Pov dalari
Kami semua terus menyusuri jalan, dibarengi dengan sendau gurau, apalagi ketika melihat Nasrul yang terus mendekati Fitri, sehingga terus menjadi bahan ledekan kita di jalan, namun Nasrul tetap cuek seolah dia lagi dapat mood booster.
Emang umur kita masih kecil, namun untuk menyukai sesuatu itu tidak bisa dilihat dari umur, Karena itu adalah fitrah manusia, yang jelas Bagaimana Fitrah itu tetap terpelihara sesuai norma-norma yang berlaku.
Sekitar tiga puluh menit di perjalanan, akhirnya kita memasuki sebuah Gang kecil, hanya aku dan kedua sahabatku ditambah Fitri, yang berjalan menyusuri gang, karena tidak ada siswa lain yang pulang searah melalui Gang sini, kami berjalan beriringan.
"Masih jauh Fit" tanya Heru yang berjalan paling belakang.
"Udah deket, itu udah kelihatan rumahnya" jawab Fitri sambil menunjuk ke arah beberapa rumah yang ada di depan.
"Rumah Nawir yang mana: tanya Heru lagi.
" itu yang paling pojok" jawab Fitri yang terus berjalan diiringi kita bertiga
"Assalamualaikum" ucapku setelah berdiri di depan pintu rumah Nawir.
"Kayaknya nggak ada orang" tanya Nasrul karena kalau beberapa kali mengucap salam, tidak terdengar balasan.
"Mungkin lagi ke air nanti aku cari dulu ya" ujar Fitri yang terus berlanjut meninggalkan kami, karena masih jarang orang yang mempunyai kamar mandi di rumah, biasanya para warga di kampung kalau mau ke air yah Harus ke ****** umum.
"Katanya dia sakit tapi kok nggak ada di rumah" ujar Heru sambil mengerinyitkan dahi.
"Udah sembuh kali" jawab Nasrul sekenaknya.
"Semoga saja seperti itu" gumamku Lirih
Lama menunggu, akhirnya keluarlah sesosok anak laki-laki dengan lilitan handuk di tubuhnya, memamerkan dadanya yang coklat, memang benar apa yang dikatakan Fitri, terlihat di beberapa bagian tubuhnya, ada lebam biru, itu bukan seperti orang yang habis terjatuh dari pohon, lebih mirip seperti orang yang habis dipukuli.
"Aduh ternyata ada tamu" ujarnya sambil menghampiri kami terukir senyum di bibirnya yang berwarna gelap, mungkin dia kedinginan karena baru pulang dari ******.
"Katanya kamu sakit tapi masih berkeliaran" tanya Heru sambil memicingkan matanya.
"Kata siapa sakit aku, sehat gini kok" jawab Nawir sambil mengajak Kami bertiga bersalaman.
"Kata tetangga kamu" ucap Nasrul
"Ah kalian terlalu percaya sama omongan orang, Ayo masuk" ajak Nawir sambil membukakan pintu rumahnya.
Kami bertiga pun masuk ke rumah yang terbuat dari kayu, walaupun rumahnya sudah tua namun Rumah itu sangat beresih, terlihat lantainya yang terbuat dari papan yang mengkilap.
"Sebentar ya aku pakai baju dulu" pinta Nawir.
"Iyalah pakai baju, ngapain telanjang dada begitu, aurat tahu" jawabku mengingatkan.
"Untung kami normal wir, Coba kalau nggak udah habis kamu" tambah Heru sambil mengadipkan mata diiringi gelak tawa.
Namun Nawir Acuh saja dengan ledekan seperti itu, dia masuk ke kamarnya dan tak lama dia sudah kembali dengan memakai baju kaos dan celana pendek.
"Maaf ya, mending ngobrolnya kita di dapur yuk, soalnya aku harus masak nasi buat makan siang, kasihan Ibu kalau sepulang kerja harus langsung memasak nasi juga" ajak Nawir merasa tidak enak.
"Emang kamu bisa" tanya Nasrul dengan mimik muka tidak percaya, karena Nawir adalah seorang laki-laki, kalau perempuan mungkin bisa sedikit mempercayainya.
"Bisalah, ayo!" ajak Nawir kemudian dia berjalan menuju ke ruang dapur diikuti Kami bertiga.
"Sesampainya di dapur, dia menyalakan api ditungku kayunya, setelah api menyala dengan sempurna, kemudian menaruh seeng di atas tungku, lalu dia menuangkan air ke dalamnya. Setelah seeng itu terisi dengan air, kemudian dia mengambil aseupan ( anyaman bambu berbentuk kerucut untuk menanak nasi ) lalu aseupan itu diisi dengan beras yang baru dicucinya. Setelah kerucut itu tersisi kemudian disimpan ke dalam seeng.
"Wow, mungkin kita harus mengecek jenis kelaminnya, karena kamu piawai banget Wir" ujar Nasrul sekolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Kurang ajar kamu Rul, emangnya aku orang kaya seperti kamu, kalau orang miskin itu harus serba bisa" ujar Nawir dengan Ketus.
"Maaf maaf bercanda kok Wir" jawab Nasrul sambil terkekeh.
"Sebenarnya kamu terjatuh di mana, kok lebamnya bukan seperti orang yang habis jatuh, itu lebih mirip orang yang habis dipukuli" Tanyaku mengalihkan pembicaraan mereka.
"Di kebon, kemarin pas pulang sekolah, aku mampir dulu ke sana, karena melihat jambunya yang udah pada matengz Sayang kalau nggak diambil nanti dimakan Codot" jawab Nawir.
"Terus kok bisa lebam" selidik Heru.
" ehhh Anu kena batu, iya kena batu ru" jawab Nawir agak sedikit tergagap membuat kami curiga.
"Jujur aja Wir, soalnya kemarin dalari dicegat oleh Arfan, Untung dia bisa kabur" ucap Nasrul menekan Nawir untuk jujur.
"Beneran kena batu, pas jatuh ternyata di bawahnya banyak batu-batu kecil, sehingga membuat tubuhku lebam" jelas Nawir sambil menundukkan kepala terlihat tangannya yang agak mengepal, seolah lagi menahan amarah.
"Beneran itu Wir?" tanya aku yang merasa rancu dengan penjelasannya.
"Buat apa aku berbohong to, nggak ada untungnya juga kan" ucapnya mengangkat kepalanya lalu tersenyum memandangi kami, namun terlihat matanya yang sedikit mengembun.
"Jujur aja Wir, nggak apa-apa" desak Heru.
"Jujur apaan sih, Orang aku jatuh kok" jawab Nawir dengan sedikit membulatkan matanya.
"Ya udah syukurlah, kalau tidak diganggu oleh mereka, tapi kalau mereka mengganggumu, cerita ya kita ini sahabat" ucapku menengahi mereka berdua.
"Iya tenang aja, aku beneran Tidak apa-apa kok" jawab Nawir sambil membetulkan api supaya terus menyala.
"Iya cerita aja, jangan kamu anggap kita ini tidak peduli sama kamu, lagian para senior itu, tidak mungkin mengganggu kita lagi, soalnya tadi Pak Candra udah mengultimatum mereka" jelas Heru.
"Kok bisa diancam seperti itu, Emang mereka melakukan apa" tanya Nawir penasaran.
"Mereka mengotori teras dan halaman yang sudah dibersihkan oleh dalari, namun bod0hnya, mereka malah mengakui perbuatannya kejinya yang didengar oleh Fatimah, dengan cepat Fatimah melaporkan semua perbuatan mereka ke Pak Chandra" jelas Heru.
"Terus mereka diperingatkan, oleh Pak Chandra" tanya Nawir
"Iya, Bahkan mereka diancam akan dikeluarkan dari sekolah, kalau mengganggu kita lagi" jawab Heru.
"Baguslah kalau seperti itu, kita semua bisa sekolah dengan tenang, Oh iya Hampir lupa aku belum mengambilkan minum buat kalian, Pasti kalian haus sehabis perjalanan jauh" ujar Nawir dengan tergesa-gesa mendekatkan teko berisi air.
"Telat Wir" ujar Nasrul Ketus.
"Hehehe maaf lupa keasikan mengobrol" ujarnya sambil bangkit memasuki Goah, goah adalah kamar yang ada di dapur biasanya dikhususkan untuk menyimpan padi, tak lama kemudian dia keluar sambil membawa pisang di tangannya.
"Maaf aku nggak bisa jamu kalian" ujarnya sambil meletakkan pisang di hadapan kami
"Nggak apa-apa Wir, melihat kamu seperti ini aja kita sudah senang banget" jawabku sambil mengisi gelas dengan air untuk meminumnya.
"Terima kasih ya, udah mau main ke sini, Oh yaz kalian mau pulang kapan?, Mending kalian Jumatan di sini nanti Habis jumatan kita ngeliwet" saran Nawir.
"Gimana? kalau aku sih habis zuhur Nggak ada kegiatan" Tanyaku sambil menatap ke arah Nasrul dan Heru.
"Aku setuju, udah lama aku nggak makan nasi ngeliwet, Kalau kamu gimana Ru" ujar nasrul yang bertanya sama heru.
"Dua lawan satu pasti kalah" jawab Heru sambil tersenyum tanda iya setuju.
"Cuman yang aku bingung, Lauknya apa? orang tuaku lagi nggak punya duit? kalau beras mah banyak kebetulan kemarin habis ngegiling"
"Asin, sambal, sama daun singkong, nanti kalau buat beli asin Kita patungan aja, kebetulan tadi Jumat kan nggak jajan" saranku kepada mereka.
"Wah mantap dal, bisa aja kamu mancing Air liurku" jawab Nasrul.
"Emang orang kaya seperti kamu masih suka ikan asin juga" Celetuk Heru menimpali.
"Eh si4lan, Kamu kira aku ini apa, ya aku pasti sukalah meski tidak terlalu sering memaknaya" jawab Nasrul dengan Ketus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
saepul dalari
hy
2022-05-31
0