Rina terus menoleh ke belakang, dia merasa ada yang mengikutinya sejak dia turun dari taksi. Dia mempercepat langkah kakinya. Dia segera masuk, jantungnya berdegup kencang.
Saat menutup pintu dia melihat seseorang dengan pakaian serba hitam mengamatinya.
“Apa mereka suruhan Arumi dan yang lain?” tanya Rina pada dirinya sendiri.
Rina melihat layar ponselnya ketika nada pesan berdering. Dia membuka pesan dari nomor yang tak tersimpan di kontaknya.
089 888 XXX
Jangan main-main kalau lo tidak mau mati!
Rina menggigil, seumur hidupnya baru pertama kali dia mendapatkan teror mengerikan. Dia memasukan ponselnya ke dalam kantong bajunya lalu bergegas menuju ke kamarnya.
Semalaman Rina tidak bisa tidur, dia terus merasa ada yang mengawasi. Bahkan sampai terbawa mimpi.
“Arumi,” panggil Rina.
“Ya,” jawab Arumi sembari menutup mobilnya.
“Bisa kita ngobrol sebentar?” tanya Rina.
“Ok, lo mau kita ngobrol di mana?” tanya Arumi.
“Terserah lo, gue ikut saja.”
“Kita ke perpustakaan saja,” Arumi mengirim pesan kepada Cio dan Bunga untuk pergi ke perpustakaan.
Arumi memilih perpustakaan karena saat pagi belum banyak yang datang. Dan sangat cocok untuk berdiskusi.
“Ada apa Rina?” tanya Arumi.
“Gue mau minta maaf sama kalian, terutama lo Arumi,” ucap Rina sembari menoleh ke kanan dan kiri.
“Lo tenang saja di sini aman. Katakan semua yang ingin lo katakan,” Cio menjamin keberadaanya aman.
“Gue sebenarnya disuruh sama Maura untuk gabung sama kalian,” ucap Rina jujur.
“Kenapa mereka suruh lo gabung?” Bunga penasaran.
“Mereka mau gue menggali informasi apapun yang kalian lakukan.”
Arumi tersenyum, kecurigaannya benar. Rina hanyalah alat agar mereka mendapatkan informasi.
“Lo di bayar berapa?” tanya Arumi.
“Gue nggak dibayar, mereka mengancam kalau gue tidak mau melakukanya akan mengeluarkan dari sekolah.” Rina menyesal mengikuti saran Maura, tapi dia juga tidak bisa kehilangan sekolahnya.
“Lo tenang saja, nggak akan ada yang berani mengeluarkan lo. Asal lo menjadi orang baik,” ujar Arumi.
“Gue janji,” katanya keras.
“Baiklah, gue bisa meminta bantuan lo?” tanya Arumi.
“Apa?”
“Katakan sama Maura, kalau kita akan melakukan sebuah acara besar di taman malam minggu nanti.”
“Baik. Gue pergi dulu.”
Cio tampak takjub, mereka bertiga baru berencana menjaili Rina. Namun dia sudah mengaku saja.
“Kita baru berencana lho,” Cio menatap Arumi yang sejak tadi tersenyum memandangi Rina yang mulai menjauh dari mereka.
“Ini lah kuasa Tunan. Orang jahat akan serega mendapatkan karmanya.”
“Benar, tapi ini cepat banget loh.” Bunga pun tercengang.
*****
“Bagaiman?” tanya Maura.
“Mereka akan mengadakan acara besar di taman malam minggu besok.” Rina mengatakan semua perintah Arumi.
“Taman kota?” tanya Dina.
“Iya. Tugas gue sudah selesai kan. Gue tidak mau ikut campur urusan ini,” Rina masuk ke kelas lebih dahulu.
Maura berpikir keras, acara apa yang akan diselenggarakan Arumi dan kedua sahabatnya.
Maura masuk lalu duduk di sebelah Elisa. “El, Arumi dan kedua cecunguknya itu mau mengadakan acara di taman kota.”
“Acara apa?” tanya Elisa.
“Tidak jelas, Rina hanya mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan acara.”
“Kita datangi malam minggu besok.”
*****
Fadli dan Elisa tidak menyangka kalau Arumi dan yang lain mengadakan sebuah pesta kostum hantu. Padahal hallowin sudah berlalu.
“Apa sebenarnya yang mereka rencanakan, kenapa mereka ngadakan pesta dadakan ini?” tanya Fadli.
“Aku juga tidak tahu, Arumi tidak memberikan tanda apa-apa,” Elisa beberapa hari ini mengawasi Arumi di sekolah maupun di rumah tapi dia tidak mendapatkan informasi apapun.
Fadli melihat tingkah Cio aneh, dia berjalan menjauh dari anak-anak yang lain.
“El, kamu awasi Bunga dan Arumi. Aku kejar Cio,” kata Fadli sembari lari mengejat Cio agar tak semakin jauh.
Fadli bersembunyi untuk melihat gerak-gerik Cio. Cio memakai kostumnya, dengan memakai topeng seperti malaikat maut beserta tongkatnya.
Setelah itu dia kembali ke kumpula anak-anak di kelasnya. Entah game apa yang di perankan, mereka menjerit seperti sedang mengalami teror mengerikan dari sang malaikat pencabut nyawa.
Mereka berlarian, lalu menjatuhkan diri dan pura-pura mati. Fadli kembali menemui Elisa dia mengajak pulang. Acara yang selenggarakan sangat tidak bermanfaat buat dirinya.
****
Bu Yani merasa tenang berada di hotel, dia menikmati fasilitas yang di berikan Fadli dan Elisa. Hidupnya kembali tenang setelah tidak ada teror lagi. Sekarang dia merencanakan untuk membalas dendam kepada Arumi dan Cio.
Bu Yani membukaan pintu saat room servis mengetuk pintu, dia membawakan makanan yang telah di pesannya.
“Terima kasih,” ucap Bu Yani.
Bu Yani duduk siap menyantap hidangan malamnya. Dia membuka tudung saji, seketika dia melempar tutupnya. Dua buah kepala manequin berlumuran darah di atas piring besar.
Bu Yani bergegas mengambil ponselnya, dia berusaha menelepon Fadli. Namun teleponya tak kunjung di jawab. Bu Yani menurunkan ponsel dari telingannya.
Dia turun dari kasur saat mendengar air di kamar mandi tiba-tiba menyala. Dia jalan mengendap-endap. Bu Yani mematikan kerannya.
“Aaa!” teriak Bu Yani saat melihat tulisan yang ada di kaca.
“Malam ini kau akan mati!” bacanya dengan bibir bergetar.
Bu Yani menarik kakinya yang berat, seakan ada yang memegangi pergelangan kakinya.
“Jangan ganggu aku! Pergi!” teriaknya.
Suara kaki kian terdengar jelas dari kamar mandi, padahal dia tidak melihat siapa pun ketika mematikan air kran. Melihat sosok hitam besar, Bu Yani berlari semakin cepat.
Dia berusaha keluar kamar, mencari bantuan ke luar kamar. Namun sayang malam ini terasa sangat sepi. Bahkan hotel seperti tak berpenghuni.
Bu Yani terus berlari melewati lorong yang gelap. Derap langkah yang kencang membuatnya semakin panik. Jantunganya seperti hendak meledak.
Bu Yani terjatuh, kakinya terasa lemas tak mampu untuk berlari lagi. Dan bayangan hitam itu menutupi cahaya, sehingga tubuhnya terasa gelap.
“Kamu siapa! Kenapa terus menggangguku!” teriak Bu Yani. Dia menarik tubuhnya sebisa mungkin.
“Dosamu terlalu banyak guru biad*p!” serunya dengan suara berat dan keras.
Bu Yani terus menarik tubuhnya, berusaha mencapai tangga. Dia sudah melewati lift karena tak kunjung terbuka. Bu Yani mencoba berdiri dengan memegang pagar tangga.
Dia lari menuruni tangga menuju lantai empat, sekuat tenaga dia mencari orang di sana untuk membantunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments