'Apa! jadi, Andika mau ikut ayahnya? yang benar saja. Terus, aku dan Andika berpisah? tidak, ini tidak boleh terjadi. Tapi, aku ini siapa? saudara juga bukan.' Batin Anin merasa dilema.
"Sudah selesai acaranya, 'kan?" tanya sang ayah.
"Sebentar lagi selesai, tapi aku masih ada janji dengan teman-temanku, Pa. Hari ini, aku ada janji untuk merayakan hari kelulusan kamu. Jadi, aku mohon jangan paksa untuk berangkat sekarang juga." Jawab Andika penuh harap.
"Tidak bisa, Papa sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk menunggu kamu. Lagi pula, kamu masih ada waktu untuk kembali ke kampung ini." Ucap sang ayah yang tidak bisa untuk diajak negoisasi dengan putranya.
Andika langsung menoleh pada Anin, terasa berat jika dirinya harus meninggalkannya. Hari-hari selalu dilewati bersama, meski dengan rumah yang berbeda.
Tapi kini, tidak hanya perpisahan di sekolahan saja, melainkan harus berpisah dengan tempat tinggal yang sangat jauh dan tidak tahu entah dimana.
"Pa, izinkan aku untuk berpamitan dengan teman-temanku." Pinta Andika memohon pada ayahnya.
"Jangan lama-lama, waktu kita hanya sebentar." Jawab sang ayah yang hanya memberinya waktu yang tidak boleh lama.
"Ya, Pa." Kata Andika dan menarik tangan kekasihnya untuk mencari tempat yang pas untuk berpamitan.
Di bawah pohon beringin yang cukup besar, Anin dan Andika tengah berduaan dibalik pohon besar. Bukan untuk berci*nta, melainkan untuk berpamitan sebelum berangkat ke kota.
Sedangkan teman-teman yang lainnya, hanya bisa saling berbisik satu sama lain. Tentu saja, semuanya ikut bersedih karena harus berpisah dengan salah satu temannya.
Tidak hanya itu saja, ikut bersedih saat melihat sahabatnya harus berpisah dengan seseorang yang dicintainya.
"Kasihan Anin, ya. Aku jadi nggak tega melihatnya, sedih banget nasibnya." Ucap Dinda yang ikut merasakan sedih saat melihat sahabatnya berpisah dengan orang yang dicintainya.
Begitu juga dengan Nilam dan Ayun, maupun kedua teman laki-lakinya ikut bersedih ketika melihat sebuah perpisahan yang terasa sangat menyedihkan.
Anin yang masih tertunduk di depan Andika, air matanya pun lolos begitu saja. Sama sekali tak berani untuk menatap wajah milik kekasihnya.
Andika meraih tangannya, seakan berat untuk meninggalkan perempuan yang teramat ia cintai dan juga sayangi. Bertahun-tahun berteman dan mengungkapkan perasaannya, dan kini harus berpisah dengan jarak yang begitu jauh nan di sana.
Ingin menolak ajakan dari orang tuanya, Andika masih menginginkan kesuksesan. Masih panjang masa depannya, dan juga cita-citanya yang harus diwujudkan.
"Anin, aku minta maaf, jika aku harus pergi meninggalkan kamu. Jujur, ini sangat berat untukku. Tapi, aku masih mempunyai cita-cita untuk menjadi sukses. Tentunya, untuk membahagiakan kamu nantinya. Kamu tidak keberatan, 'kan? jika aku harus mengejar impianku. Kapan lagi, kalau bukan sekarang ini. Aku janji, setiap setahun sekali akan pulang." Ucap Andika terasa berat untuk mengungkapkannya.
Anin menelan ludah susah payah, dalam dadanya terasa panas melebihi orang dahaga. Anin tak tau harus menjawabnya, meski sebenarnya sangat berat untuk melepaskan kepergian kekasihnya itu.
"Apakah ucapan kamu ini bisa aku pegang?" tanya Anin dengan tatapan sayu.
"Bisa, aku janji untuk tidak meninggalkan kamu demi perempuan lain. Aku berjanji, aku akan selalu setia denganmu. Percayalah denganku, aku pasti kembali untukmu." Jawab Andika meyakinkan, Anin mengangguk.
"Baiklah, aku menerima keputusan dari kamu. Aku doakan, semoga kamu sukses kedepannya." Ucap Anin, Andika berusaha untuk tersenyum.
