Pov dalari
Empat puluh lima menit berlalu pekerjaanku selesai, karena beberapa hari terakhir, hujan tidak kunjung turun sehingga meringankan pekerjaan untuk merapikannya, hanya kotoran Debu dan sedikit sampah yang berserakan soalnya ketika musim kemarau, Angin tidak begitu kencang, jadi tidak banyak daun-daun yang berguguran.
"Alhamdulillah" gumamku sesaat setelah merapikan perkakas kerjaku ke gudang sekolah.
Lalu kulangkahkan kakiku menuju pondok dengan sedikit berlari, agar tidak ketinggalan melaksanakan salat berjamaah, apalagi suara toa toa dimasjid memberitahu bahwa lima belas menit lagi adzan subuh akan berkumandang.
Sesampainya di pondok, aku bergegas mengambil air wudhu lalu, masuk kembali ke kamar, untuk mengambil kitab-kitab yang mau dikaji setelah selesai salat subuh.
******
Pukul 06:30 aku sudah berada di rumah Pak Chandra, seperti biasa aku menumpang sarapan di rumahnya, yang berbeda kali ini biasanya aku sarapan pukul pukul 07:00 setelah pekerjaanku selesai, namun kali ini aku sarapan tiga puluh menit lebih awal, soalnya pekerjaanku sudah dikerjakan sebelum waktu subuh.
"Nanti kalau berangkat ke sekolah, tolong bawa berkas-berkas bapak yang ada di atas meja!" seru Pak Chandra yang baru menghampiriku dari ruang tengah.
"Iya Pak" jawabku setelah mengunyah nasi yang ada di mulut tertelan dengan sempurna.
Pak Chandra kembali memasuki ruang depan untuk menikmati secangkir kopi yang telah Ia buat, sebelum aku datang ke rumahnya melanjutkan pekerjaanya.
Selesai makan Seperti biasa aku merapihkan piring-piring kotor, lalu mencucinya dengan bersih, ini adalah bentuk Terima Kasihku kepada keluarga Pak Chandra, yang telah memberikan sarapan secara gratis. Kalau memasak di pondok, sangat membutuhkan waktu, apalagi selesai pengajian pukul 06.15 sehingga waktu itu tidak cukup untuk memasak nasi, apalagi kalau sepagi itu para santri belum pada mau masak, mereka disibukan dengan menghafal kitab-kitab yang baru mereka pelajari.
Para santri biasanya meraka memasak buat sarapan pagi sekitar pukul 08:00, jadi dengan adanya sarapan gratis di rumah Pak Chandra, ini sangat membantu sehingga ketika aku bersekolah tidak merasa keroncongan.
Selesai mencuci piring, aku masuk ke ruang Pak Chandra lalu mengambil berkas yang diperintakannya untuk membawa ke sekolah.
"Cuma ini saja yang dibawa yang haru aku bawa?" tanya aku memastikan setelah berada di ruang tamu.
"Ya cuma itu saja, nanti kamu simpan di meja kepala sekolah!" perintah apa Candra yang masih sibuk dengan berkas-berkas di mejanya.
"Ya sudah, saya pamit duluan pak, Assalamualaikum" pintaku sambil mencium punggung tangannya seperti anak sekolah pada umumnya ketika hendak berangkat pergi ke sekolah.
"Waalaikumsalam" jawab pak Candra menerima uluran tanganku untuk dicium, lalu Pak Candra menundukkan kembali pandangannya ke kertas-kertas yang masih berserakan.
Kubalikan badan untuk pergi meninggalkan rumah Pak Chandra, namun namun langkahku terhenti sesaat sebelum membuka pintu rumah.
"Dalari" panggil Pak Chandra
"Yah, Ada apa Pak" Ada yang bisa saya bantu?" tanya aku sambil membalikkan badan kembali ke arah Pak Chandra. seperti kebiasaan para pembantu lainnya ketika dipanggil pasti dia akan disuruh.
"Nih" ujar Pak Candra sambil mengulurkan tangan yang memegang uang Entah berapa karena uang itu terlipat, hanya terlihat sedikit uang yang ada ditangannya dari pecahan uang seribu.
