“Maira kenapa?” tanya dokter Odie.
“Masih panas, Dok,” jawab Aida.
“Tidurkan di tempat tidur, akan saya periksa dulu,” kata dokter Odie.
Aida menidurkan Maira di tempat tidur, batita itu langsung bangun dan hampir menangis. Cepat-cepat Aida menenangkan Maira.
“Diperiksa dulu ya, sayang,” kata Aida.
Dokter Odie menghampiri Maira.
“Dokter periksa dulu, ya. Nggak sakit, kok,” kata dokter Odie.
Dokter Odie memeriksa Maira. Bayi itu diam ketika diperksa oleh dokter.
“Nggak sakit, kan?” kata dokter Odie selesai memeriksa.
“Bagaimana, Dok?” tanya Aida.
“Seperti yang kemarin saya katakan, Maira harus periksa darah,” jawab dokter Odie.
“Iya, Dok. Tidak apa-apa,” kata Aida.
Dokter Odie kembali ke mejanya dan membuat pengantar ke laboraturium. Aida menggendong Maira lalu duduk di sebelah Firas.
“Dok, andaikan anak saya sakit demam berdarah apakah harus di rawat di rumah sakit?” tanya Aida.
“Saya belum bisa memutuskan. Harus lihat hasil laboraturiumnya dulu,” jawab dokter Odie.
Dokter Odie memberikan surat pengantar ke laboraturium.
“Nanti kalau sudah ada hasilnya langsung kembali ke sini. Bilang saja ke suster mau memberikan hasil laboraturium,” kata dokter Odie.
“Baik, Dok. Terima kasih,” ucap Aida.
Aida dan Firas keluar dari kamar periksa. Mereka langsung menuju ke laboraturium. Sesampai di laboraturium mereka harus mengantri, sampai akhirnya nama Maira dipanggil.
“Maira Puspita,” panggil petugas laboraturium.
Aida dan Firas langsung berdiri dan masuk ke ruangan laboraturium. Ketika hendak diambil darahnya Maira menangis.
“Eeeekkkkk,” Maira sudah memasang muka ingin menangis.
“Sebentar saja, kok. Nggak sakit,” kata petugas laboraturium.
Firas mengusap-usap kepala Maira agar tidak menangis. Ketika jarum ditusukkan ke tangan Maira, Maira langsung menangis.
“Eeeeeeekkkkkkkkkk,” Maira menangis dengan kencang.
“Sudah selesai di suntiknya,” hibur Aida.
Aida menimang-nimang Maira agar berhenti menangis.
“Di su-sui saja, Bu. Agar berhenti menangis,” kata petugas laboraturium.
“Iya,” jawab Aida.
Aida membawa Maira keluar dari ruang laboraturium dan duduk di ruang tunggu. Firas duduk di sebelah Aida.
“Bawa susu, nggak?” tanya Firas.
“Bawa, tapi belum di seduh,” jawab Aida.
“Kamu bawa air panasnya?” tanya Firas.
“Bawa,” jawab Aida.
“Saya buatkan susu Maira,” kata Firas.
Aida mengerut keningnya.
“Bapak bisa membuat susu anak?” tanya Aida.
“Bisalah, kan sama saja dengan membuat susu biasa,” jawab Firas.
Aida memberi tas Maira kepada Firas. Firas membuka tas Maira. Di dalam tas Maira penuh dengan barang kebutuhan Maira. Firas mengeluarkan termos kecil, dot serta susu.
“Susunya segimana?” tanya Firas.
“Satu tempat susu untuk sekali minum,” jawab Aida.
Firas mengerti maksud Aida. Firas mengerjakan semuanya sesuai dengan yang dikatakan Aida. Akhirnya susu Maira telah siap.
Firas memberikan dot kepada Maira.
“Dicoba dulu, Pak. Takut kepanasan,” kata Adida.
“Bagaimana cara mencobanya?” tanya Firas bingung.
“Begini caranya.”
Aida mengambil dot dari tangan Firas lalu ia teteskan sedikit susu ke punggung tangannya. Kemudian Aida memberikan dot kepada Maira. Batita itu menge-nyot dotnya hingga habis. Maira tidur kembali. Aida menepuk bagian belakang badan Maira agar Maira tertidur dengan lelap.
Firas membereskan kembali barang-barang Maira.
“Terima kasih, Pak. Maaf sudah merepotkan Bapak,” ucap Aida.
Firas menoleh ke Aida sambil tersenyum.
“Sama-sama, Aida,” jawab Firas.
Tak lama kemudian hasil laboraturium Maira sudah keluar. Firas mengambil hasil laboraturium Maira.
“Ayo, kita balik lagi ke dokter,” kata Firas.
Firas menyelempangkan tas Maira di bahunya, lalu berjalan di samping Aida.
Aida dan Firas kembali ke dokter Odie. Dokter Odie tersenyum melihat Firas bagaikan seorang ayah yang sedang membawa anaknya ke dokter.
“Firas, kamu sudah pantas menjadi ayah,” kata dokter Odie.
Firas hanya nyengir mendengar perkataan dokter Odie. Aida memberikan hasil laboraturium kepada dokter Odie. Dokter Odie memeriksa hasilnya satu persatu.
“Seperti dugaan saya, Maira sakit demam berdarah. Harus di rawat beberapa hari,” kata dokter Odie.
Aida kaget mendengarnya.
“Apa tidak bisa dirawat di rumah, Dok?” tanya Aida.
“Bisa dirawat di rumah. Hanya dikhawatirkan trombositnya akan terus menurun,” kata dokter Odie.
Aida menghela nafas panjang. Apa boleh buat, demi Maira, Aida harus mengocek kantong lebih dalam lagi.
“Baiklah, Dok,” kata Aida.
Aida keluar dari ruang periksa dan diikuti oleh Firas dari belakang. Aida berjalan dengan gontai.Ia berjalan sambil berpikir. Akhirnya mereka sampai di tempat pendaftaran rawat inap. Firas yang mengurus pendaftaran rawat inap.
“Kamar VIP,” jawab Firas ketika ditanya mau dirawat di ruang apa.
Aida menoleh ke Firas.
“Jangan! Kelas tiga aja,” kata Aida yang protes.
“Sudah kamu tenang saja. Saya yang bayar semuanya,” kata
Firas.
“Jangan, Pak! Saya sudah banyak merepotkan Bapak,” kata Aida.
“Saya tidak merasa direpotkan. Saya melakukan ini semua untuk Maira,” jawab Firas.
“Kamar VIP saja,” kata Firas sekaii lagi.
Setelah mereka melakukan pendaftaran mereka menunggu sampai ada suster yang mengantarkan Maira ke kamar inap.
“Nanti saya akan menjual rumah saya untuk menggantikan uang Pak Firas,” kata Aida.
Firas menoleh ke Aida.
“Kenapa rumahmu harus kamu jual?” tanya Firas.
“Saya tidak ingin ada hutang budi dengan Pak Firas,” jawab Aida.
Firas menghela nafas. Susah sekali ia membujuk perempuan ini. Pada hai ia ikhlas memberikan bantuan untuk Maira.
“Bagaimana kalau kamu bekerja di rumah saya?” tanya Firas.
Aida menoleh ke Firas.
“Kamu membersihkan rumah saya,” kata Firas.
“Di rumah Pak Firas tidak ada asisten rumah tangga?” tanya Aida.
“Yang saya maksud rumah pribadi saya, bukan rumah orang tua saya. Rumah itu kosong tidak ada yang menempati. Saya beli karena pemiliknya membutuhkan uang,” jawab Firas.
“Saya kan masih bekerja sebagai office girl. Tidak mungkin saya meninggalkan pekerjaan saya,” jawab Aida.
“Kamu bisa kerja di rumah saya setiap hari sabtu dan minggu,” kata Firas.
Aida berpikir sejenak.
“Baiklah,” jawab Aida.
“Oke, deal,” Firas mengulurkan tangannya kemudian Aida menyambutnya merekapun bersalaman.
Tak lama kemudian suster datang membawa kursi roda khusus anak-anak.
“Tak usah pakai kursi roda, Sus. Anaknya juga sedang tidur,” kata Aida.
“Kalau begitu pakai kursi roda untuk orang dewasa aja. Biar Mamahnya yang naik kursi roda,” jawab suster.
Susterpun membawa kembali kursi roda anak-anak. Tak lama kemudian suster datang kembali dengan kursi roda untuk orang dewasa.
“Sekarang Mamahnya yang naik ke kursi roda,” kata suster.
Dengan terpaksa Aida duduk di atas kursi roda. Lalu suster mendorong kursi roda menuju ke kamar inap. Firas mengikuti mereka dari belakang.
“Nah sudah sampai,” kata suster ketika sampai di kamar inap Maira.
Aida turun dari kursi roda dan memperhatikan sekelilingnya. Kamar rawat inap anak sangat bagus, rapih dan bersih. Mungkin dibuat sedemikian rupa agar anak-anak betah dirawat di tempat itu.
“Terima kasih, Suster,” ucap Aida.
“Sama-sama,” jawab suster.
Susterpun meninggalkan kamar inap itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Sandisalbiah
org baik yg di pertemukan dgn org baik pula...
2023-11-14
1
Yani
Cerita yang beda ni biasanya pemeran cowoknya suka dingin dan cuek
2022-08-26
2
Dewi Zahra
semangat aida
2022-07-09
2