"Terima kasih banyak, kamu sudah mengizinkan aku untuk ikut bersama ayahku. Aku berjanji akan kembali, membawa cinta dan kesuksesan untuk kamu. Setelah sukses nanti, aku akan segera melamar kamu." Kata Andika meyakinkan.
Kemudian, memeluk Anin dengan erat. Begitu berat rasanya jika harus berpisah, sangat menyakitkan.
Setelah merasa cukup untuk menjadikan kenangan terakhirnya bertemu, Andika melepaskan pelukannya.
"Kalau begitu, aku pamit. Jaga diri kamu baik-baik, dan juga kesehatan kamu harus diperhatikan. Sampainya di kota, aku akan segera menghubungi kamu." Ucap Andika berpamitan sebelum pergi.
Namun sebelumya, Andika mendekati teman-temannya untuk berpamitan sebelum berangkat ke kota.
"Burnan, Elang, Ayun, Nilam, Dinda, aku pamit. Maafkan aku, jika selama menjadi teman kalian, aku banyak kesalahan dan pernah menyakiti hati kalian semua, aku benar-benar meminta maaf." Ucap Andika di hadapan teman-temannya.
Burnan maju satu langkah.
"Aku juga Bro, mau minta maaf sama kamu jika selama ini aku selalu merepotkan kamu dan juga sering bikin kamu kesel." Jawab Burnan dan memeluk Andika tanda persahabatan, dan langsung melepaskannya kembali.
"Kamu benar-benar yakin mau ikut ayah kamu di kota?" tanya Burnan untuk meyakinkan.
Andika mengangguk.
"Benar, Bur, aku serius dan akan ikut ayahku ke kota. Tujuanku dari awal yaitu, untuk mengejar cita-citaku untuk menjadi sukses." Jawab Andika, Burnan tersenyum mendengarnya.
"Aku doakan, semoga impian kamu untuk menjadi sukses, benar-benar terkabulkan. Ingat, kalau sudah sukses, jangan lupakan kita-kita ini." Ucap Burnan, lalu Andika kembali memeluknya sebentar dan menepuk punggungnya, pertanda saling menyemangati satu sama lain.
"Pastinya, aku tidak akan lupa dengan kalian semua, termasuk Anin, kekasihku." Jawab Andika dengan senyumnya yang lebar.
"Ya dong, Bro. Kamu tidak boleh lupa dengan kita-kita kalau kamu sudah sukses nantinya. Apalagi kalau sampai lupa dengan Anin, nasibmu bakal terancam sama kita semua." Ucap Elang ikut menimpali, dan tak lupa memberi pesan untuk Andika agar tidak lupa diri ketika menjadi orang sukses, pikirnya.
"Tentu saja, aku tidak akan pernah melupakan kalian semua, janji." Kata Andika meyakinkan semua temannya.
"Gitu dong, kita ini teman berasa bersaudara. Jadi, jangan ada diantara kita yang menjadi sombong. Kalau sampai ada yang sombong, kita akan buat jera, bagaimana?"
Timpal Ayun ikut bicara, dan juga tak lupa memberi sebuah pesan peringatan.
"Ya, ya, ya deh. Aku janji, siap juga untuk menerima hukuman dari kalian semua, termasuk pacarku sendiri yang akan memberiku hukuman." Jawab Andika.
"Awas ya Ndik, kalau sampai kamu kecewakan sahabatku si Anin, kita bakal serang kamu nanti." Ucap Nilam yang juga ikutan memberi peringatan untuk Andika, agar selalu ingat saat hendak melakukan kesalahan, pikirnya.
"Pokoknya aku ngikut yang lain, yang jelas bagi yang sombong diantara kita, bakal kita usut sampai ke akar-akarnya, bila perlu kita cabut akarnya." Timpal Dinda yang juga ikut berkomentar dan memberi peringatan seperti yang lainnya.
"Ya, deh, ya. Kalau begitu, aku pamit. Terima kasih dengan pesan-pesan kecil dari kalian semua, aku janji akan kembali untuk kalian semua, termasuk untuk kekasihku tercinta." Ucap Andika dengan janjinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Dwi Purwati
Aku mampir..
2024-06-22
0
Esti Restianti
aku mampir
2022-07-08
0