Pov dalari
"Terima kasih ya semuanya, atas bantuan kalian, semua semoga Allah membalas kebaikan kalian" ujarku sambil menundukkan kepala, merasa tidak enak karena merepotkan merek semua, aku yakin kalau tidak ada mereka mungkin aku sudah nangis melihat tempat kerjaku berantakan.
"Sebenarnya Ada apa sih" tanya Nasrul dengan wajah penasarannya.
"Kata dalari, ini semua sudah selesai dikerjakan. Namun entah siapa yang tega melakukan seperti ini, mereka mengotori pekerjaan yang yang sudah selesai" Fatimah menjelaskan apa yang dia ketahui.
"Kok bisa, sampai kecolongan seperti itu" Nasrul masih penasaran
"Aku Kalau mengerjakan pekerjaan ini biasanya sebelum subuh, soalnya biar tidak mengganggu waktu sekolah" jelasku memperkuat ucapan Fatimah.
Nasrul hanya menggangguk-anggukan kepala tanda ia mulai memahami apa yang kita sampaikan "Terus siapa yang tegak seperti itu" tanya Nasrul.
"Nggak tahu Rul, makanya aku juga bingung. Siapa yang tega melakukan seperti itu, namun aku yakin awal akhir juga nanti akan ketahuan, karena tidak ada Orang yang ahli menutupi bangkai, sehingga itu tidak tercium" gumamku yang sedikit agak geram.
Asik mengobrol sambil melepaskan lelah, tiba-tiba datanglah rombongan Arfan mendekati, terlihat wajah sangar mereka, menebar ancaman bagi siapa saja yang tidak tunduk sama mereka.
"Fatimah, kamu itu sebagai wakil ketua OSIS, harusnya memberikan contoh sama teman-teman kamu, bahwa kamu tidak boleh mengobrol dengan lawan jenis seperti sekarang, itu haram" ujar arban sambil melipatkan tangannya di depan dada menujukan kecoolanya.
"Siapa yang ngobrol fan, Aku lagi ngobrol sama teman-temanku, sedangkan mereka juga lagi ngobrol sama teman-temannya, jadi kita tidak ngobrol dengan lawan jenis, cuma jaraknya aja yang dekat, Karena ini sekolah bukan masjid yang ada hijabnya" Bela Fatimah sambil mendegus kesal.
"Pokoknya kamu nggak boleh ngumpul seperti ini, apalagi ngumpul sama adik-adik kelas, kamu nanti pamor OSIS kita turun" ujar Arfan tak mau mengalah.
"Ya udah nanti, kalau Pak Chandra datang, kamu minta sama dia, semia siswa yang ada dalam kelas, minta kamu Pisahkan, biar mereka tidak kumpul dalam satu kelas, karena mereka beda jenis, dan kamu jelaskan bahwa itu haram, dan perlu kamu ingat pamor OSIS tidak akan luntur, hanya dengan ramah dengan orang lain, yang ada pamor OSIS akan luntur gara-gara sikap angkuh sepertimu" ujar Fatimah sambil menunjuk-nunjuk ke muka Arfan,
"ayo masuk Fat, nanti kamu ketularan bod0hnya seperti dia" ajak teman Fatimah sambil menarik tangannya mengajak pergi meninggalkan tempat itu.
"Mau kemana buru-buru amat, di sini aja kita ngobrol dulu" tanya Harapan seolah dia memakan ludahnya sendiri, tadi dia melarang kita untuk berkumpul meski mereka lawan jenis, sekarang dia yang mengajaknya, benar benar pemimpin yang sangat plin plan.
"Dengar ya kamu Arfan, yang sok kegantengan, sok kecakepan, aku yakin tidak akan ada orang yang akan menyukaimu, hanya gembel gembel seperti temanmu yang akan patuh sama" kamu ucap Fatimah suaranya terdengar bergetar menahan kekesalannya.
"Ayo lah jangan ladeni orang gila seperti dia" ujar teman Fatimah sambil terus menarik tangannya.
"Aku duluan ya" ucap fatimah sambil melirik ke arah di mana Aku dan temanku.
"Iya terima kasih ya" ujarku sambil senyum.
Akhirnya mereka berempat pun pergi meninggalkan Arfan yang masih mendengus kesal, karena ada yang merendahkannya di hadapan khalayak ramai. Setelah kepergian Fatimah dan teman-temannya Arfan mengalihkan pandangannya ke arah Kita bertiga.
"Dalari, Dalari" ucap Arfan sambil menggeleng-gelengkan kepala seperti guru yang mau mengintrogasi muridnya yang melakukan kesalahan.
"Ya kenapa ya" jawabku datar.
"Kamu susah sekali sih untuk diingatkan, kamu Jangan mendekati calon istri saya, sekarang kamu rasakan akibatnya, enakan ngepel dua kali" ujarnya tanpa dosa seolah menganggap itu hal yang biasa.
Plakkk!!!
Suara tamparan mendarat di pipi membuatku kaget lalu menoleh ke arah suara ternyata tamparan itu dilancarkan oleh Fatimah.
"Kurang ajar kamu Fan, kamu tega melakukan hal bodoh seperti itu" ungkap Fatimah, Entah dari mana datangnya, karena aku tadi menundukkan kepala, tamparan yang mengingatkanku beberapa tahun yang lalu, itu pasti sangat sakit walaupun dikeluarkan oleh seorang perempuan.
"Apa-apaan kamu Fatimah! sakit tahu" ujar Arfan yang mengusap-usap pipinya.
"Kamu tuh b4nci fan, beraninya main belakang, main keroyok" ujar Fatimah yang matanya memerah menandakan bahwa dia sangat marah.
"Kamu" bentak Arfan sambil mengangkat tangan kanannya, hendak memukul Fatimah, membuatku bangkit dari tempat duduk, takut pukulan itu mendarat di pipi Fatimah.
"Ayo tampar! kalau berani" ujar Fatimah sambil mendekatkan wajahnya.
"Udah Fan, sejak Kapan kamu berdebat sama perempuan" ujar Azis mencoba meredakan amarah Arfan.
"Ini tidak bisa dibiarkan, kamu sudah kelewat batas" ungkap Fatimah yang pergi keluar dari sekolah entah mau ke mana.
"Mau ke mana tuh perempuan si4lan" tanya Arfan sama teman-temannya.
"Kayaknya mau ke rumah Pak Chandra, dia kan keponakannya" jawab Azis yang membuat wajah Arfan seketika memerah.
"Lagian kamu sih ngomong nggak dijaga, Kenapa kamu bisa bicara seperti tadi" gerutu Epul yang tidak suka dengan sikap Arfan yang banyak bicara.
"Kayaknya kita akan dapat masalah besar" timpal Rohman.
"Haduh" dengus Arfan sambil mengucek-ngucek rambutnya sehingga membuat kepalanya berantakan.
"Terus apa yang harus kita lakukan" tanya Azis dia juga Mulai ketakutan.
"Ayo kita kabur aja" ucap Epul sambil menarik tangan harapan untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Namun Arfan Tak bergeming, terlihat dia beberapa kali menarik nafas untuk menenangkan dirinya, supaya bisa berpikir jernih.
"Jangan, kita jangan kabur, kita hadapi semuanya, kalau kita kabur, ini akan memperumit masalah kita" ungkap Arfan sambil sambil duduk di bangku yang ada di teras.
"Ini semua gara-gara kamu" ujar Epul, dia juga mengikuti duduk di sebelah Arfan, sehingga kami bisa saling berhadapan.
Benar yang dikhawatirkan mereka, tak lama Fatimah dan Pak Chandra datang beriringan, raut wajah Pak Chandra terlihat sangat merah, menandakan amarah yang tertahan, sehingga membuat kami semua menundukkan kepala, karena tidak melihat beliau semarah itu.
"Ayo kalian masuk" ucap Pak Chandra, sambil membuka pintu ruangan guru beliau langsung masuk ke dalam lalu diikuti Fatimah.
"Ayo kalian semua masuk" ajak Fatimah.
Dengan berat hati kami semua mengikuti perintahnya, kami duduk di sofa yang ada di ruang guru, menghadap ke arah Pak Chandra dan Fatimah.
"Sebenarnya kalian mau apa sih, ini sekolah bukan ajang menyombongkan diri" ujar Pak Chandra dengan suara sedikit tertahan setelah melihat kami semua duduk dengan benar.
Pertanyaan itu jelas tidak ada yang mau menjawab, karena ketika menjawab, kami semua akan mendapatkan masalah yang lebih besar.
"Dalari saya membiayai kamu berada di sini, bukan untuk cari musuh, tapi saya hanya ingin melihat kamu sukses, mengingat potensimu yang sangat luar biasa" lanjut Pak Candra sambil menatap tajam ke arahku, membuatku tidak berani mengangkatkan kepala.
"Kalau kamu tidak mau bersekolah, maka kamu jangan buat masalah" ucap Pak Candra yang membuat jantungku berdegup lebih kencang.
"Maafkan saya pak" hanya kata itu yang terurai, tak terasa mataku mengembun, aku tidak bisa bayangkan jika harus meninggalkan impianku.
Mendengar jawaban seperti itu Pak Chandra terdiam sebentar lalu melanjutkan kembali "dan kamu Arfan, kamu itu ketua OSIS, Seharusnya kamu memberikan contoh yang baik sama adik-adik kelas kamu, bukan malah menjadikan mereka ladang uang kamu, jangan harap kamu bahwa saya tidak mengetahui semua keburukan kalian, saya diam bukan saya membiarkan keburukan kamu, tapi saya menunggu kamu sadar bahwa yang kamu lakukan itu salah, ternyata kamu tidak sadar malahan kamu maikin ke sini makin merajalela, sehingga kamu mengganggu pekerjaan orang, harusnya kamu tahu, ketika kamu tidak bisa memberikan manfaat sama orang lain, minimal kamu tidak mengganggu kehidupannya" ucap Pak Candra sambil menghela nafas, membuat harapan yang tadinya senyum-senyum karena melihatku di ceramahin Pak Chandra seketika terdiam.
"Saya tidak akan senggan-senggan mengeluarkan kalian dari sekolah saya. Saya tidak akan meracuni tiga ratus siswa dengan mempertahankan kalian yang hanya cuma tujuh orang, besok panggil orang tua kalian ke sini, untuk mencabut kalian dari sekolah saya" ujar Pak Chandra Suaranya pelan namun penuh Wibawa.
"Maafkan saya pak saya hanya mengikuti perintah Arfan" ujar Azis dia tidak mau ikut sama Arfan dia mungkin hawatir kalau dia harus dikeluarkan dari sekolah.
"Ya saya juga pak" Timpal Rohman.
"Apa kalian berdua tidak tahu bahwa yang diperintahkan oleh Arfan itu perbuatan buruk" tanya Pak Chandra sambil memadai kedua orang yang tadi berbicara.
"Tahu Pak" ujar mereka berdua serempak.
"Kalau tahu kenapa kalian lakukan, nggak mungkin kalian takut sama diac ujar Pak Chandra sambil menyunggingkan senyum sinis kepada mereka berdua.
"Maafkan saya pak saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi" ucap Arfan sambil menundukkan kepala.
"Kamu harusnya minta maaf sama orang orang yang pernah diganggu oleh kamu, Kamu harus ingat, kamu itu adalah kakak dan Tidak sepantasnya seorang kakak berbuat semena-mena sama adiknya, dan buat Kalian bertiga Hormatilah kakak kelas kamu, mulai saat ini saya tidak mau mendengar ada keributan di antara kakak kelas dan adik kelas, kalau itu terdengar kembali di telinga saya maka jangan harap kalian masih bisa sekolah di sini" ancam Pak Chandra dengan menurunkan intonasi suaranya.
"Maafin aku ya, Kak Arfan, Kak Epul dan yang lainnya, kalau saya punya salah" ungkapku terbata-bata.
"Iya aku juga minta maaf ya" jawab Arfan sambil mengulurkan tangan Tanda kami sudah damai.
Setelah kami bersalaman kami duduk kembali menunggu apa yang akan dibicarakan Pak Chandra.
"Maafkan kami semua pak, kami semua mengaku salah" ucap Arfan sambil menundukkan kepala.
"Iya saya maafkan, tapi kalian jangan sampai abaikan ucapan saya kalau kalian berbuat ulah lagi, saya tidak akan ragu mengeluarkan kalian semua, murid saya masih banyak, jadi saya tidak akan merasa keberatan jika harus melepaskan kalian" Ucap pak chadra
Akhirnya aku dan semua yang ada di sini menyalami Pak Chandra, sebagai tanda permintaan Maaf kami dan sebagai tanda janji bahwa kita tidak akan mengulanginya lagi.
"Buat kalian berempat jangan ganggu pekerjaan dalari, untung dia mau membantu kita membersihkan sekolah ini, dengan gaji yang tidak memadai" ucap Pak chandra sebelum kami meninggalkan ruang guru.
"Iya pak" jawab Arfan sambil menganggukkan kepala.
Setelah kita keluar aku merasa ada yang kurang diantara Kami bertiga.
"Nawir ke mana ya" Tanya Heru sambil terus berjalan menuju Aula penerimaan siswa baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
saepul dalari
terus
2022-05-28
0