan tengah mengantarkan pesanan yang dipesan oleh Ayun sebelumya.
"Makan makan makan ... kita lupakan dulu obrolannya, sekarang lebih baik dilanjutkan dulu makan bersamanya, ok."
"Ok deh, asiap." Sahut Burnan sambil menggeser beberapa menu yang tersaji di atas meja.
"Wah ... ada kepiting sama udang dan juga cumi-cumi nih, mantap dah." Ucap Nilam saat melihat seafood yang tersaji di atas meja.
"Awas loh, kolestrol naik drastis. Sini, biar aku aja yang menghabiskan ini seafood-nya." Jawab Burnan.
"Enak aja, aku juga mau." Kata Elang yang juga tidak mau kalah.
"Tunggu tunggu tunggu, mendingan buat aku aja. Nanti kalau kalian kolesterol naik, bahaya." Kata Nilam ikut menimpali.
"Sudah dong, kapan makannya kalau berebutan kek gini, coba. Nanti yang ada kita kelaparan, ayo makan." Ucap Ayun ikut bicara.
"Ya deh, ya." Jawab ke empat temannya dengan serempak.
Tak ingin makanannya menjadi dingin, semua menikmatinya dengan kebersamaan. Anin yang sedari tadi melamun, terasa hambar untuk menikmatinya.
Elang yang sedari tadi memperhatikan Anin yang tengah melamun, hanya bisa diam dan membiarkannya.
"Aw!" pekik Dinda sambil mengibaskan tangannya berulang-ulang saat ingin makan udangnya.
"Coba aku lihat," ucap Elang sambil meraih tangan milik Dinda dan memeriksanya.
Sesekali Elang melirik ke arah Anin yang juga kebetulan menoleh kearah Dinda yang telihat meniup jari jemarinya, dan tatapannya Elang dapat ditangkap oleh Burnan dan Nilam. Begitu juga dengan Dinda, dirinya dapat melihat tatapan Elang mengarah pada seseorang.
Saat itu juga, Elang maupun Anin kembali ke posisi semula.
'Ada apa dengan Elang? kenapa menatapku seperti itu. Tidak, aku tidak boleh berprasangka yang tidak tidak.' Batin Anin yang langsung fokus dengan makanannya.
"Masih sakit?" tanya Elang kembali.
"Ya, lumayan sakit." Jawab Dinda beralasan.
"Hati-hati kalau makan udang, ataupun juga kepiting." Ucap Elang mengingatkan.
"Kamu bisa nggak, bantuin aku kupas udangnya." Pinta Dinda tanpa malu-malu.
"Boleh, sini aku bantuin." Jawab Elang dan membantu untuk mengupas kulit udangnya, setelah itu ia melanjutkan dengan porsi makanannya.
Sedangkan Anin sendiri sama sekali tidak menoleh ke sisi kanan dan kiri. Dengan fokus, Anin menikmati makanannya.
Dinda yang berhasil mendekati Elang, hatinya terasa berbunga-bunga saat mendapatkan kesempatan emas.
"Serius amat sih kalian semua, entar cepet tua loh. Yuk ah, kita seru-seruan. Bentar lagi kita bakal sibuk dengan tujuan kita loh." Ucap Nilam membuka suara yang ia dapati hanya saling diam tanpa berucap.
Saat itu juga, ponsel milik Anin tengah membuyarkan lamunannya sendiri.
"Cie ... ayang Andika keknya nih.. asik. Ada yang menyemangati, senyum dong ah." Ledek Ayun saat mendengar suara panggilan telpon milik Anin, sahabatnya.
Elang langsung menoleh ke arah Anin, dan menghabiskan minumannya hingga tandas sampai tak tersisa satu tetes pun.
"Lang, kita ke sana yuk, cari angin. Tuh lihat, Anin sedang menerima telpon dari Andika, tidak enak kalau jadi pendengarnya." Ajak Dinda untuk mencari kesempatan lagi.
"Biarin aja, aku pingin gangguin Anin." Jawab Elang dan langsung bangkit dari posisi duduknya.
"Minggir, Yun, geser dikit napa." usir Elang pada Ayun yang tengah duduk di sebelah Anin.
"Aku tidak mau, aku juga pingin lihat rumahnya Andika tuh seperti apa. Aku dengar sih, orang tuanya tuh tajir. Makanya, aku pingin lihat dan membuktikannya langsung." Ucap Ayun yang juga penasaran dengan keluarga Andika.
Elang yang terasa kesempitan ketika berada ditengah-tengah ketiga teman perempuannya, memilih pindah ke tempat duduknya yang semula.
"Nah, gitu dong. Kita-kita tidak terganggu, nanti gantian ngobrolnya.
Setelah itu, Anin mulai saling sapa dengan kekasihnya. Keduanya nampak terlihat bahagia dan tidak ada lagi beban.
Anin yang dapat melihat pacarnya walau hanya lewat layar ponselnya, kerinduannya dapat terobati walau hanya sebentar.
"Wah ... itu beneran didalam kamarmu kah Ndik?" tanya Nilam lewat sambungan telpon.
Andika mengangguk dan menjawabnya dengan jujur.
"Buset dah, bagus banget kamar kamu loh Ndik. Kapan ya, aku bisa punya kamar kek punyamu itu. Nin, kamu beruntung banget dapetin Andika. Aku juga pingin dapetin cowok kek pacar kamu loh Nin, semoga aja nanti ada pangeran yang kecantol denganku." Ucap Nilam yang tidak henti-hentinya memuji Andika dan juga Anin sebagai kekasihnya.
"Mimpi, kamu Nil. Bangun, bangun, bangun, tidurmu itu terlalu miring, jadi sulit untuk sadarkan diri." Kata Burnan ikut bicara, dan tak lupa untuk meledek.
"Ah brisik kamu ini, Burn. Sana minggir, aku mau duduk di tempat dudukku." Usir Nilam saat mendapati Burnan menempati tempat duduknya.
Dinda yang kebetulan ada belakang dan juga bisa melihat Andika, hatinya juga terbakar api cemburu saat melihat keberuntungan Anin yang selalu didekati cowok-cowok, pikirnya.
Karena tidak ingin persahabatannya hancur, Dinda langsung menepis pikirannya itu.
"Loh, kok udahan sih Nin. Cepet amat kamu ngobrolnya, padahal kita belum seru-seruan loh." Kata Dinda saat mengetahui Anin telah memutuskan sambungan telponnya.
"Katanya mau ada acara di rumahnya, jadi tidak bisa untuk lama-lama menelpon." Jawab Anin sambil memasukkan kembali ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments