Waktu sudah berlalu, hari-hari Anin dan Didit adiknya, masih seperti biasa. Keduanya menyibukkan diri dengan tugasnya masing-masing.
Tidak terasa, waktu yang sudah dinantikan sekian lamanya, telah datang menghampiri Anin.
"Kak Anin, sudah siap berangkat, belum?" panggil Didit sambil mengelap helmnya.
"Bentar lagi, Dit." Sahut Anin dalam kamar yang sedang sibuk dengan dandanannya.
Tidak lama kemudian, Anin keluar dari kamarnya dengan penampilannya yang sangat sederhana.
'Kasihan sekali Kak Anin, dihari bahagianya hanya mengenakan pakaian biasa.' Batin Didit yang merasa sedih saat melihat penampilan kakaknya yang jauh dari kata mewah.
"Kak, bentar ya. Aku mau ambil dompetku dulu, tadi lupa mau masukin kedalam tas." Ucap Didit.
"Kebiasaan kamu, ujungnya kita kena tilang seperti kebiasaan kamu karena lupa membawa dompet." Tegur Anin yang selalu mendapati adik laki-lakinya yang lebih sering lupa untuk membawa dompetnya.
"Habisnya aku tidak terbiasa bawa dompet, enakan juga bawa uangnya langsung masuk kantong. Maklum, belum jadi orang sukses." Kata Didit sambil nyengir atas dirinya yang sering kelupaan.
"Ya sudah cepetan ambil dompetmu, jangan dibiasakan." Ucap Anin mengingatkan, Didit segera mengambil dompetnya.
"Semoga saja, ini uang cukup untuk merubah Kak Anin menjadi cantik. Aku harus membuktikan, bahwa aku bisa membuat Kak Anin lebih cantik lagi." Gumamnya saat membuka dompetnya.
"Dit, cepetan dong. Nanti Kakak terlambat, tau." Panggil Anin yang merasa khawatir dan takut terlambat.
"Tenang aja Kak, waktunya masih lama. Untuk pergi ke salon juga masih bisa." Jawab Didit sambil menutup pintu kamarnya.
"Ya sih, tapi kan, Kakak tidak ingin berangkat paling akhir." Ucap Anin dengan lesu, karena dirinya menyadari akan penampilannya yang jauh dari kata mewah.
Melalui idenya, Anin lebih memilih untuk berangkat lebih awal, agar penampilannya tidak menjadi sorotan orang-orang maupun teman-teman kuliahnya.
Meski ada tabungan untuk membelanjakan kebutuhan untuk wisuda, Anin lebih mementingkan kebutuhan sehari-harinya.
Walaupun Didit sudah bisa mencari penghasilan, Anin tetap saja tidak ingin menghamburkan uang yang di dapat maupun yang lainnya. Hemat adalah kunci utama bagi Anin untuk sukses.
Didit yang mendengar ucapan dari kakaknha yang kelihatan tidak bersemangat, langsung menggandeng tangannya.
"Ayo Kak, kita berangkat. Nanti telat, tapi aku lebih suka Kak Anin terlambat datangnya." Ucap Didit dengan senyumnya, Anin langsung menjewer telinga milik adiknya.
"Jangan ulangi lagi." Jawab Anin sambil menjewer telinga adiknya.
"Aw! sakit tau, Kak. Ya deh, ya. Aku tidak akan membuat Kak Anin terlambat, serius." Ucap Didit dengan menunjukkan tanda dua jari pada kedua tangannya.
Anin langsung melepaskan tangannya dan bergegas keluar dari rumah. Kemudian, kakak-beradik segera berangkat.
Dalam perjalanan menuju kampus, Anin dan Didit tidak ada satupun yang bicara, keduanya sama diamnya.
"Dit, kamu salah jalan ya? kamu mau kemana sih?" tanya Anin setelah menepuk punggung adiknya.
"Entar Kak Anin juga bakal tahu sendiri, udah ah nurut aja sama aku. Ini suprise buat Kakak, jangan komentar lagi kalau belum sampai." Jawab Didit sambil menyetir setang motornya.
"Awas ya, kalau kamu mau mengerjai Kakak?"
"Tenang aja, justru ini kejutan untuk Kak Anin. Sudah deh, percaya aja sama aku." Kata Didit, dan membelokkan setang motornya.
Anin semakin bingung dibuatnya.
"Dit, mau ngapain di salon sih? Kakak sudah mau terlambat nih. Ayo kita putar balik, bisa kena omel nanti." Ucap Anin yang belum mengerti dengan maksud dari adiknya.