Aku menghampiri dengan wajah sumringah mengambil pemberiannya, Pak Chandra sangat baik, Dia selalu memberi tip seperti sekarang, bahkan kalau beliau lagi ada uang lebih beliau, beliau tidak akan pelit untuk membaginya sehingga uang gaji bulananku bisa aku tabung.
Dengan tabungan itu, aku bisa melengkapi kitab-kitab yang dipelajari di pondok, bahkan kebutuhan alat tulisku untuk di sekolah dan buku-buku pelajaran, aku beli dengan uang tabungan yang didapatkan dari bekerja membersihkan sekolah.
"Terima kasih Pak" sesaat setelah uang itu pindah ke tanganku lalu ku masukkan ke dalam saku celana.
"Sama-sama, ya sudah berangkat sekolah sekarang, nanti kesiangan!" Pintanya sambil tersenyum menatap ke arahku.
Padahal Pak Chandra sebagai kepala sekolahnya belum siap-siap, namun dia sudah menyuruhku untuk pergi ke sekolah dengan alasan takut kesiangan. Aku tidak terlalu memikirkannya, itu bukan tugasku yang penting Sekarang aku sangat bahagia setelah mendapat uang darinya, karena uang tabunganku sudah habis dipakai untuk membeli kebutuhan sekolah, hanya kau Sisakan beberapa ribu untuk mencukupi kebutuhan ku dipondok selama sebulan.
Sesampainya di sekolah aku membuka ruangan guru dengan kunci yang selalu kubawa, lalu aku menaruh semua berkas yang tadi aku bawa dari rumah Pak Chandra di meja kepala sekolah sesuai yang beliau minta.
Setelah menaruh berkas, aku segera menuju ruang kelas yang dijadikan Aula penerimaan siswa baru, untuk menunggu para siswa lainnya datang.
Merasa jenuh menunggu, karena mungkin aku datang terlalu pagi sehingga baru beberpa saja yang hadir. Aku memutuskan keluar dari Aula menuju tempat penyimpanan perkakas kerjaku, berniat memotong rumput, hanya untuk mengisi waktu sebelum waktu sekolah dimulai.
Setelah mengambil sabit aku berjongkok untuk memotong rumput-rumput yang mulai bertunas, karena setiap hari Minggu aku memotongnya jadi rumput itu jarang berkembang sampai besar
"Hai! assalamualaikum" ujar seorang wanita yang menyapaku dari belakang
"Waalaikumsalam, eh Nayla" jawabku setelah melihat siapa yang menyapa.
Fatimah Nayla adalah murid yang sangat rajin, dia selalu datang lebih awal, makanya kita sering bertemu walaupun tidak pernah mengobrol lama, hanya saling menyapa satu sama lain, namun kita sering berbalas surat sehingga kita sangat dekat ditulisan. Sekarang jantungku mulai jedak jeduk ketika betutur sapa denganya, berbeda dengan waktu pas awal ketemu.
"Kok kamu nggak bilang, kamu mau sekolah disini" tanya Fatimah yang membawa sekop berisi sampah dari ruang kelasnya. karena ruang kelas adalah tanggung jawab para siswa jadi aku hanya membersihkan terasnya saja.
"Hehehe aku juga nggak tahu? aku bisa bersekolah seperti ini" jawabku sambil tersenyum.
"Kok bisa begitu?" tanya Fatimah dengan penasaran
"Iya, kemarin Pak Chandra yang menyuruhku untuk sekolah, mungkin kamu juga sudah tahu aku sekolah di sini gara-gara Pak Candra" aku menjelaskan keadaan yang sebenarnya, sambil terus memotong rumput.
"Wah syukurlah kalau begitu ceritanya, sekarang cita-cita kamu tercapai, semangat!!" ujarnya sambil tersenyum, senyum yang tidak bisa aku lupakan Karena itu adalah senyum terindah yang pernah aku lihat.
"Terima kasih" ujarku sambil membalas senyumnya.
"Hey kalian ini sekolah, bukan tempat pacaran" bentak seseorang yang suaranya tidak asing ditelungku.
Arfan mendekati kita dengan tas di punggungnya, menandakan dia baru nyampe ke sekolah sehingga belum sempat menaruhnya. Karena kebaisan di sekolah kami, tas itu selalu di taruh di meja, hanya mau pulang atau datang saja tas itu digendong.
"Ih apaan sih, Siapa juga yang pacaran?" sanggah Fatimah dengan menekuk mukanya.
"Terus ngapain kalian berdua di sini?, kalau bukan pacaran" selidik Arfan dia tidak mau menerima penjelasan itu dengan mudah.
"Aku mau buang sampah, aka kamu gak lihat benda ditanganku?" balas Fatimah dengan Ketus lalu dia pergi menuju ke tempat sampah tanpa memperdulikan arfan lagi.
Melihat Fatimah pergi Arfan hanya melongok, menatap kepergiannya
"Galak banget, tapi itu yang membuat aku suka" gumam Arfan sangat pelan namun itu Cukup jelas di telingaku karane jarak kita yang bedekatan.
"Ngapain kamu lihat-lihat?" Bentak Arfan yang mengetahui aku memperhatikannya.
"Enggak kak" belaku membantah tuduhannya.
Arfan berjongkok , mungkin supaya dia sejajar denganku yang lagi berjongkok untuk memotong rumput, Arfan menatap tajam ke arahku terlihat tatapan kebencian Terukir di matanya.
"Jangan deket-deket kak! nanti baju kakak kotor kecipratan tanah" pintaku memperingatkannya. Agar bekas potongan rumput tidak mengotori bajunya.
"Eh denger tukang sampah, kamu jangan dekat-dekat sama Fatimah, dia itu calon pacarku, bahkan yang kamu harus tahu nanti setelah dia keluar sekolah, aku akan melamarnya" ancam Arfan yang menatap tajam ke arahku.
"Enggak kak, lagian tadi kakak juga dengar sendiri kan dia cuma membuang sampah, Mana mungkin dia mau sama tukang sampah sepertiku" jawabku sarkas.
"Ya aku cuma memperingatkan saja, supaya kamu tahu diri, jangan sampai kejadian kepada temanmu, itu terjadi kepadamu juga" ancamnya lagi.
"Siap Kak, terima kasih atas peringatannya" jawabku sambil senyum.
"Jangan senyum-senyum seperti itu, kayak embek lagi pengen kawin saja, sekali lagi awas kalau aku melihatmu berduaan sama Fatimah, aku tidak segan segan membuatmu susah, Ya sudah lanjut lagi kerjaanmu, nih yang ini dipotong!" ujarnya yang sudah berdiri sambil menunjukkan rumput yang harus kupotong dengan kakinya.
"Iya Kak" jawabku yang tetap tersenyum ramah walaupun dihati sangat kesal karena perlakuan tidak sopannya.
"Dasar gak punya etika, masa menunjukkan pakai kaki, Gimana kalau kakinya kena Tebas Sabit ku?" gumamku dalam hati. Yang tidak kuucapakan.
"Hahaha dasar kang sampah" ujarnya sambil melangkahkan kakinya pergi meninggalkanku.
Setelah Arfan pergi, tak lama muncullah ketiga sahabatku, lalu mereka bertiga berjongkok mengikuti Posisiku yang sedang memotong rumput.
"Ngomong apaan dia?" tanya Heru Yang penasaran.
"Nggak dia cuma menyuruhku memotong rumput yang sebelah sana, tadi dia tunjukan dengan kakinya" jawabku dengan antusias menangapi kedatangan mereka.
"Kenapa nggak sekalian kamu tebas aja kakinya, itu sangat tidak sopan, ngakunya kakak kelas, tapi kelakuannya Barbar seperti itu" gerutu Nawir terlihat kekesalan di wajahnya.
"Nggak apa-apa lagian Kalian kan semua atasanku, jadi berhak menyuruhku apa saja. Ya udah tunggu di kelas sebentar lagi ini beres kok, nanti kita ngobrol lagi" pintaku sambil bangkit mengambil sapu untuk membersihkan rumput-rumput yang sudah aku potong.
Merasa tidak enak, Mereka tiga membantuku memrapihkan semuanya, meski aku sudah melarangnya, namun mereka tetap ngeyel dan terus membantuku, Katanya biar cepat selesai dan bisa mengobrol.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments