Besoknya Shaka bangun pagi lebih dulu. Pria itu memang rajin bangun pagi. Ia tak ingin telat berangkat kerja.
Sementara penghuni kamar sebelahnya belum ada tanda-tanda sudah bangun. Kamarnya masih tertutup rapi. Shaka tidak mempedulikan hal itu. Ia melakukan rutinitas paginya seperti biasa lalu pergi berangkat kerja.
Di tempat kerjanya, sudah ada beberapa rekan sesama kurir yang sudah datang lebih dulu. Mereka tengah memilah-milah barang yang akan diantar sesuai dengan rutenya.
“Pagi, Bang John. Aku kalah pagi terus nih, sama Bang John.” Shaka menyapa salah satu teman kurirnya yang sudah cukup lama bekerja disana. Diantara banyak kurir disana, Bang John memang paling dekat dengan Shaka.
“Makanya cepetan nikah, punya istri, jadi nanti istrimu bisa bangunin tiap pagi,” sahut pria yang disapa Bang John itu sambil terkekeh. Pria itu sudah menikah dan memiliki 3 orang anak, 2 laki-laki dan 1 anak perempuan yang paling bungsu. Usianya sudah 45 tahun, tapi semangat bekerjanya seperti anak belasan tahun. Dia lah karyawan yang paling rajin disana.
“Ah, tiap hari jawabannya itu terus,” gerutu Shaka.
“Lah, memang iya. Paling nggak cari pacar, biar kerja makin semangat, semangat buat ngumpulin modal nikah,” seloroh Bang John.
Shaka mendekat ke arah Bang John yang sedang sibuk memilih paket sambil lesehan di lantai.
“Aku udah nikah, Bang,” bisik Shaka pada Bang John.
“Ck, pagi-pagi udah bohong. Pagi-pagi tu beramal bukan nambah dosa,” kata Bang John tak percaya. Bagaimana bisa ia percaya dengan omongan Shaka sementara dia tak pernah terlihat dekat dengan gadis manapun.
Bahkan salah satu admin di kantor mereka yang bernama Rara saja dia cuekin. Padahal Rara sering kali berusaha mendekatinya.
“Serius, Bang. Kemaren pagi nikahnya,” ucap Shaka lagi dengan suara pelan.
Bang John melirik sekilas ke arah tangan Shaka. “Cincin nikahnya aja nggak ada,” bantah Bang John.
Deg.
Cincin nikah? Iya juga, ya. Aku sama Keyla nggak punya cincin pernikahan. Bahkan maharnya saja cuma uang seratus ribu di dompet. Batin Shaka.
Tiba-tiba Shaka merasa kasian dengan Keyla. Pernikahannya dan Keyla seperti sebuah permainan saja. Belum lagi hubungan mereka yang tak dekat setelah menikah. Ia bahkan membentak Keyla tadi malam. Ada sedikit rasa bersalah menjalar di hatinya.
“Kenapa diam? Bener kan bohong?” tanya Bang John lagi.
“Kalau memang sudah menikah, paling nggak ada maharnya. Ada buktinya. Kalau nggak ada, semua orang bisa ngaku-ngaku udah nikah,” tambah Bang John.
“Tapi serius aku sudah nikah, Bang. Istriku bahkan sudah tinggal bersama di rumahku,” kata Shaka lagi yang membuat Bang John menghentikan aktivitasnya lalu menoleh ke arah Shaka.
“Kamu serius?” tanya Bang John yang diangguki Shaka.
“Kenalin ke Abang. Buktiin,” tantang Bang John.
“Oke. Aku akan ajak dia ke rumah Abang.”
“Nggak usah. Biar Abang yang langsung ke rumah kalian. Abang buktikan sendiri nanti pas libur hari minggu.”
“Oke. Deal. Tapi ini rahasia kita aja ya, Bang,” pinta Shaka.
“Rahasia apa nih? Ayo...ada rahasia apa?” kata Rara yang tiba-tiba datang membawa daftar alamat kepada Shaka.
“Mau tau aja. Rahasia lelaki, nih,” sahut Bang John asal.
“Bang John mah gitu. Mas Shaka, ini daftar alamatnya. Paketannya ada di sana ya, Mas. Ada beberapa paket yang COD juga, Mas,” kata Rara sambil memberi selembar kertas yang langsung diterima Shaka.
“Mudah-mudahan paket COD hari ini nggak bawa masalah lagi,” gumam Shaka pelan tapi masih terdengar oleh Rara dan Bang John.
“Masalah?” tanya Rara.
“Oh, nggak kok. Nggak ada. Oke. Aku antar nanti semuanya,” jawab Shaka cepat.
“Oke, Mas. Oh iya, Mas Shaka udah sarapan? Rara ada lebih roti,” tanya Rara malu-malu.
“Udah kok. Udah sarapan tadi di rumah.” Padahal perutnya baru terisi air putih saja tadi pagi.
“Oh, oke Mas. Semangat kerjanya, ya,” ucap Rara malu-malu lalu pergi ke mejanya lagi.
“Dih, giliran Shaka ditawarin sarapan, disemangatin kerja. Aku dari tadi disini nggak ditawarin apa-apa,” ledek Bang John.
Shaka tak membalas. Ia hanya tertawa saja melihat tingkah Bang John.
***
Hari ini cuaca lebih bersahabat. Tidak terlalu panas, tapi tidak hujan juga. Cuaca seperti ini seperti berkah bagi seorang kurir seperti Shaka. Paling tidak ia tidak begitu merasa kepanasan saat mengantar paket di siang hari.
Kalau masalah debu jalanan, itu sudah seperti santapannya sehari-hari. Tapi tetap saja pekerjaan ini ia jalani dengan ikhlas. Karena dari sinilah Shaka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain cuaca panas dan debu jalanan, tentu saja tingkah setiap pelanggan juga terkadang menjadi ujian sendiri bagi seorang kurir. Ada yang ramah dan cepat mengambil paketnya saat ia mengantar paket, ada juga yang harus membuatnya menunggu lama, bahkan ia harus berulang kali mengantar paket ke alamat yang sama dikarenakan pelanggannya tidak berada di rumah.
Siang ini, nasib baik lagi berpihak pada Shaka. Saat ia mengantar paket untuk pelanggannya yang memiliki warung, ibu pemilik warung itu memberinya dua botol minuman kemasan yang dingin sebagai pelepas dahaga.
“Tidak usah, Bu. Nanti ibu rugi. Saya hanya mau mengantarkan paket ini saja,” ucap Shaka yang sungkan mengambil minuman pemberian si pemilik warung.
“Nggak apa-apa, Mas. Ambil saja. Buat bekal di jalan kalau haus,” kata ibu itu dengan ramah sambil memberi minuman tersebut pada Shaka.
Shaka pun menerima dengan wajah berbinar. “Terimakasih, Bu. Semoga lancar rejekinya, saya permisi dulu.”
Setelah mengucapkan terimakasih, Shaka pun melanjutkan perjalanannya mengantar paket ke tempat lain.
Di tengah jalan, Shaka melihat ada seorang bapak-bapak yang usianya mungkin lebih dari 50 tahun. Bapak itu sedang duduk beristirahat di bawah pohon. Di sebelahnya ada beberapa kotak tissue, sepertinya bapak itu adalah penjual tissue. Shaka menghampiri bapak tersebut lalu membeli satu tissue nya. Kemudian ia juga memberikan minuman yang tadi pelanggannya berikan.
Begitulah Shaka dengan kemurahan hatinya. Meskipun gajinya tak seberapa, tapi dia tak pernah lupa berbagi walaupun sedikit.
Sore hari, giliran Shaka mengantarkan paket COD ke salah satu pelanggannya. Beberapa kali Shaka mengetuk pintu dan memanggil dari depan tapi tidak ada sahutan.
Hampir sepuluh menit disana, Shaka mulai berbalik ingin pergi. Tapi tak lama pintu pun dibuka dari dalam. Tampak seorang ibu-ibu sedang menggendong anaknya yang masih kecil.
“Tunggu, Mas. Paket, ya?”
“Iya, Bu. Betul. Saya pikir tadi tidak ada orangnya,” ucap Shaka.
“Saya lagi bersihin anak saya habis pup. Mas sih, ditungguin dari pagi, anternya baru sekarang,” omel si pemilik paket.
“Maaf, Bu. Saya anter barangnya sesuai rute,” ucap Shaka dengan berusaha tersenyum.
“Ya udah, sini paketnya. Tunggu sebentar ya, saya ambil duitnya dulu.”
Pemilik paket pun masuk ke dalam untuk mengambil uang. Tak lama ia keluar lagi dan memberikan uang kepada Shaka.
“Mas, ini kan harganya 120.500, tapi saya nggak punya 500 nya. Ikhlasin aja, ya. 500 doang kok,” kata si pemilik paket seenak hati.
Huhhhh....
Shaka menghembuskan nafas dengan berat. Bukan 500 rupiah yang membuatnya kesal, tapi lihatlah pemilik paket ini. Sudahlah membuatnya lama menunggu, mengomelinya, sekarang uangnya kurang pula, tapi tidak ada sedikitpun rasa bersalah apalagi sekedar mengucapkan maaf. Sungguh, pelanggan tidak ada akhlak!
“Baik, Bu. Tidak masalah. Saya permisi dulu,” pamit Shaka tetap dengan ramah lalu pergi meninggalkan rumah pemilik paket yang tak berakhlak itu.
Paket demi paket telah diantar sampai habis. Kini saatnya Shaka kembali ke rumah untuk beristirahat.
Ketika sampai di depan rumah, Shaka terkejut melihat Keyla sedang duduk di teras rumahnya seolah sedang menunggu dia pulang kerja.
Ngapain dia di luar? Masa iya sih nungguin aku pulang?
Keyla yang melihat Shaka pulang, kemudian berdiri dari duduknya lalu menghampiri Shaka. Shaka yang tadi merasa lelah menjadi lebih tenang saat menghirup aroma parfum Keyla. Keyla memang selalu wangi. Apalagi saat ini Keyla menyambutnya dengan senyuman, Shaka sampai lupa kalau kemarin malam mereka habis bertengkar.
“Kamu baru pulang? Pasti lelah sekali kan,” ucap Keyla.
“Ya kalau nggak lelah, namanya nggak kerja,” sahut Shaka dari atas motornya yang sudah ia matikan mesinnya.
“Mau aku buatin minum nggak?” tanya Keyla.
“Hmmm...aku lapar belum makan. Aku mau makan aja,” jawab Shaka.
“Tapi...aku nggak siapin makan malam. Takut kamu udah makan di luar. Mau tanya kamu, tapi nggak punya nomor handphone kamu,” kata Keyla dengan pelan.
Wajahnya yang tadi ceria berangsur memudar. Ia khawatir Shaka akan kecewa lagi padanya.
“Ya udah, nggak masalah. Kita makan di luar aja mau?” tanya Shaka.
Keyla tersenyum lalu mengangguk dengan cepat. Ia tak menyangka response Shaka akan berbeda dari yang ia bayangkan.
“Oke, aku mau. Aku juga belum makan.”
“Ya udah, ayo, kita berangkat sekarang aja!”
“Oke.”
Keyla dengan semangat naik ke atas motor lalu memeluk Shaka dari belakang.
Deg.
Keyla tersadar ia salah. Seharusnya ia tak langsung memeluk Shaka seperti itu. Ia pun menarik tangannya kembali. Tapi diluar dugaannya Shaka malah menarik tangannya dan meletakkannya di posisi semula.
“Pegang yang erat, nanti jatuh,” ucap Shaka yang membuat hati Keyla berbunga-bunga.
Bersambung...
***
Ayo....siapa yang bacanya sambil senyum-swnyum sendiri??? hihihihi 🤭
Jangan lupa like, vote, comment, dan jadikan favorit ya supaya tidak ketinggalan episode selanjutnya.
Happy reading 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
abdan syakura
Aqu senyum Mbak...
Tp gk alone koq...
Readers lain jg senyum....😉🤣🤣
2023-06-12
1
Devi Handayani
cemburu tuh si bg jhon😁😁
2023-05-08
0
Nanda Lelo
eeh kok aku yg Baper y,, aku yg nyengir
2022-10-12
0