Minta Maaf II

Arumi melipat kedua tangannya di dada, dia siap melihat pertunjukan yang bagus. Semua murid sudah bergerombol mengelilingi lapangan basket.

"Arumi, mending lo sekarang minta maaf sama Bu Yani," ujar Elisa.

"Kenapa gue yang harus minta maaf. Sesuai kesepakatan lah," Arumi tidak mau mengikuti saran Elisa.

Bu Yani melihat sekitar yang sudah riuh meneriaki dirinya. Ini diluar kendalinya, bagaimana bisa seorang Arumi bisa membuatnya malu.

"Saya selagi guru matematika di sini, merasa terhina dengan sikap kalian!" serunya.

"Di suruh minta maaf malah cari pembelaan," dengus Rio.

Kedua ujung bibir Arumi tertarik sehingga membuat lengkungan kecil. Dia senang mendengar anak-anak yang sudah mulai berani menyuarakan kebenaran.

"Rio, kalau tidak ada Bu Yani lo juga tidak akan secerdas ini kan." Elisa sedang menunjukan sifat malaikatnya.

"Masih ada guru lainnya," jawabnya santai.

"Saya tidak akan pernah meminta maaf kepada siapa pun. Saya tidak pernah merasa salah." Bu yani berjalan mendekati Arumi.

Kedua matanya menatap tajam, tangannya menyeret Arumi dan melepaskan kasar saat sampai tengah lapangan.

"Lihatlah, anak tidak tahu diri ini!" teriak Bu Yani.

"Anak dengan nilai rata-rata rendah, ingin menjatuhkan gurunya yang susah payah telah mengajarinya." Katanya dengan suara lantang.

"Jangan memutar balikan fakta Buk, kenyataanya murid-murid di kelas ibu tertekan. Berapa anak yang sudah ibu bunuh mentalnya?" Arumi sama sekali tidak takut. Seperti ada orang lain dalam dirinya yang menjaganya.

Tahu murid-murid mulai respek dengan Arumi membuat Bu Yani semaki marah. Tangan kanannya mendarat di pipi Arumi dengan sempurna.

"Kamu jangan seenaknya! Baru juga menyelesaikan lima soal sudah berasa pintar!" Bu Yani memutari Arumi.

Arumi melepas tangan kanan yang sejak tadi memegani pipinya.

"Buk, ini bukan masalah pintar atau tidak. Tapi ini masalah menepati janji. Ya kalau ibuk tidak mau dikatakan pembohong. Segera aja minta maaf."

"Benar buk, jangan berbelit-belit."

"Minta maaf!"

"Minta maaf!"

"Diam!" teriak Bu Yani.

Elisa berjalan mendekati Bu Yani dan Arumi. Dia melayangkan tamparan ke pipi Arumi. Rasa nyeri yang belum hilang kini terasa perih lagi.

"Yang sopan lo Arumi!" bentaknya.

Arumi menatap Elisa, dia menarik ujung kiri bibiranya. Tangannya terangkat dan memberikan balasan.

"Jangan berani menyentuh gue sedikit pun," bisik Arumi.

Maura dan Dina tidak terima melihat Elisa di tampar, lebih tepatnya tidak terima melihat keberanian Arumi. Mereka berdua menjambak rambut Arumi.

"Jangan macam-macam lo!" teriak Maura.

Keadaan semakin riuh, mereka tidak ada yang melerai. Bunga maju menarik Dina, dia lebih berani memberikan pembelaan terhadap Arumi.

"Berani lo ya sekarang!" Seru Dina

Arumi menendang Maura sampai tersungkur, dia menarik rambut Maura sampai dia merintih kesakitan.

"Berhenti Arumi!" Bu Yani mendorong Arumi sampai terjatuh di lantai.

Emosi Arumi tak terbendung lagi, melihat Bu Yani sekarang ini seperti musuh yang harus di musnahkan.

Arumi berdiri, dia mendorong Bu Yani sampai terjatuh. Arumi juga memberikan tamparan keras.

"Berhenti!" teriak Pak Irwan kepala sekolah Bina Bangsa.

"Kalian semua masuk ke ruang Bp!" seru Bu Aulia.

Semua yang berpartisipasi dalam keributan di istirahat pertama ini langsung digiring ke ruangan Bp.

"Apa yang terjadi?" tanya Bu Aulia.

"Arumi yang mulai buk, Arumi meminta membuly Bu Yani," Elisa angkat bicara lebih dulu.

"Bu Yani?" Bu Aulia menatap guru matematika yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Iya, Buk Aulia. Arumi tidak terima --,"

"Jangan memutar balik fakta buk, saya ada bukti satu kelas," tukas Arumi.

"Lihat kan Buk, dia sangat nggak sopan." Bu Yani menunjuk Arumi.

"Maaf Buk, kakak saya memang selalu begitu. Maafkan saya juga tidak bisa mengatasinya. Sebagai keluarga saya mewakili kakak saya minta maaf." Elisa menundukan kepala.

"Yaelah,El. Nggak usah sok deh. Buk saya cuma mau Bu Yani menepati janjinya. Beliau bilang akan meminta maaf kepada saya dan teman-teman yang lain kalau saya bisa menyelesaikan soal matematika yang diberikan," jelas Arumi.

"Benar Buk, Arumi mengatakan yang sebenarnya. Kalau ibu tidak percaya bisa tanya di kelas kami," Bunga menbantu Arumi bicara.

"Ini komplotan anak culun sudah mulai berani bicara," bisik Maura kepada Dina yang didengar Arumi.

"Tapi malah Bu Yani menampar saya. Buk, Pak sudah berapa anak yang keluar dari sekolah ini karena Bu Yani. Bapak sama Ibu mau kehilangan semua murid di sini?"

"Jangan pernah salahkan saya, itu karena mereka sendiri yang tak mampu. Bina Bangsa sekolah elit, tidak bisa menerima anak-anak bodoh macam kalian," Bu Yani masih kekeh. Dia tidak mau disalahkan.

"Arumi dan kalian sekarang kembali ke kelas," kata Pak Irwan.

"Tapi Pak, masalah ini belum selesai," Elisa ingin segera mendapatkan hasilnya. yaitu mengeluarkan Arumi dari sekolah.

"Saya bilang masuk kelas!" bentak Pak Irwan. "Tolong sampaikan Bu Umi, buatkan surat undangan untuk wali murid, besok kita rapat." pinta Pak Irwan kepada Bu Aulia.

"Baik Pak."

...ΩΩΩΩΩ...

Elisa menarik tangan Arumi sehingga langkahnya terhenti.

"Mending lo sekarang lo minta maaf sama Bu Yani."

"Kenapa gue harus minta maaf?"

"Lo itu bebel banget sih, lo itu salah masih saja terus mengelak."

"Lo aja yang minta maaf." Arumi membalikan badan, dia manggandeng tangan Bunga. Mengajak pergi ke kelas.

"Lo akan menyesal kalau nggak minta maaf sekarang!" teriak Elisa.

Arumi mengangkat tangan dan melambaikan tangannya tanpa menoleh.

Arumi melepaskan gandengan tangan Bunga saat sampai di depan kelas.

"Makasih ya, lo udah mau bantuin gue," kata Arumi.

"Sama-sama, maaf selama ini gue nggak pernah bantuin lo sama sekali. Gue hanya diam, lo di buly mereka," Bunga menyesali perbuatanya dulu.

"Lo nggak perlu merasa bersalah. Gue tahu kok kenapa lo seperti ini." Arumi tersenyun.

 Lumayan tersentuh hatinya saat mendengar ucapan Bunga. Meskipun dalam hati dia belum bisa mempercayai siapun orang di kehidupan barunya ini. Arumi hanya menghargai apa yang dilakukan oleh Bunga.

Saat sampai di kelas Arumi dan Bunga disamparin teman-temannya yang pro dengannya.

"Gimana Rum?" tanya Rio

"Belum tahu, belum ada keputusan." Arumi membenarkan kaca matanya.

"Iya, kami disuruh bubar. Mungkin besok orang tua kita akan dipanggil," ujar Bunga.

"Tuhkan jadi ribet, kalau saja kalian nggak banyak tingkah pasti nggak akan ada rapat," cibir Lorena.

"Rapat ini juga nggak merugikan lo kan. Kalau memang lo nggak suka, orang tua lo nggak usah di suruh datang," kata Ferdi.

"Ferdi, kenapa lo jadi belain cewek cupu ini, lo naksir?" Lorena berkacak pinggang.

"Dengar ya Lorena, masalah ini bukan tentang naksir atau nggak. Tapi kebebasan seseorang, lo pintar jadi nggak tertekan. Mental lo aman, lo nggak bayangkan teman Kita Doni yang loncat dari gedung lantai tiga. Lo mikir!" Ferdi greget.

Lorena mendengus, dia kembali ke tempat duduknya dengan menutup rapat mulutnya. Bina Bangsa menutup rapat tentang murid yang sempat melakukan percobaan bunuh diri. Dan menyembunyikan anak-anak yang depresi dengan metode pengajaran Bu Yani.

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

lanjut

2023-01-31

0

Rahaiyani

Rahaiyani

keren

2022-05-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!