Keesokan harinya sesuai dengan perintah Pak Heru, Aida kembali bekerja di lantai enam. Aida membawa secangkir kopi untuk diantarkan ke ruangan Wira.
Aida mengetuk ruangan Wira.
“Masuk,” jawab Wira.
Aida masuk ke dalam ruangan Wira.
“Loh, kok kamu yang mengantarkan kopi? Uni kemana?” tanya Wira.
“Uni kembali ke lantai tujuh, Pak,” jawab Aida.
“Terus kamu yang bertugas di lantai enam?” tanya Wira.
“Iya, Pak,” jawab Aida.
“Kok saya tidak diberitahu? Siapa yang suruh ganti?” tanya Wira.
“Kata Pak Heru disuruh oleh Pak Broto,” jawab Aida.
“Papah?” tanya Wira sambil mengerut kening.
Sejak kapan Papahnya mengatur penempatan office girl dan office boy.
“Ya sudah, taruh saja kopinya di meja,” kata Wira.
Aida menaruh kopi di atas meja kerja Wira.
“Saya permisi dulu,” pamit Aida setelah meletakkan kopi.
“Terima kasih,” ucap Wira.
Aida pergi meninggalkan ruangan Wira. Setelah Aida pergi, Wira meminum kopinya. Tegukan pertama Wira merasakan ada yang berbeda dari kopi yang sering ia minum.
“Kok kopinya lebih enak dari yang biasanya?” tanya Wira.
Wira mencium baunya.
“Baunya sama seperti kopi yang biasa. Apa mungkin karena beda yang membuat?” tanya Wira.
Wira meneguk kembali kopinya. Ia benar-benar menikmati kopi buatan Aida.
***
Siang harinya ketika waktu makan siang sepertinya sudah menjadi kebiasaan teman-teman Aida mengerubungi Aida.
“Da, katanya kamu kembali ke lantai enam?” tanya Ira penuh rasa ingin tau.
“Iya,” jawab Aida.
“Wah, Da. Kamu sungguh beruntung berada di dekat bos-bos tampan,” puji Ira.
“Pak Wira sudah punya calon istri. Minggu depan mereka akan menikah,” sahut Zulkifli.
“Iya, tau,” jawab Ira.
“Eh, ngomong-ngomong kita ikut nggak ke pernikahan Pak Wira dan Ibu Haifa? Perusahaan menyediakan bus untuk para karyawan yang mau pergi ke pernikahan Pak Wira,” tanya Uni.
“Ikut, dong,” jawab semuanya dengan serentak cuma Aida saja yang diam.
“Da, kamu tidak ikut? Ikut saja, Maira dibawa,” ujar Ade.
“Sepertinya tidak bisa. Cucian baju menumpuk belum dicuci,” jawab Aida berbohong.
“Cuci di laundry aja biar gampang. Jadi kamu bisa ikut ke pernikahan Pak Wira,” kata Uni.
“Nggak ah, sayang uangnya. Uangnya mendingan untuk makan sehari-hari,” jawab Aida.
“Sayang Da, kalau tidak ikut. Kapan lagi kita punya kesempatan makan enak?” kata Uni.
Aida hanya menjawab dengan tersenyum.
“Kamu perhitungan banget sih, Da. Sekali-kali boros dikit juga nggak apa-apa,” sahut Ira.
“Wajar aja dia perhitungan. Namanya juga sudah punya anak. Segala sesuatunya harus diperhitungkan,” kata Uni.
Sebenarnya Aida bisa ikut ke Bandung dengan karyawan yang lainnya. Namun karena ia sudah janji dengan Firas jadi ia terpaksa berbohong.
***
Hari terus berlalu tak terasa sudah hari jumat. Sesuai dengan perjanjian besok Aida bekerja di rumah Firas. Namun hingga malam hari Firas belum juga menghubungi Aida.
“Apa langsung telepon Pak Firas aja, ya?” tanya Aida dengan ragu.
Kalau tidak ditelepon tidak ada kejelasan sama sekali. Akhirnya Aida memberanikan diri untuk menelepon Firas. Aida menunggu sampai teleponnya dijawab oleh Firas.
“Assalamualaikum,” ucap Firas.
Terdengar suara music dan orang yang sedang bernyanyi di telepon Firas. Sepertinya Firas sedang di suatu tempat.
“Waalaikumsalam,” jawab Aida.
“Ada apa, Da?” tanya Firas.
“Besok jam berapa saya harus ke rumah Bapak?” tanya Aida.
“Besok saya jemput kamu jam setengah sepuluh,” jawab Firas.
“Tidak usah dijemput, Pak. Saya berangkat sendiri saja. Bapak cukup kasih alamatnya saja,” kata Aida.
“Tidak bisa, Aida. Kuncinya ada di saya, nanti kamu tidak bisa masuk,” jawab Firas.
“Maksud Bapak apa?’ tanya Aida tidak mengerti.
“Rumah saya itu dalam keadaan kosong. Jadi saya tetap harus menjemput kamu untuk memberikan kuncinya,” jawab Firas.
“Bapak bisa menunggu saya di sana,” kata Aida.
“Ada yang harus kita beli terlebih dahulu sebelum kamu bekerja. Jadi tunggu saja di rumah sampai saya jemput,” kata Firas.
Aida menghela nafas.
“Baiklah, Pak,” jawab Aida.
“Maira ikut, tidak?” tanya Firas.
“Bolehkah saya bawa Maira?” Aida balik bertanya.
“Tentu saja boleh. Maira pasti suka bermain di sana,” jawab Firas.
“Alhamdullilah. Terima kasih, Pak,” ucap Aida dengan senang.
“Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?” tanya Firas.
“Tidak, Pak,” jawab Aida.
“Sampai ketemu besok. Assalamualaikum,’ ucap Firas.
“Waalaikumsalam,” jawab Aida.
Aida mematikan teleponnya.
***
Dini hari Aida sudah sibuk membereskan rumahnya, karena siang harinya ia harus bekerja di rumah Firas. Ketika adzan subuh berkumdang Aida sudah selesai membersihkan rumahnya dan mencuci pakaian. Sekarang waktunya Aida sholat subuh dan menyiapkan sarapan. Aida sholat subuh terlebih dahulu, baru memasak untuk sarapan. Setelah selesai memasak Aida membangunkan Maira.
“Maira, bangun sayang,” kata Aida sambil mencium pipi Maira.
“Antuk, Mama,” jawab Maira yang enggan membuka matanya.
“Mau ikut Mamah, nggak?” tanya Aida.
Mata Maira langsung membuka matanya.
“Mama au ana?” tanya Maira.
“Mamah mau kerja di rumah Om Firas,” jawab Aida.
“Mala itut,” ujar Maira.
“Iya, boleh,” jawab Aida.
“Aik obing, Ma?” tanya Maira dengan mata berbinar.
“iya naik mobil Om Firas,” jawab Aida.
“Acik aik obing,” seru Maira dengan gembira.
“Tapi Maira nggak boleh mengacak di mobil Om Firas. Maira duduk manis sama Mamah,” kata Aida.
“Iyah,” jawab Maira.
“Sekarang Maira mandi terus kita sarapan,” kata Aida.
“Jenong,” ujar Maira sambil mengangkat kedua tangannya minta di gendong.
Aida menggendong Maira dan membawanya ke kamar mandi.
Pukul setengah sepuluh Firas datang menjemput Aida.
“Assalamualaikum,” ucap Firas ketika berdiri depan pintu pagar rumah Aida.
“Waalaikumsalam,” jawab Aida.
Aida keluar dari rumahnya lalu membukakan pintu pagar.
“Masuk dulu, Pak,” kata Aida.
Firas masuk ke dalam rumah Aida.
“Maira, ayo kita berangkat. Om Firas sudah menjemput,” kata Aida.
Maira yang sedang asyik bermain langsung berhenti bermain. Ia langsung menghampiri Firas. Maira mencium tangan Firas.
“Muah,” suara khas Maira ketika mencium tangan.
“Sudah siap?” tanya Firas ketika melihat Aida membawa tasn miliknya dan tas Maira.
“Sudah, Pak,” jawab aida.
“Ayo Maira, kita berangkat,” Firas menggendong Maira.
Firas membawa Maira keluar dan menunggu Aida yang sedang mengunci pintu rumahnya. Tiba-tiba Ibu Ida keluar dari rumah.
“Maira mau kemana?” tanya Ibu Ida ketika melihat Maira sedang digendong oleh Firas.
“Mau itut Mama keja,” jawab Maira.
“Nenek ikut boleh, nggak?” tanya Ibu Ida.
“Nene di umah aja cama kake,” jawab Maira.
“Ya sudah. Selamat bersenang-senang, ya,” ucap Ibu Ida.
“Jajah, Nene,” Maira melambaikan tangannya ke Ibu Ida.
“Dadah, Maira,” Ibu Ida membalas lambaian tangannya.
“Acalamualaicum,” ucap Maira.
“Waalalikumsalam,” jawab Aida.
Setelah Aida mengunci pintu rumahnya Aida menghampiri ibu Ida.
“Bu, saya berangkat kerja dulu,” kata Aida.
“Iya, hati-hati di jalan,” jawab Ibu Ida.
“Assalamualaikum,” ucap Aida.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Ida.
Aida berjalan menyusul Firas yang berjalan lebih dahulu. Ibu Ida memperhatikan Aida dari belakang.
Kasihan Aida terlalu berat beban hidupnya. Kalau saja ia memiliki suami, ada yang membantu meringankan bebannya. Ya Allah, kapan ia menemukan jodohnya? kata Ibu Ida di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Sandisalbiah
semoga Aida mendapatkan jodoh yg terbaik ya bu Ida.. krn mereka berhak bahagia...
2023-11-14
1
Yani
Semangat Aida
2022-08-26
0
Yuliana Fitria
serru banget novel ini
2022-07-11
1