"Ayo Kak, kita turun. Kakak harus tampil cantik di acara wisuda Kakak, jangan menolak. Kakak tidak perlu pusing untuk ongkos salonnya. Pokoknya Kak Anin cuma nurut aja, titik." Ucap Didit yang tetap memaksa kakaknya untuk menuruti permintaannya.
"Tapi, Dit, Kakak tidak bisa. Pakaian yang Kakak kenakan ini juga sudah bagus, dan tidak perlu ke salon." Jawab Anin yang tetap bersikukuh untuk menolak.
Didit yang tidak ingin berdebat, dirinya langsung menggendong Kakaknya sampai didalam.
"Dit, turunin Kakak. Kamu jangan membuat Kakak malu, ayo cepat turunin." Perintah Anin yang terasa malu ketika di gendong adiknya masuk ke dalam salon.
Sampainya di dalam, Didit langsung menurunkan kakaknya di kursi.
"Tolong di rubah penampilan Kakakku secantik mungkin, jangan lama-lama." Ucap Didit sesuai permintaannya sendiri.
"Dit, Kakak tidak mau." Ucap Anin yang terus menolak.
"Kakak tinggal diam aja susah amat, sudahlah Kak, nurut aja. Tidak lama kok, sebentar aja juga selesai. Pokoknya aku ingin melihat Kakak berubah menjadi cantik, tidak lusuh seperti ini. Masa ya, punya adik tampan dan bisa bekerja, tidak bisa membuat kakaknya cantik." Kata Didit, Anin hanya menghembuskan napasnya dengan kasar.
Karena tidak mempunyai pilihan lain, mau tidak mau, Anin hanya bisa pasrah dengan adiknya.
"Kak, aku tunggu diluar ya." Ucap Didit berpamitan, karena tidak ingin mengganggu kakaknya yang sedang dirubah penampilannya.
"Ya, jangan pergi loh. Awas pokoknya, kalau yang ngantar nanti orang lain. Kamu bakal dapat hukuman dari Kakak." Sahut Anin.
"Ya, Kak, tenang aja." Kata Didit dan bergegas keluar.
"Cie ... nganter cewek apa, Dit?" ledek seseorang yang kebetulan baru saja datang.
"Cewek dari mana, Pul. Aku nganter Kakakku, soalnya hari ini wisuda. Jadi, aku harus merubah Kakakku menjadi cantik dong. Memangnya kamu, punya pacar aja di anggurin." Jawab Didit.
"Aku udah putus, Dit. Makanya aku mau merubah penampilanku biar tambah menggoda kaum perempuan." Katanya dengan percaya diri.
Didit yang mendengarnya hanya tertawa kecil.
"Ah reseh Lu, dukung atau apa kek."
"Ya deh, ya, Pulung. Aku dukung kamu, dan aku do'ain agar cepat dapat cewek baru lagi." Kata Didit.
"Nah, gitu dong. Oh ya, kamu gak potong rambut? udah gondrong tuh rambutmu."
"Biarin aja, tidak punya pacar ini." Jawab Didit dengan santai.
"Makanya buruan cari pacar, Dit. Perasaan kuliah juga sudah mau selesai, masih jomblo aja kamu ini." Ledek Pulung, Didit hanya tertawa kecil mendengarnya.
"Sabar dulu lah, Pul. Aku mau nyelesain dulu kuliahku, dan habis itu aku mau cari pekerjaan." Jawab Didit sesuai misinya sebelum menjatuhkan pilihannya kepada perempuan.
"Sabarnya jangan kelamaan, Dit. Entar keburu karatan loh."
"Hem, emang besi, pakai karatan segala. Ah sudahlah, bisa-bisa otakku ikutan kotor gara-gara kamu. Sudah sana, kalau mau merubah wajahmu menjadi tampan." Kata Didit dan langsung mengusir temannya.
"Ya sih, Dit, ya."
Pulung langsung pergi saat Didit mengusirnya, dan kini kembali sendirian menunggu sang kakak.
Tidak memakan waktu yang lama, akhirnya sang kakak keluar juga dari ruangan.
Didit yang melihat sang Kakak berjalan mendekatinya, benar-benar diluar dugaan. Bahkan, dirinya sampai tidak percaya jika kakaknya sangat cantik.
"Andai saja ada perempuan seperti Kak Anin, aku akan langsung melamarnya. Sudah baik, pintar, dan cantik." Gumam Didit sambil memperhatikan sang kakak yang tengah berjalan dengan penampilannya yang sangat cantik dan anggun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Heri-Wibowo
kotak wasiat ibunya apa ya?
2022-06-10
0