“Jadi anak sialan itu masih hidup!” Bu Yani menggebrak meja.
“Iya Buk, dia masih hidup dengan tenang.”
Bu Yani berjalan mondar-mandir, dia sudah hampir kehilangan nyawanya tapi hasilnya nihil. Elisa melirik Fadli, memberikan kode untuk mendekati.
“Bu, apa kita akan berhenti sampai di sini?” tanya Fadli.
“Cewek cupu itu sekarang berkeliaran dengan bebas, dia pasti membanggakan dirinya karena bisa mengusir ibu dari sekolah.” Elisa mengompori Bu Yani.
“Tentu saja tidak, sepertinya akan terlalu baik kita kalau langsung membunuhnya. Ibu akan membuatnya menderita, dan mati secara perlahan,” tutur Bu Yani seraya menatap satu per satu anak didiknya yang menjadi patner untuk melenyapkan Arumi.
“Apa rencana Bu Yani?” tanya Fadli.
Bu Yani meminta kedua anak itu mendekat, membisikan ide untuk menjerat Arumi. Mendengar ide Bu Yani mereka berdua tersenyum lebar.
“Ibu mengandalkan kamu Elisa.”
“Baik Buk, kalau begitu kami permisi dulu.” Fadli dan Elisa pamit.
Bu Yani tidak akan bisa berhidup tenang selagi Arumi masih bahagia. Dia akan membalas dendam atas penghinaannya.
“Aaa!” teriak Bu Yani.
Bu Yani memegangi dadanya, jantungnya berdenyut tidak karuan. Melihat tulisan mati di kaca dengan lipstik warna merah. Kaget dalam hatinya belum hilang, dia sudah kembali dikejutkan dengan pesan yang masuk di ponselnya.
Hati-hati, permainan sedang di mulai
Bu Yani bergegas masuk dan mengunci rumahnya rapat-rapat. Dia mulai panik saat mendapat teror.
“Arumi, aku akan menghancurkan kamu. Ancaman ini tidak akan pernah membutku gentar,” ujarnya.
*****
“Arumi!” panggil Elisa seraya mendekati Arumi.
Arumi tak membalas panggilan Elisa, dia hanya menunggu tanpa bicara.
“Kita bisa ngobrol?” tanya Elisa memegang kedua tangan Arumi, seolah mereka itu sangat dekat.
“Kita nanti pergi hangout yuk, kita kan sudah lama nggak pergi bareng,” ajak Elisa.
Arumi melepaskan tangan Elisa. “Memang kapan kita pernah hangout bareng?” tanya Arumi, seraya membenarkan kaca matanya.
Arumi duduk di sofa, dia ingin tahu apa yang sebenaarnya diingin kan adik tirinya itu.
“Rum, gue tahu selama ini salah. Gue minta maaf ya,” ucap Elisa. Dia ikut duduk di sofa. Elisa masih mengejar Arui agar mau ikut dengannya.
Sepertinya dia sudah menyiapkan sesuatu yang sangat matang, kasihan juga kalau rencananya gagal sebelum berjalan
“Ok.” jawab Arumi.
“Beneran, makasih ya.” Elisa memeluk Arumi.
Arumi segera melepaskan pelukan Elisa. “Nggak usah lebay.”
“Kok lebay sih, sebagai adik gue sanang loh bisa dekat dengan kakaknya.”
Lontaran kata Elisa membuat Arumi tertawa sampai geleng kepala. Ini adalah perkatanya yang sangat berbeda dengan hatinya, Arumi tahu pasti.
“Lo kok ketawa sih?”
“Lucu soalnya. Oiya, kita akan pergi jam berapa?”
“Nanti malam.”
Elisa menarik kepalan tangan kebawa saat sukses mengajak Arumi pergi.
Elisa mengejak Arumi ke bar, mereka berjalan menuju meja yang sudah di duduki Fadli dan dua cowok teman Fadli.
“Hai,” sapa Elisa.
“Hai, duduk.” Fadli mempersilahkan duduk Elisa dan Arumi. “Kenalin ini pacar gue Elisa, dan kakaknya Arumi.” tambah Fadli.
“Hai, gue Anton.”
“Desta.”
“Gue nggak bisa minum,” ujar Arumi sebelum dia duduk.
“Tenang saja, di sini tidak hanya menjual minuman keras,” ujar Elisa menarik tangan Arumi agar duduk.
“Biar gue pesankan minuman.”
Arumi melihat dua teman Elisa yang sudah senyum-senyum kepadanya. Pasti mereka berpikir kalau cewek berkaca mata di depannya itu cupu.
“Coba deh buka kaca matanya, pasti cantik,” kata Desta.
“Gue minus, mana bisa gue lepas.”
“Jangan galak-galak seperti itu lah.” Desta mengusap dagu Arumi dengan jari telunjuknya.
Arumi melirik tajam, melihat ekspresi tidak senang dari mereka Arumi langsung mengubah mimik wajahnya.
“Maaf,” katanya sambil tersenyum semanis mungkin. Dia harus berakting menjadi cewek lugu yang tidak tahu dunia malam ini.
“Nah, begitu dong Rum. Jadi nanti kalau gue ajak main ke sini lagi sudah kenal sama mereka.” Elisa tampak senang dengan Arumi malam ini. Tidak menyusahkan.
Tak selang lama Fadli membawa beberapa coktail dan orang jus. Dia menaruh di meja, membiarkan Arumi memilih minuman yang mau dia minum.
“Ayo kita minum,” ajak Elisa.
Arumi tanpa ragu memilih orange jus, dia menegak sekali habis. Elisa melirik ke arah Fadli lalu kedua sahabatnya.
“Oiya, Arumi. Gue sama Fadli mau beli sesuatu dulu ya.”
“Lo nggak berniatan meninggalkan gue sama dua sahabat kalian ini kan?” Arumi menegakkan kepalanya sehingga saling berpandangan dengan Elisa dan Fadli.
“Ah, nggak cuma sebentar doang.” Elisa mengibas-kibaskan tangannya.
“Kalau nggak kenapa lo nggak duduk dulu, kita ngobrol atau biar gue yang beli?” Arumi menahan agar Elisa tidak kabur meninggalkannya.
“Baiklah, kita beli nanti saja.”
Arumi meletakkan kepalanya di meja, matanya terpejam napasnya mulai teratur.
“Akhirnya, kalian segera bawa dia ke kamar,” perintah Elisa, dia membawakan tas milik Arumi.
Elisa dan Fadli menjebak Arumi, dia diberikan kepada temannya yang beridung belang untuk membuat dia hancur secara mental.
“Gue serahkan dia, kalian berdua mau apain saja terserah.”
“Ok.”
“Jangan lupa video dan foto, kirim secepat mungkin,” pinta Elisa sembari memberikan amplop coklat berisikan uang.
“Siap bos, senang bekerja sama dengan kalian. Des, bawa masuk.”
Desta membawa Arumi masuk ke kamar lantai dua yang ada di bar. Dia menjatuhkan Arumi di kasur, dua orang mata kerajang itu sudah tidak sabar menikmati tubuh Arumi.
“Biar gue dulu yang mulai. Lo rekam ini.” Desta menarik kaca mata Arumi.
Arumi membuka kedua mata, Desta kaget dia langsung menarik mundur tubuhnya.
“Lo tidak tidur!” serunya sembari berdiri.
Arumi tersenyum, dia ikut berdiri berjalan mendekati Anton dan Desta.
“Berapa banyak Elisa bayar kalian?” Arumi duduk di kasur, dia menaruh kaki kanannya menumpang dengan kaki kirinya.
“10 juta, 20 juta?” Arumi menatap Anton lalu Desta.
“Apa hubungannya sama lo, sekarang lo itu milik kita!” seru Anton dengan tangan yang tak berhenti merekamnya.
“Bagaimana kalau dengan 50 juta.” Arumi mengambil amplop coklat yang tebal.
Anton dan Desta saling berpandangan, mereka mempertimbangkan tawaran Arumi yang lebih besar dari Elisa.
“Ok, gue ambil tawaran lo. Apa yang harus gue lakukan?” tanya mereka.
Arumi mengibaskan tangan kanannya agar Anton dan Desta menepi dari pintu. Dan masuklah Cio dan Bunga membawa Elisa dan Fadli.
“Lucuti mereka berdua,” perintah Arumi.
Selama Desta dan Anton melucuti baju, Cio mengambil rekaman awal milik Anton dia menghapus video yang digunakan untuk mengancam Arumi.
Setelah itu Arumi memvideo dan memfoto Elisa dan Fadli yang hanya menggunakan celana dalam. Mereka seperti beneran tidur bersama.
“Cio, angkat Fadli. Sekarang kalian bisa lakukan apa saja sama dia. Em, kirimkan foto-foto kalian sama gue. Pergilah sebelum dia bangun,” kata Arumi.
“Baik Bos.”
“Ingat, jangan pernah khianati gue. Atau kalian akan mendapatkan ganjaranya,” ancam Arumi.
Desta dan Anton mengangguk, dia tidak akan berani melakukannya. Rencana yang sudah dibuat oleh Elisa dan Fadli saja bisa balikan keadaannya. Mereka pikir Arumi bukanlah cewek cupu, hanya saja sedang menyamar.
“Rum, mau bawa ke mana Fadli?” tanya Cio yang sudah selesai memakaikan bajunya.
“Bawa dia pulang, Bunga pesan taksi.”
“Siap.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments