Rina terkapar di lantai saat mendapat pukulan dari Dina, dia merintih kesakitan memegangi pipinya yang memar.
“Maura, Dina maafkan gue,” rintihnya. “Gue bakalan ganti uang itu secepatnya.”
“Lo itu memang manusia tidak tahu diri, kita sudah berbaik hati membantu. Ini balasanya!” Dina menampar Rina sampai pipinya merah.
Arumi, Bunga dan Cio masih duduk di meja kantin menikmati hidangan mereka. Arumi belum tergerak untuk membatu murid sekelasnya itu.
“Rum, apa kita bakalan tinggal diam saja?” tanya Cio.
“Kita tunggu dulu, apa yang akan mereka lakukan,” jelas Arumi.
Penyiksaan terus dilakukan sampai Cio tidak tahan lagi, dia memegang tangan Dina yang hendak memukul Rina.
“Lo jangan ikut campur!” Dina menepis tangan Cio.
“Gue tidak akan ikut campur, kalau lo berhenti menyiksa dia,” Cio membatu Rina bangkit.
“Cio, kenapa lo bantu dia. Dia yang merugikan gue, dia ambil uang yang gue berikan untuk keluarganya. Dia pembohong!” Maura kesal.
Rina menunduk, dia tidak berani melihat kearah Maura dan Dina.
“Benar Rina?” tanya Arumi yang sudah berdiri di samping Cio.
Rina mengangguk. “Maaf, gue juga tidak sengaja.”
“Tuh kan, dasar teman tidak tahu diri!”
“Berapa jumlah uangnya?” tanya Arumi.
“10 juta,” jawab Maura.
“Lo mau bayar?” tanya Dina, dia menatap hina Arumi.
“Tidak, uang itu lo berikan untuk membatu dia bukan. Dia mau gunakan untuk apa juga terserah dia,” ujar Arumi.
Rina mengangkat kepalanya saat mendapatkan pembelaan.
“Arumi, lo gila bisa-bisanya membela yang salah!” Maura kesal.
“Salah, dia memakai uang untuk membayar sekolah apa bukan untuk membantu orang tuanya? Jangan pernah memeras orang tidak punya Maura.”
“Dengar itu, kalau lo kasih sesuatu yang ikhlas jangan diminta lagi,” tambah Bunga.
Maura dan Dina kesal, mereka pergi setelah mendapat sorakan dari teman-temannya. Dia melakukan itu untuk menarik simpati, nyatanya dia yang mendapatkan bullyan.
Arumi kembali ke meja makan untuk menghabiskan bakso yang sudah mulai dingin.
Rina mendekati meja Arumi. “Terima kasih sudah membantu,” ucap Rina.
“Makanya lo jangan sembarangan menerima uang dari siapa pun,” omel Bunga.
“Gue tahu.”
Rina masih berdiri meskipun sudah tidak ada yang mengajaknya bicara. Dia memainkan tangannya, sesekali dia mencuri pandang kepada Arumi.
“Lo lapar?” tanya Arumi tanpa melihat Rina.
“Duduk lah,” suruh Cio.
“Gue nggak pantas untuk duduk sama kalian,” Rina merendah.
“Kalau nggak pantas pergilah, kenapa masih berdiri di sini,” ujar Bunga.
Rina duduk, Arumi menggeser batagor yang belum di makannya. Rina pun langsung memakan dengan lahap. Cio menatap Arumi yang langsung mendapatkan kedipan mata.
“Lo yakin biarkan Rina duduk bersama kita?” bisik Bunga.
“Kalian tidak akan mengungkit makanan yang sudah gue makan kan?” ujar Rina.
“Tidak, makan saja semua yang masih tersisa. Lo bisa pesan lagi,” kata Arumi.
Bunga bingung, sekarang mudah sekali Arumi menerima sesorang bersamanya.
“Kita kembali ke kelas dulu,” Arumi bangkit diikuti oleh Bunga dan Cio.
“Bolehkan gue berteman dengan kalian?” tanya Rina.
“Tentu saja,” jawab Arumi dengan senyuman yang lebar.
Bunga kembali di buat melongo dengan jawaban Arumi.
“Lo yakin Rum?” Bunga memastikan lagi.
“Lo pasti akan suka dengan keputusan Arumi,” ujar Cio. Bunga masih tidak mengetahui maksud perkataan Cio.
*****
Elisa menghadang Maura dan Dina, Maura tersenyum melihat Fadli.
“Maura, lo nggak usah ganjen sama Fadli!” ketus Elisa, dia tahu kalau Maura itu menyukai Fadli.
“Nggak,” dia langsung menunduk menyembunyikan wajahnya.
“Maura, gue bilang lo harus masuk ke pertemanan mereka kenapa lo malah buat mereka benci?” Fadli meminta penjelasan.
“Fadli, gue nggak mungkin tiba-tiba baik sama dia. Pasti mereka akan curiga, makanya gue suruh Rina untuk masuk ke pertemanan mereka,” Maura menjelaskan rencananya.
“Ide bagus, lo cerdas,” puji Fadli.
“Tentu saja, Maura lebih cerdas dari --,” Dina melirik kearah Maura.
“Dari siapa?” Elisa memotong ucapan Dina.
“Dari yang mereka pikirkan,” Dina mengeles setelah Maura menyenggol lengannya.
“Ingat ya kalian berdua, kalau sampai bikin ulah. Gue nggak segan-segan membunuh kalian berdua,” ancam Elisa. Dia kesal dengan Maura dan Dina tapi dia sedang membutuhkannya.
“Gue suka sama ide, lo bisa kasih saran atau ide brilian lo sama gue,” kata Fadli. Dia menatap Maura sampai dia belingsatan karena malu.
“Gue pergi dulu,”
“Iya.”
Maura berjingkrak setelah mendapatkan pujian dari Fadli. Selama ini dia menolak siapa pun yang mendekat. Karena target dia Fadli, meskipun saat ini dia sudah memiliki pacar.
*****
Rina mulai berteman dengan Arumi, Bunga dan Cio setelah mendapatkan persetujuan dari Arumi. Rina duduk bergabung dengan mereka bertiga, tak lupa dia menghidupkan sambungan telepon dengan Maura.
“Kalian mau apakah kepala manuquin ini?” tanya Rina.
“Kita akan guenakan ini untuk menakut-nakuti orang lah,” jawab Bunga.
“Kita akan buat mereka menjerit, besok malam,” tambah Cio.
“Besok malam?”
“Iya, kita akan mengadakan pertunjukan yang seru. Lo pasti tidak akan pernah melupakannya saat melihatnya,” Arumi melirik kearahnya.
Rina menelan ludahnya, Arumi yang terlihat cupu kini lebih terlihat seperti psikopat. Tatapanya mengerikan, dia tidak tahan bersama lama-lama bersama tiga sahabat itu.
“Harusnya gue juga melakukan mutilasi,” Cio mematahkan tangan manequen yang membuat Rina semakin dibuat ketakutan.
“Lo besok bawa pisau yang tajam, terus lo tusuk bagian paru-parunya. Pasti seru.” Bunga menepuk tangannya.
Rina sudah tidak kuat mendengarnya. “Teman-teman, gue baru saja mendapatkan pesan kalau harus pulang lebih awal.”
“Yaah, keseruan kita berkurang dong,” ujar Arumi dengan wajah melas.
“Apa bermain dengan kita tidak seru?” tanya Cio.
“Seru kok,” Rina berusaha untuk tetap tersenyum.
“Besok lo masih mau bermain sama kita kan?” tanya Bunga menatap Rina lekat. Rina menganggukkan kepalanya cepat.
“Perlu gue anterin pulang?” Arumi menawarkan mengatar pulang Rina.
“Nggak usah, gue bisa pulang sendiri kok.” Rina mengibas-ngibaskan tangannya.
“Yakin?” tanya Arumi.
“Iya, gue permisi dulu ya,” Rina mengambil tasnya lalu bergegas pulang.
Sepeninggalan Rina mereka bertiga langsung tertawa terpingkal-pingkal.
“Gila juga ide lo Rum,” kata Cio yang masih memegangi perut karena kebanyakan tertawa.
“Iya, dia pikir kita akan membunuh orang,” ujar Bunga.
“Mereka pikir akan dengan mudah mengelabuhi kita,” Arumi menarik ujung bibirnya.
Arui bukan lah cewek cupu, bodoh seperti dulu. Dia tahu maksud Rina datang mendekatinya. Dia sudah bisa membaca drama yang akan diperankannya.
“Gimana kalau besok kita kerjain Maura dengan kepala manequin ini?” Bunga mengangkat rambut manequin.
“Bakalan seru ini,” ujar Cio.
“Jangan terburu-buru, kita kasih tipis-tipis dulu. Kita kerjain Rina dulu,” ujar Arumi memberikan ide. Bunga dan Cio mengangguk-anggukan kepala, dia setuju dengan sran Arumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments