Pov dalari
Aku menarik tangan Heru, untuk segera menjauh dari mereka, Sesampainya di tempat yang dirasa aman, kami bertiga berhenti.
"Kamu apa-apaan sih ru, malu-maluin saja" gerutuku yang sangat kesal, mengingat emosinya yang suka tidak bisa dikontrol.
"Ooooh! Jadi kamu belain mereka?" suru Heru yang gak suka dinasehati.
"Bukan Aku, membela mereka, tapi kelakuanmu yang sembrono, coba kamu pikir dulu kalau mau bertindak" bentakku dengan menatap tajam kearahnya.
"Halah, kamu ngomong aja kamu lebih memilih membela mereka" jawabnya yang terus menyudutkanku.
"Denger, ya. Heru, kalau aku ngebela mereka, ngapain aku melindungi kalian berdua, mendingan tadi aku biarkan aja kalian mampus digebukin mereka" ujarku tak kalah sengit membela pendapatku.
"baru gitu aja, udah perhitungan, Teman macam apaan kamu ini" ujarnya sambil berlalu tanpa memperdulikan lagi kita berdua.
"Udah, udah, biarin saja" pinta Nawir sambil megang pergelangan tanganku agar aku tidak melanjutkan pengejaran Heru yang lagi emosi.
"Orang begitu, harus diberi pelajaran, Jangan dibiarkan" jawabku yang masih sangat kesal.
"Udah Biarin, nanti juga balik lagi, orang yang emosian Emang seperti itu" ujar Nawir terus menenangkan menenangkan.
Aku menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan, beberapa kali aku melakukan itu, sehingga emosiku mulai kembali stabil.
"Gimana nih, Nasrul belum tahu kejelasan seperti apa, Heru udah pergi marah marah, kacau kaca" ucap Nawir sambil menupuk nepuk jidatnya.
"Entahlah mending kita bantuin teman-teman dulu, merapikan tenda, Nggak enak kalau kita nggak bantuin" saranku yang dibalas oleh anggukankan Nawir .
kita berdua menuju para siswa, yang sedang membongkar tenda, terlihat Heru juga sedang sibuk membantu, dia hanya menoleh tanpa menyapa. Aku dan Nawir pun mulai membantu sebisa mungkin. setelah selesai membongkar tenda dan merapikan semua barang bawaan masing-masing, aku dan Nawir duduk di teras sekolah.
"Sekarang kita gimana ya?" tanya Nawir sambil menatap ke arahku"
"Nggak tahu juga, aku bingung Wir" jawabku sambil menatap halaman sekolah yang luas.
"Apa kita jenguk Nasrul aja" saran Nawir.
"Jenguk?, Emang kamu tahu dimana tempatnya?" Tanyaku sambil menoleh ke arah Nawir.
"Dulu pas waktu kelas lima. nenekku sakit sehingga harus dibawa ke Puskesmas, ketika kesana, aku ikut mengantar, jadi sedikit banyak aku masih hafal jalannya ,meski tidak semuanya aku ingat, namun. kalau disusuri pasti aku" tahu jelas Nawir.
"Ya udah, kita jenguk Nasrul, Siapa tahu dengan kehadiran kita, dia cepat pulih, lagian kita juga pasti khawatir kalau belum tahu, dengan keadaannya kan? jawabku sambil menganganguk-angukkan kepala.
"Kapan mau berangkat?" tanyanya
"Sekarang aja biar di jalan tidak terlalu panas"
"Ya sudah aku mau menemui Fitri, untuk memberitahu orang tuaku, agar mereka tidak khawatir" ungkap Nawir sambil berdiri.
Lalu Dia pergi mencari keberadaan Fitri, karena hanya fitri yang rumahnya berdekatan dengan rumah orang tua Nawir, tak lama menunggu Ia pun kembali lalu duduk lagi di sampingku.
"Bagaimana udah" Tanyaku sambil memperhatikan arah Nawir.
"Sudah, tapi aku bingung bagaimana dengan tasku, masa iya harus dibawa bawa, kan berat" Adu Nawir.
"Simpan di gudang sekolah aja, kebetulan aku megang kuncinya, jadi tas kamu aman di situ" saranku.
"Ide bagus tuh, itu lebih baik daripada disimpan di kelas" jawabnya
"Jadi Kapan kita berangkat" tanya Nawir memastikan.
"Tunggu dulu, Nanti setelah semua siswa pada bubar, jadi mereka tidak akan mencari kita, karena menggap kita juga ulang kerumah.
Akhirnya aku ada Nawir duduk menunggu, sambil mengibrol sampai kira-kira pukul 06.00 pagi, setelah itu semua murid bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing. sedangkan aku dan Nawir setelah menyimpan tas di gudang, kita berdua berangkat menuju Puskesmas yang terletak di dekat kantor kecamatan .
"Jauh nggak" Tanyaku sambil memasukkan Kunci gudang ke kantong celana.
"Lumayan, dulu berangkat pagi, nyampe sana kira-kira jam 10-an" jawab Nawir sehingga membuatku membulatkan mata.
"Berarti jauh banget ya: Tanyaku setelah mendengar penjelasannya.
"Nggak terlalu jauh sih, kan dulu kita berjalan sambil menanduk nenek kita yang lagi sakit. jadi jalannya agak lambat" jelas Nawir seolah memberi secerca harapan yang mulai padam.
"Syukurlah, kalau begitu. Ya sudah ayo kita berangkat, biar di jalan nggak terlalu panas" ajakku sambil melangkah memuluai perjalanan.
kita berdua berjalan menyusuri Jalan Desa, lalu masuk ke Jalan Setapak, karena menurut Nawir kalau terus berjalan menggunakan Jalan Besar maka jarak tempuhnya akan lebih jauh, kalau memakai Jalan Setapak ini akan lebih cepat karena jalan ini, adalah jalan terobosan yang akan menghemat waktu.
Jalan Setapak itu adalah jalan yang digunakan para warga, untuk mencari kayu bakar, atau berekebun, digunung. meski Jalan gunung namun jalan itu bersih, dari semak-semak yang menjulur kejalan, sehingga kita berdua merasa aman dari hewan-hewan yang berbisa.
kita berdua terus berjalan menyusuri tanjakan yang sangat curam, sehingga kita beberapa kali berhenti, untuk mengambil nafas, namun ketika kita menoleh ke belakang terlihat ada seseorang yang mengikuti kita.
"Kamu lihat itu Wir" tanyaku sama sambil menunjuk ke bawah ke arah orang yang sedang berjalan.
"Nggak tahu, tapi dilihat dari pakaiannya kayak anak SMP, seumuran sama kita" jawab Nawir sambil terus memperhatikan ke arah bawah.
"Paling orang yang mau ke gunung, menyusul orang tuanya, atau mencari kayu bakar, ayo naik lagi" lanjut Nawir.
Setelah tenaga terkumpul aku dan Nawir kembali melanjutkan perjalanan, setelah tanjakan itu habis, lalu kita menyusuri jalan yang membelah hutan yang ada di kaki gunung, hutan ini ditanami pohon pinus, sehingga sejauh mata memandang hanya pohon pinus lah yag kita lihat.
Jalan Setapak ini mengitari gunung, menghubungkan kampungku dengan kampung yang lain, sehingga kalau lewat sini perjalanan yang ditempuh sangat sangat dekat, meski membutuhkan tenaga ekstra karena medan jalannya yang extrim.
Setelah beberapa waktu berlalu, akhirnya kita sampai diturunan, terlihat di bawahnya rumah-rumah warga yang berjejeran, sehingga terlihat indah Ketika dilihat dari atas seperti ini.
"Kita, Istirahat dulu" ajak Nawir sambil menghentikan langkahnya, di dekat sumber mata air yang mangilir dipingi jalan, airnya sangat jernih, mengalir dari Talang yang disediakan warga sekitar, mungkin agar mudah ketika ada orang yang kehausan seperti kita, melihat air itu membuat jakunku naik turun ingin segera meminumnya.
"Minum dulu, biar. tenaga kita terisi lagi" ucap Nawir yang duluan mendoakan kepala supaya air dari telang itu masuk ke mulutnya.
Aku pun mengikuti sarannya, meminum air dari Talang tersebut, sehingga, benat. Itu membuat tubuhku terasa segar kembali .
Setelah selesai minum aku duduk kembali berhadapan dengan Nawir, mengumpulkan tenaga untuk memulai kembali perjalanan. Namun terdengar ada suara langkah, dari arah atas yang mendekati, membuat kami menengok ke arah datangnya suara. Namun orang itu belum terlihat karena semak-semak yang menghalangi pandangan kami.
Semakin lama suara itu semakin mendekat, membuat aku dan Nawir Saling pandang, merasa penasaran Siapa yang datang.
"Heru" gumam Nawir dengan pelan, setelah melihat Siapa yang datan.g
Tanpa berbicara sepatah kata pun, heru menenggak air yang mengalir dari pegunungan itu, lalu ia duduk di samping Nawir. Rasa kesal terhadapnya masih bergejolak di dadaku sehingga aku malas untuk menyapanya, aku memalingkan muka ke arah Di mana atap rumah warga terlihat jelas, males melihat mukamya.
"Mau ke mana" tanya Nawir memecahkan suara angin yang bersemilir lembut menerpa tubuh Kami bertiga.
"Kalian kok gak ngajak" ucap Heru.
"Emang kamu tahu? kita mau pergi ke mana" tanya Nawir lagi.
"Tadi si Fitri bilang, kamu mau menengok Nasrul jadi aku mengikuti kalian" jelas Nasrul menimpali pertanyaan Nawir.
"Boleh kan aku ikut: lanjut Heru bertanya.
"Boleh, kok. lagian Siapa juga yang mau melarang" jelas Nawir.
"Ya udah Wir, kita berangkat lagi aku udah nggak capek" ajakku sama Nawir tanpa mempedulikan Heru.
"Kamu masih marah ya dal" tanya Heru sambil menetap ke arahku yang sudah berdiri.
"Gimana gak marah, kamu tahu gara gara kelakuan bodohmu, aku udah Nawir terkena imbasnya" jawabku sambil menatap ke arahnya.
"Udah, udah, Jangan diterusin, Kita sekarang harus fokus, untuk menjenguk Nasrul, Jadi kalian jangan Bertengkar terus" ucap Nawir dengan cepat menghentikan perdebatan Antara Aku dan Heru
Aku dan Heru saling bertatapan tajam, seolah lagi mengukur kekuatan masing masing, sehinga membuat Nawir galagapan, dia bingung harus berbuat apa, untuk mencegah pertengkaranku sama heru. Namun Entah mengapa bibir ini tiba-tiba tersenyum, merasa geli dengan sikap kita berdua, yang masih bocah, dan begitu juga Heru dia membalas senyumku, sehingga kita berdua berpelukan, melihat kita berpelukan Nawir pun ikut memeluk kita berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments