Firas memperhatikan Aida yang matanya terus menuju ke restaurant itu.
“Aida,” panggil Firas.
“Eh, ya Pak,” Aida cepat-cepat menoleh ke Firas.
“Kamu mau makan di sana?” tanya Firas sambil menunjuk ke restaurant bakmi itu.
“Tidak kok, Pak,” jawab Aida sambil menggelng.
“Kalau kamu makan di sana, kita makan di sana. Barangkali kamu kangen makan bakmi di sana. Saya juga suka makan di sana,” kata Firas.
“Terserah, Bapak,” jawab Aida.
Akhirnya Firas berjalan menunju ke restaurant bakmi itu. Aida mengikuti Firas dari belakang. Firas mencari meja yang kosong. Mereka pun menemukan meja yang kosong. Firas mengambil kursi untuk bayi.
“Maira mau duduk di sini?” tanya Firas.
“Au,” jawab Maira.
Aida menduduk Maira di kursi untuk bayi. Seorang pelayan menghampiri mereka dan memberikan daftar menu.
“Kamu mau pesan apa?” tanya Firas.
“Bakmi special GM,” jawab Aida.
“Wah, kamu masih ingat menu favorit kamu,” puji Firas.
“Maira makan nasi tim, ya,” kata Firas ke Maira.
“Iya,” jawab Maira.
Firas memesan nasi goreng smoked chicken. Minumnya Firas memesan air jeruk. Setelah menulis pesanan, Firas memberikan kertas pesanan ke pelayan.
Mereka menunggu pesanan cukup lama, karena restaurant sedang penuh dengan orang yang akan makan siang.
Ketika mereka menunggu pesanan tiba-tiba ada seorang laki-laki muda menghampiri mereka.
“Aida,” sapa laki-laki itu.
Aida menoleh, “Rifki?”
“Iya, gue Rifki teman SMA luh,” jawab Rifki.
“Kemana aja, Da? Luh menghilang bagaikan di telan bumi,” kata Rifki.
Ngomong deh luh sama ember. Sudah jelas-jelasan luh menghindar dari gue, kata Aida di dalam hati.
“Gue sekarang kerja, Ki. Gue kan sudah punya anak,” jawab Aida.
“ini anak gue. Namanya Maira,” kata Aida sambil mengusap punggung Maira.
Mendengar perkataan Aida, Rifki langsung kaget.
Kok sudah punya anak? Kapan hamilnya? Kelihatannya anaknya sudah berusia satu tahun, kata Rifki di dalam hati.
“Itu suami, luh?” tanya Rifki sambil berbisik.
“Oh, bukan. Beliau bos gue. Gue kerja jadi office girl di perusahaan milik Pak Firas,” jawab Aida berbohong.
Daripada gue dikirain sugar baby Pak Firas, kata Aida di dalam hati.
“Kenapa elo nggak kerja di perusahaan bokap gue? Di perusahaan bokap gue luh bisa jadi staf. Daripada jadi office girl,” kata Rifki.
Halah, omdo (omong doing) luh! seru Aida dalam hati dengan kesal.
“Terima kasih, Rif. Gue betah kerja di sana. Teman-teman gue baik-baik,” jawab Aida.
“Suami luh mana? Kok nggak kelihatan?” tanya Rifki.
“Gue nggak punya suami, Rif. Gue aja ngak tau siapa bapak anak gue,” jawab Aida.
Rifki langsung kaget mendengarnya. Firas yang dari tadi memperhatikan keduanya langsung menahan ketawa ketika melihat Rifki kaget.
“Luh nggak tau siapa bapak anak luh?” tanya Rifki.
“Iya, kalau nggak percaya tanya saja sama bos gue,” jawab Aida.
Rifki menoleh ke Firas. Firas menjawab dengan mengangguk.
“Gue minta nomor telepon luh, deh,” kata Rifki lalu mengulurkan ponselnya ke Aida.
“Gue nggak bawa ponsel. Ponsel gue ketinggalan di rumah. Elu tau sendiri, emak-emak ribet kalau bawa anak,” jawab Aida berbohong.
“Tapi elu kan ingat nomor telepon lu,” kata Rifky.
“Gue lupa nomor telepon gue, gara-gara jarang gue pake. Gue mana ada uang buat beli pulsa. Uang gue habis buat kebutuhan anak gue,” jawab Aida.
“Mintain nomor telepon luh ke bos luh,” bisik Rifki.
“Bos gue tidak punya nomor telepon gue. Kalau luh kagak percaya tanyain aja sendiri,” jawab Aida.
“Ya sudah, gue minta alamat rumah luh,” kata Rifki.
“Mau ngapain? Rumah gue di gang sempit di daerah kumuh, elu mana mau ke daerah kumuh,” jawab Aida.
Rifki langsung menghela nafas. Ia sudah putus asa mencari cara untuk bisa menghubungi Aida.
“Ya sudah, kalau gue nggak boleh main ke rumah luh. Gue cabut dulu,” pamit Rifki.
“Permisi, Pak,” pamit Rifki ke Firas.
“Iya,” jawab Firas.
Rifki pun pergi meninggalkan restaurant bakmi itu.
“Kamu tuh lucu juga, ya,” kata Firas.
“Saya kesal sama dia, Pak. Waktu saya butuh bantuan dia, dia malah menghindar begitu saja. Padahal saya mau minta tolong nawarin mobil saya ke relasi bapaknya. Bukan minta uang ke bapaknya,” jawab Aida.
“Sudahlah, yang sudah berlalu biarkan berlalu. Sekarang kamu harus melihat ke depan, sekarang kamu sudah ada Maira,” kata Firas.
“Iya, Pak,” jawab Aida.
Tak lama kemudian pesanan merekapun datang. Merekapun makan. Aida menyuapi nasi tim ke Maira.
“Hmm ena, deh,” puji Maira.
“Alhamdullilah,” ucap Aida.
Sambil menunggu Maira mengunyah makanannya Aida memakan bakmi pesanannya.
“Bagaimana rasanya? Masih seperti dulu?” tanya Firas.
“Iya, Pak,” jawab Aida.
Merekapun melanjutkan makannya.
“Mama, au mimi icu,” kata Maira sambil menunjuk ke air jeruk milik Aida.
“Jangan sayang, nanti Maira sakit perut,” jawab Aida.
“Kasih saja, itu air jeruk asli,” kata Firas.
Akhirnya Aida memberikan air jeruk kepada Maira.
“Sedikit saja,” kata Aida.
Maira menyedot air jeruk dari sedotan.
“Ena, Mama,” kata Maira setelaj meminum air jeruk.
“Sudah, ya. Jangan banyak-banyak nanti sakit perut,” kata Aida.
“Au ajih,” kata Maira.
Terpaksa Aida memberikan air jeruk ke Maira.
“Ujah,” kata Maira setelah meminum air jeruk.
“A ajih,” Maira minta disuapi nasi tim.
Aida menyuapi Maira sedikit demi sedikit. Akhirnya habis juga makanan Maira. Kemudian mereka menuju ke department store yang cukup ternama di mall tersebut.
Firas mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya.
“Biasanya orang kasih hadiah apa ke pengantin?” tanya Firas.
“Biasanya peralatan rumah tangga,” jawab Aida.
“Peralatan rumah tangga, ya?” tanya Firas sambil berpikir.
“Iya, Pak,” jawab Aida.
“Kasih seprei dan bedcover saja, Pak,” kata Aida.
“Boleh juga. Ayo kita cari sprei,” kata Firas.
“Biar saya yang gendong Maira. Agar kamu mudah mencari barang-barangnya,” kata Firas.
Firas mengambil Maira dari gendongan Aida.
“Maira sama Om, ya. Mamah mau mencari hadiah untuk teman Om,” kata Firas ke Maira.
Maira menjawab dengan mengangguk.
Aida mengitari department store mencari sprei. Akhirnya mereka mendapatkan apa yang mereka cari. Aida mencari sprei yang pantas untuk atasannya. Sampailah ia pada sebuah sprei yang berwarna biru muda yang lembut. Namun ketika melihat harganya Aida langsung terkejut. Ia langsung menyimpai sprei itu.
“Kenapa?” tanya Firas bingung.
“Harganya mahal, Pak,” jawab Aida.
“Berapa?” tanya Firas.
Aida memperlihatkan bandroll harga yang menempel pada plastik sprei.
“Kalau menurut kamu itu bagus. Ya sudah, ambil saja,’ kata Firas.
“Jangan, Pak! Terlalu mahal. Belum bedcovernya,” seru Aida.
“Sudah beli saja,” kata Firas.
Akhirnya Aida menuruti perkataan Firas. Lagipula Firas yang bayar, bukan ia bayar sendiri. Aida memberikan sprei dan bedcover kepada karyawan toko.
“Bayar langsung di kasir, Bu,” kata karyawan toko.
Aida dan Firas mengikuti karyawan itu. Sesampai di kasir, kasir menghitung semuanya.
“Totalnya delapan juta rupiah,” kata kasir.(Itu hasil survey harga spei di dept store yang sama yang berada di TSM)
Mendengar jumlah totalnya Aida kaget.
Mahal sekali, kata Aida di dalam hati.
Aida memilih merek itu karena dulu Mamahnya biasa membeli sprei merek tersebut. Kini ia tau berapa banyak uang yang Mamahnya keluarkan ketika membeli spei.
Firas memberikan kartu kredit kepada kasir. Kemudian memproses pembayaran lalu mengembalikan kartu kredit Firas.
“Terima kasih,” ucap kasir sambil memberikan belanjaan kepada Aida.
Selesai berbelanja merekapun pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Sandisalbiah
sebagai mantan ank org kaya harusnya Aida terbiasa dgn barang mahal.. kecuali... papa dan mama nya membiasakan dia hidup sederhana..
2023-11-14
1
Sulaiman Efendy
BAGUS AIDA, HRS TEGAS SAMA2 LAKI2 KYK RIFKI...
2023-03-30
1
Yani
Itu bukan teman sejati
2022-08-26
1