BAGAIMANA KAMU HIDUP?

Mendengar Lynn memuji Darren dengan sebutan tampan dan mengatakan dirinya merepotkan, membuat amarah Giovan langsung naik ke ubun ubun. Ia mulai berpikiran bahwa dirinya akan selalu kalah dari Darren.

brakkk

"Arghhh!!!" teriak Giovan kesal sambil membanting beberapa barang di dalam kamar hotelnya.

Melihat keromantisan Alexa dan Darren sejak kemarin, semakin membuatnya iri dan ingin sekali menunjukkan pada mereka bahwa ia juga bisa dekat dengan wanita. Namun ....

Giovan duduk di tepi tempat tidurnya, meremas rambut kemudian merebahkan tubuhnya. Ia menghela nafasnya kasar. Pagi pagi kemarahannya sudah tinggi dan ia yakin sekali sepanjang hari ini ia tak akan bisa bekerja dengan konsentrasi.

Sementara itu Lynn yang sudah selesai sarapan, mencoba berkeliling di sekitar hotel. Ia melihat jam di pergelangan tangannya dan memang belum waktunya untuk bekerja. Lagipula pekerjaannya sudah selesai dan ia hanya akan menikmati pemandangan Kota Perth sebelum mereka kembali ke Sydney.

tak ... tak ... tak ....

Lynn menendang kerikil yang ia temui saat ia melangkah. Matanya membesar ketika melihat sebuah danau buatan yang ada di bagian belakang hotel.

"Ahhh ini bagus banget. Kenapa aku baru lihat," Lynn langsung merentangkan kedua tangannya. Ia menghirup udara banyak banyak dan membiarkan seluruh tubuhnya terkena angin.

"Lynn?" Lynn langsung menoleh ketika mendengar sebuah suara memanggilnya. Ia pun memutar tubuhnya .

Matanya kembali membulat dan mulutnya terbuka, "Dennis!! Ahhhh!!!"

Lynn langsung melompat memeluk sahabatnya, Dennis. Hal itu tentu saja membuat Dennis merasa salah langkah telah memanggil Lynn.

"Eh ******, lepasin nggak?" ujar Dennis mencebik kesal.

"Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Lynn.

"Aku sedang liburan," jawab Dennis sambil memainkan kacamatanya.

"Ishhh enak sekali kamu liburan," Lynn melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lah kamu sendiri juga di sini buat liburan kan? Apalagi sekarang uangmu sudah banyak."

"Banyak matamu! ATM yang kamu berikan itu nggak bisa dipakai secara internasional, menyebalkan. Udah gitu aku kecopetan pula, jadi aku langsung kismin seketika," wajah Lynn terlihat sendu.

"Lalu bagaimana kamu hidup?" tanya Dennis iba.

"Sekarang aku bekerja."

"Kerja? seorang Lynn bekerja? kesambet apaan?"

pletakkk

Lynn memukul bahu Dennis. Ia memang manja dan tidak bisa mengerjakan apa apa, tapi ....

"Kamu tahu kan apa yang suka disebut dengan 'the power of kepepet'?"

Dennis pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil, "Lalu, apa kamu tidak mau pulang? Pulanglah bersamaku. Jika kamu mau bekerja, kamu bisa bekerja di tempatku."

Lynn menghela nafasnya pelan. Di dalam hati ia ingin sekali untuk segera pulang, bertemu dengan keluarganya. Rasa rindu di dalam hatinya sangat besar, tapi .... bagaimana jika keluarganya akan kembali menjodohkannya. Ia mungkin sudah bisa menghindar sebanyak 3 kali, tapi bagaimana nanti dengan yang ke 4?

"Aku tidak tahu, aku ingin tapi aku juga takut, nis. Kamu tahu kan alasanku pergi. Bagaimana jika aku kembali dan mengalami hal serupa?"

"Sebaiknya kamu ceritakan semua perasaanmu langsung pada keluargamu. Mereka pasti akan mengerti dan bisa saja berhenti untuk menjodohkanmu."

Lynn tersenyum tapi seakan menertawakan dirinya sendiri, "Bolehkah aku meminta bantuanmu sekali lagi?"

"Katakanlah."

"Pinjami aku uang. Aku akan mengembalikannya saat aku kembali nanti."

"Berapa?" tanya Dennis.

"Yang banyak, tapi jangan pakai bunga ya," ujar Lynn menggoda.

"Enak aja nggak pakai bunga ... kamu kira aku dinas sosial. Bunganya itu kamu harus jadi pendamping Lisa saat kami menikah nanti," ucap Dennis.

"Menikah? kalian akan menikah?" tanya Lynn sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Hmmm," Dennis menganggukkan kepalanya dan tersenyum.

"Ahhhhh!!!!" Lynn berteriak senang dan kembali memeluk Dennis.

"Kebiasaan ****** nggak hilang hilang," Dennis yang memang tubuhnya jauh lebih besar hanya bergoyang sedikit ketika Lynn memeluk dan bergelayut padanya.

"Dengan senang hati aku akan membayar bunganya. Kapan kalian akan menikah?" tanya Lynn.

"6 bulan lagi. Oleh karena itu aku ingin kamu sudah pulang sebelumnya."

"Aku janji!"

"Benar ya! Ingat aku tidak suka dikecewakan," ungkap Dennis.

"Aku tahu Dennisku sayanggg. Aku berjanji tak akan pernah mengecewakanmu dan Lisa. Lalu mana uangnya?" Lynn menengadahkan tangannya meminta uang.

Dennis mengeluarkan dompetnya dan memberikan Lynn salah satu kartu ATMnya.

"Gunakan saja ini. Di dalamnya ada uang sebesar 2 milyar," ucap Dennis.

"Ahhh terima kasih, terima kasih ... muah muah muah," Lynn mencium Dennis dengan menggunakan tangannya yang ia tempelkan di pipi sahabatnya itu.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Aku harus bertemu dengan klien penting sebelum aku pulang kembali ke Indonesia."

Lynn menepuk keningnya dan baru menyadari kalau ia sudah terlalu lama berbincang bincang dengan Dennis. Ia bahkan melupakan jam kerjanya. Lynn mengeluarkan ponselnya dan melihat apakah ada notifikasi, tapi ternyata nihil.

"Apa itu nomor barumu?" tanya Dennis.

"Hmm."

"Cepat berikan padaku," Dennis menyodorkan ponselnya agar Lynn memasukkan nomor ponselnya ke dalam ponsel Dennis.

"Untuk apa? Apa kamu takut rindu denganku?" tanya Lynn sambil memainkan matanya.

"Aku harus menyimpan nomormu, kalau tidak bagaimana nanti aku menagih hutangmu padaku," ungkap Dennis, membuat Lynn mencebik kesal dan memanyunkan bibirnya.

"Kamu benar benar menyebalkan! Dasar rentenir jahat!"

Dennis tertawa dengan lepasnya karena sudah berhasil menggoda sahabatnya itu. Ia pun segera pergi dari sana setelah pamit pada Lynn. Ia harus menemui seseorang.

Dari kejauhan, Giovan yang baru mau berangkat ke cafe melihat interaksi antara Lynn dengan Dennis. Ia memicingkan matanya, memperhatikan setiap gerak gerik Lynn. Ia tahu itu bukan urusannya, namun kakinya seakan terpaku untuk melihat semua yang dilakukan oleh Lynn.

Lynn yang baru saja mendapatkan ATM dari Dennis langsung memasukkannya ke dalam saku dan dengan bersenandung ia kembali ke hotel.

Di depan hotel, Lynn melihat Giovan yang berdiri menatap ke arahnya dan sudah rapi menggunakan pakaian kerjanya.

"Ikut denganku!" perintah Giovan.

"Aku ambil tas ku dulu."

"Tidak perlu. Kamu tidak membutuhkan apa apa," Giovan pun berjalan menyusuri trotoar karena jarak cafe yang akan ia datangi saat ini tak begitu jauh. Selain coffee shop, Giovan memang memiliki usaha cafe juga.

Lynn kembali menghela nafasnya. Ia berjalan di belakang Giovan dan mengikuti pria yang adalah atasannya itu.

🧡 🧡 🧡

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!