Pov dalari
"Berarti kamu nyolong ya?" Epul bertanya lagi dengan pertanyaan sedikit memojokkan, yang membuat sedikit emosiku agak naik.
"Jangan sembarangan kalau ngomong kak?" jawabku yang meninggikan intonasi suaraku.
"Ya kalau maling ngaku, penjara penuh" Arfan yang berdiri di samping Epul menambahkan, supaya aku lebih terpancing.
"Ya Allah, aku harus bersabar menghadapi dua makhluk ini, supaya aku tidak terpancing emosi" gumamku dalam hati.
"Silakan, kakak tanya sama penjualnya, kalau kakak tidak percaya?" jawabku yang sudah sedikit menurunkan intonasi suara, setelah menguasai keadaan.
"Ya sudah, itu saja buat buat kita, kalau kamu pelit untuk berbagi?" pinta Epul sambil menadahkan telapak tangan.
"Maaf Kak, ini titipan. Nanti Kakak kena masalah" ujarku menolak permintaannya.
"Siapa sih yang berani sama kita?" Ujar Arfan sambil menyonginkan senyumnya terlihat kesombongan di wajahnya.
"Dikasih nggak" bentak Epul yang mulai meninggikan suara.
"Kalau mau, Beli dong! jangan minta, dasar pengemis" jawabku tak kuat menahan gejolak yang ada dalam dada, sehingga ucapan itu terlontar mengalir begitu saja.
"Kurang ajar, jaga bicaramu sampah?" Ucap Epul sambil mengubah tangannya yang awalnya nenadah sekarang dengan cepat menyambar cepat ke arah pipiku.
PRAKKK
Suara tiang yang terkena tamparan Epul, sesaat sebelum tangannya sampai ke pipiku, aku sudah mengundurkan kaki, lalu mendongakkan kepala ke belakang, untuk menghindari tamparan, sehingga tamparan itu hanya lewat Beberapa cm di hadapan mukaku itu, dan mengenai tiang warung yang terbuat dari bambu.
"Ngapain mukul tiang warung saya" bentak penjual gorengan yang merasa kesal, karena bangunan warungnya yang terbuat dari bambu tiangnya dipukul.
"Nggak apa-apa Pak, maaf!" jawab Ipul gugup sambil mengibas-ngebaskan tangannya yang terlihat agak bengkak setelah memukul tiang warung.
"Enga apa apa bagaimana, Emang kalau warung saya rusak kamu bisa ganti?" bentak penjual gorengan.
"Mau minta ganti berapa sih, warung butut gini paling harganya seberapa" jawab Arfan sambil tersenyum sinis menatap arah penjual.
"Astaghfirullahaladzim" penjual gorengan pun terdiam sesaat mendengarkan ucapan Arfan, mungkin dia tak menyangka ada anak SMP yang kelakuannya kebangetan seperti itu.
"Ya udah Dal, kamu masuk ke dalam jangan ladenin orang gila seperti itu" ujar penjual gorengan yang menyuruhku untuk meninggalkan kedua para senior ini.
"Yah Terima kasih Pak" jawabku sambil membungkukkan tubuh menghormatinya.
"Eh tunggu dulu kang sampah, urusan kita belum selesai" ujar Epul yang mau memegang tanganku.
"Emang nggak malu gangguin orang terus, mintain duit terus, nanti kalau ketahuan bapaknya gimana?, bisa habis kalian" ujar penjual gorengan mengingatkan.
"Kalau mereka berani lapor ke orang tuanya, Jangan harap mereka bisa menginjakkan kaki lagi di sekolah ini" ujar Arfan sambil ikut-ikutan memegang tanganku supaya tidak pergi meninggalkan mereka.
"Kalau kamu ganggu Dalari terus, saya bisa laporkan kamu ke Pak Chandra, Saya tahu apa yang kalian lakukan selama ini sama dia, untung dari anaknya baik tidak suka mengadu-adu, padahal dia sangat dekat sama Pak Chandra" setelah mendengarkan penjelasan dari penjual gorengan, sehingga genggaman tangan itu mulai mengendor sehingga aku bisa melepaskannya.
"Kamu ingat namanya Fatimah, Rangga, Deri, itu semua orang-orang yang dihukum oleh Pak Chandra, karena mengganggu pekerjaan dalari" penjual gorengan itu menambahkan membuat kedua orang itu terdiam seketika.
"Terima kasih Pak" ujarku untuk yang kedua kalinya mengucapkan terima kasih kepada penjual gorengan, setelah mengucapkan terima kasih aku pergi meninggalkan mereka yang masih berdiri mematung.
Sesampainya di kelas ketiga sahabatku masih menunggu kedatanganku, sehingga ketika melihat aku datang mereka sangat bergembira, seperti kita terkurung di ruangan, sedangkan di luar banyak Zombie yang berkeliaran siap memangsa, namun dengan gagahnya aku keluar untuk mencari makanan, setelah berhasil mendapat makanan aku kembali pulang lalu disambut sebagai pahlawan mereka.
"Kamu tidak apa-apa" tanya Heru.
"Kamu baik-baik saja kan" ujar Nasrul.
"Udahlah jangan di dramatisir, ini kan cuma dari kantin bukan dari medan perang" ujarku Ketus.
"Kamu adalah pahlawan kami" ujar Nawir sambil mengajakku duduk.
"Apaan sih, nggak jelas amat, kalian kelaparan ya makanya jadi error gitu" jawabku yang masih kesal, karena di kantin sudah terpancing emosi, jadi ketika ada yang menggoda bukannya senang tapi malah menambah runyam keadaan.
"Udah udah boleh buka gorengannya?" pinta Heru sambil membuka ikatan plastik, terlihat heru beberapa kali menelan air liurnya, membayangkan gorengan itu masuk ke mulutnya, memang kalau makanan yang sudah diidam-idamkan ketika menghadapinya kan seperti itu.
Akhirnya Kami berempat memakan gorengan, dibarengi dengan sendau gurau, menambah keseruan di kelas, meski kita tidak pergi ke kantin, namun ketika kita berkumpul di dalam ruangan, tidak terasa bosan karena selalu ada aja pembahasan yang membuat kita terus tertawa. Setelah menghabiskan jajanan aku kembali membuka tas, untuk melihat Sebenarnya apa yang ada di dalam tulisan itu.
"Kamu parah rul, coba kalau kamu kasih tahu, siapa pengirimnya? mungkin Fatimah tadi, tidak akan marah seperti itu" Sesalku sambil membuka kita pengikatnya.
"Ya salah kamu sendir, kenapa kamu nggak langsung baca tulisannya, malah main kantongin, kaya takut diminta" ledek Nasrul yang tidak mau disalahkan, sehingga melemparkan pertanyaan itu berbalik arah kepadaku.
"Ya bukan gitu, tadinya kan kita mau memakannya ketika waktu istirahat, namun gara-gara aku ke kantin dulu, jadi belum sempat membukanya, eh Malah ketemu orang yang ngasihnya duluan, aku gelagapan dong nggak bisa menjawab pertanyaannya" aku menjelaskan sambil menarik nafas dalam, mengingat kejadian di mana Fatimah pergi meninggalkanku, dengan kesal aku menjelaskan kejadian apa yang sebenarnya terjadi akibat Nasrul tidak memberitahu siapa pengirimnya.
"Ya udah buruan ambil tulisannya, buka coklatnya pengen tahu rasa coklat seperti itu, rasanya seperti apa" ujar Heru seolah tidak memperdulikan masalahku, yang ada di pikirannya hanya makan.
"Sabar apa sih, ini juga kan lagi dibuka" jawabku sambil menatap kesal ke arahnya
"Hehehe maaf maaf cuma bercanda" ujar Heru yang menangkap sinyal tidak baik dari raut wajahku.
Setelah pita terlepas, aku mengambil satu catatan kecil yang menempel di pembungkus coklat, setelah ku ambil lalu aku membacanya.
( Kamu seperti coklat, kesenangan paling intens pada saat yang sama, mungkin bukan yang paling intens, tapi yang paling tetap dan dapat diandalkan ) pesan dalam kertas itu yang membuatku menggaruk-garuk kepala karena tidak tahu apa maksud dan tujuannya.
"Kenapa kok kayak bingung begitu?" tanya Heru sambil menyobek plastuk pembungkus coklat.
"Kamu main buka aja ru, itu kan coklat dia" bentak Nasrul mengingatkan.
"Ya Allah, aku nggak sadar, serius beneran tiba-tiba aja tanganku membukanya" elak Heru merasa tidak enak
"Nggak papa kok, ayo kita makan bareng aja" ujarku sambil mengambil kembali coklat itu.
Akhirnya coklat itu dibagi menjadi empat dengan bagian yang sama, membuat mod kita kembali press, mungkin benar seperti yang ada di iklan-iklan bahwa coklat bisa mengembalikan mod baik.
******
Seusai sholat Dhuhur, aku dan ketiga sahabatku berpisah kembali ke rumah masing-masing, aku menyusuri jalan kecil menuju pondok Jalan yang di kanan kirinya ada rumah warga, ini adalah jalan paling dekat, namun siang itu cuaca dirasa sangat terik. Sehingga aku memutuskan untuk melewati jalan tikus, di mana jalan itu jalan lewat perkebunan warga, sehingga kalau lewat jalan itu, tidak terlalu tersengat panasnya matahari, karena pepohonan yang rimbun.
Setelah masuk ke jalan tikus, rasa panas matahari tidak tembus ke dalamnya, sehingga hembusan angin membuat tubuhku sangat segar. Namun kenyamanan itu seketika terhenti ketika ada dua orang yang menungguku untuk lewat.
"Mau ngapain mereka sampai segininya mengerjai anak baru, pantas saja anak-anak baru pada takut, kalau terornya sampai seperti ini, sampai mengganggu diluar sekolah" gumamku dalam hati, ketika memperhatikan dua orang yang masih duduk sambil menatap ke arahku.
Meraka melambaikan tangan menyuruhku untuk mendekat, Awalnya mau kembali. namun terasa penasaran itu membuatku terus berjalan mendekati mereka, kuperhatikan sekitar mereka, untuk memastikan beberapa orang yang ada di situ, namun tidak terlihat orang lain selain mereka berdua.
"Yah kenapa kak?" tanyaku ketika sampai di hadapan mereka, merasa heran apa yang mereka lakukan sebenarnya sampai-sampai harus mencegatku seperti ini.
"Nggak apa-apa, kita coma mau ngobrol aja" jawab Azis dengan santai tanpa terlihat ada niat buruk.
"Mau ngobrolin apa Kak?" tanyaku penasaran.
"Kamu susah untuk diingatkan, secara baik-baik" ujar seseorang yang keluar dari semak-semak lalu mendekati kita.
"Maaf kak, kalau ada salah, namun Kalau boleh tahu kesalahan saya apa sampai saya dicegat seperti ini" aku bertanya supaya mendapat kepastian dari mereka.
"Kamu jangan pura-pura lupa, kamu sudah diingatkan, kamu jangan sampai mendekati yang namanya Fatimah, dia itu calon pacarku dan calon istriku. kamu masih nekat mendekatinya, malahan aku dengar kamu dikasih coklat sama dia" jelas Arfan sambil mengepalkan tangannya.
"Baru calon segini protektifnya dia, parah betul kamu fan" gumamku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments