"Kita pulang bareng, Dit." Kata Anin.
"Ya Dit, kita pulang bareng. Biar supirku yang akan membawa motor kamu, kita bisa naik mobil bareng." Ajak Andika untuk pulang bersama.
"Tidak usah Kak, aku bisa pulang sendirian. Kakak pulang bareng aja sama Kak Anin, lagian juga kalian berdua baru bertemu. Pasti masih banyak obrolan yang ingin dibicarakan, aku pulang dulu." Jawab Didit yang lebih memilih untuk pulang duluan.
"Ya udah kalau kamu maunya pulang duluan, hati-hati di jalan. Ingat loh, jangan kebut-kebutan." Ucap Anin mengingatkan sang adik, Didit mengangguk.
"Ya, Kak, tenang aja." Jawab Didit dan bergegas pergi dari hadapan sang kakak dan temannya yang lain.
Kini, tinggal Andika bersama Anin dan ketiga temannya yang lain.
"Kamu serius nih Dik, punya supir pribadi? keren banget dah pokoknya. Rupanya sekarang ini, kamu benar-benar sudah sukses ya. Bangga lah mempunyai teman yang sukses seperti kamu, pasti tidak mudah untuk melewatinya."
Dengan rasa penasaran, Ayun akhirnya angkat bicara dan tak lupa untuk memujinya.
"Aku belum sukses, karena aku juga baru selesai menyelesaikan kuliahku seperti kalian. Dan itupun aku masih harus melanjutkan lagi, masih panjang untuk menyelesaikannya." Jawab Andika, seketika Anin kembali merasa bersedih saat mendengar penuturan dari pacarnya, bahwa sang kekasih akan pergi lagi.
Harapan ketika pulang akan melanjutkan hubungan dengan keseriusan, justru harus kembali berpisah.
Anin masih diam, bibirnya tak mampu untuk berucap. Harapan yang sudah dibayangkan sejauh hari, harus pupus begitu saja.
"Wah, masih lama dong untuk menikah. Dua tahunan lagi, berarti." Timpal Nilam ikut bicara.
"Ya ih, Andika mah gitu. Kasihan Anin loh, masa harus ditinggal lagi." Ucap Dinda yang juga ikutan komentar.
"Tidak apa-apa, jodoh tidak akan kemana. Kalau memang harus menyelesaikan kuliahnya, tidak mengapa. Lagi pula untuk masa depan, tidak masalah jika harus dilanjutkan." Timpal Anin yang akhirnya ikut angkat bicara, meski terasa berat sekalipun.
"Ya sudah ya, aku mau ajak pacarku jalan-jalan. Untuk kalian bertiga, traktirannya kapan-kapan aja." Ucap Andika yang langsung berpamitan, lantaran tak ingin waktunya terbuang sia-sia.
"Awas loh, bakal aku tagih pokoknya. Ingat ya, jangan bikin Anin kecewa, awas pokoknya." Kata Nilam tak lupa mengingatkan.
"Tenang aja, aku tidak akan mengecewakan teman kamu, si Anin. Kalau aku sampai melupakan dan menyakiti Anin, kalian berhak menghukum aku. Ya sudah, aku pergi duluan." Jawab Andika dengan serius.
"Hati-hati dijalan." Ucap ketiganya dengan serempak.
"Din, Yun, Nil, aku duluan ya." Ucap Anin yang juga ikut berpamitan dengan ketiga temannya.
Kemudian, Anin dan Andika segera pergi meninggalkan area kampus.
Saat sudah di depan mobil, Anin seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Nin, ayo kita masuk." Ajak Andika sambil membukakan pintu mobilnya.
"Ini beneran mobil kamu? jangan bohongi aku loh." tanya Anin yang masih sulit untuk percaya.
"Ya, ini mobil aku. Untuk apa aku bohongi kamu. Yuk ah kita masuk kedalam, nanti waktu kita terbuang sia-sia loh." Ajak Andika, Anin hanya bisa nurut dan segera masuk kedalam.
Saat dalam perjalanan, pandangannya Anin masih lurus ke depan. Tidak tahu harus bahagia atau bersedih, dirinya sendiri juga tidak tahu harus berkata apa.
Kehadiran sang kekasih yang dianggapnya akan melanjutkan hubungannya ke jenjang yang serius, rupanya harus menguji kesabarannya.
Andika meraih tangan kekasihnya, dan meletakkan ke dada bidangnya, tepat di detak jantungnya.
"Nin, bagaimana perasaannya kamu saat kita dipertemukan lagi?" tanya Andika sambil menatap lurus ke depan.
Kemudian, Andika maupun Anin sama-sama menoleh ke samping dan saling menatap satu sama lain.
"Aku tidak tahu, antara harus bahagia atau bersedih. Karena kamu harus pergi lagi, dan entah kapan kita akan bertemu. Kalau bertemu denganmu, tentu aku sangat senang. Tapi, jika harus berpisah lagi, tentu saja aku bersedih." Jawab Anin dengan jujur, dan apa yang sedang dirasakannya saat ini.
"Maafkan aku, ya. Sebenarnya aku sudah bicara sama ayahku, tapi tetap saja memintaku untuk melanjutkan kuliah. Aku janji, ini perpisahan yang terakhir. Setelah selesai kuliah, aku akan langsung membawamu pergi ke kota, dan kita akan langsung menikah." Ucap Andika berusaha untuk meyakinkannya.
"Kamu serius dan tidak bohong lagi? aku takut, jika pada akhirnya kamu membohongiku."
"Tidak, aku tidak akan mengingkari janjiku. Ini semua yang aku lakuin untuk kebaikan kita nantinya, agar kita hidup dengan kecukupan." Ucap Andika yang terus berusaha meyakinkan kekasihnya.
Anin yang sudah percaya dengan ucapan kekasihnya, tidak ada sedikitpun kecurigaan terhadapnya.
"Baiklah, aku percaya sama kamu. Aku akan menunggu kamu sampai kamu pulang, jangan bohongi aku."
Andika yang tidak ingin kekasihnya gelisah dan terus memikirkan dirinya, merogoh kartu nama yang ada di saku bajunya, dan memberikannya kepada Anin, agar lebih yakin bahwa dirinya bukan lelaki pengkhianat.
"Ini, kartu namaku dan alamat rumahku. Kamu bisa datangi rumahku jika kamu ingin memastikannya, jika aku sudah lewat dari dua tahun tidak pulang. Jika aku sampai mengkhianati kamu, silakan kamu lakukan sesuka hatimu." Ucap Andika untuk lebih meyakinkan kekasihnya.
Dengan ragu, Anin menerimanya.
"Aku percaya kok sama kamu, pasti kamu akan menepati janjimu." Kata Anin sambil menerima kartu nama serta alamat rumah milik kekasihnya.
Andika tersenyum, dan merangkulnya.
"Pak, jangan lupa menuju tempat yang sudah aku beritahu Bapak sebelumnya." Perintah Andika pada supirnya.
"Baik, Tuan." Jawabnya disertai anggukan sambil menyetir mobil.
Tidak memakan waktu yang lama dalam perjalanan menuju tempat yang sudah di tentukan, akhirnya sampai juga.
"Kita sudah sampai, ayo turun." Ajak Andika untuk keluar dari mobil.
"Kita dimana?" tanya Anin sambil celingukan.
"Kamu sudah lupa ya? ini tempat yang pernah kamu bicarakan, kata kamu tempat ini sangat bagus. Makanya, aku mengajakmu kesini."
"Pantai Kelor, benarkah?"
Andika mengangguk dengan pelan, dan tersenyum padanya.
Saat itu juga, Anin langsung melepaskan sabuk pengamannya. Kemudian, langsung turun dari mobil.
Alangkah terkejutnya saat melihat pemandangan di depan matanya, Anin langsung berlari sampai di tepian pantai. Andika terus mengejarnya, sedangkan Anin merentangkan kedua tangannya dan berteriak cukup kencang.
Andika yang sudah berdiri di belakangnya, ikut merentangkan kedua tangannya seperti yang dilakukan oleh kekasihnya itu, dan melingkarkan kedua tangannya di pinggangnya.
"Bagaimana dengan tempat ini, apakah kamu masih menyukainya?" tanya Andika di dekat daun telinganya.
Anin mengangguk pelan, pertanda mengiyakan atas jawabannya.
"Ya, aku sangat menyukai tempat ini. Bahkan, dari dulu aku ingin datang kesini, tapi belum juga terlaksana. Dan kini, akhirnya keinginanku terwujud. Terima kasih sudah membawaku ke tempat ini." Jawab Anin sambil menatap ombak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments