Shaka dan Keyla tiba di salah satu warung makan pinggir jalan. Warung tersebut menjual nasi dengan beraneka macam lauk seperti ayam penyet, lele penyet, ayam bakar, dan menu sederhana lain yang sering dijumpai di daerah itu.
Keyla turun dari motor lalu merapikan rambutnya. Lagi-lagi ia tak memakai helm karena memang tidak punya.
“Abis ini temenin beli helm, ya. Lihat nih, rambut aku berantakan,” kata Keyla dengan cemberut sambil terus merapikan rambutnya.
“Iya, bawel,” sahut Shaka sambil mengacak gemas rambutnya Keyla.
“Shaka ih, rambutnya tambah berantakan tau.”
“Makanya rambutnya diiket biar nggak terbang-terbang ketiup angin.”
“Nggak punya ikat rambut juga.”
“Ya udah, ntar sekalian beli.”
“Oke.”
Setelah ribut masalah rambut yang berantakan, mereka pun masuk lalu duduk di salah satu meja yang ada di warung itu. Shaka kemudian memesan ayam penyet lengkap dengan nasi dan tumis kangkung terasi. Sementara Keyla hanya menyamakan pesanannya dengan Shaka. Jujur, Keyla memang tak pernah makan di warung seperti itu sebelumnya.
“Kamu mau minum apa?” tanya Shaka.
“Kamu apa?” kata Keyla balik bertanya.
“Es teh dong,” jawab Shaka dengan semangat saat menyebut minuman favorit sejuta umat ketika makan nasi ayam penyet dengan sambal pedas.
“Aku juga mau itu,” kata Keyla ikut-ikutan.
Tak lama pesanan mereka pun sampai. Mereka berdua mulai makan tanpa bersuara. Hingga saat dimana Keyla ingin mencoba sayur kangkung, ia merasa ada yang aneh dengan baunya.
“Shaka, ini sayur apa? Kenapa baunya kurang enak, ya? Apa ini masih fresh?” tanya Keyla dengan suara pelan agar yang lain tidak mendengar. Kebetulan Keyla duduk di samping Shaka, bukan berhadapan dengannya.
Shaka tertawa kecil. Ia tau, Keyla pasti asing dengan aroma terasi di kangkung itu.
“Baunya kurang enak, tapi rasanya enak banget. Ini fresh kok. Tuh lihat, masih panas, ini baru dimasak. Cobain deh,” jawab Shaka.
Keyla masih terdiam. Ia terlihat ragu untuk mencobanya. Tiba-tiba Shaka mengambil sedikit kangkung itu dengan garpu lalu meniup-niupnya sebentar agak tidak terlalu panas. Kemudian ia menyuapkannya kepada Keyla. Keyla yang tadinya ragu langsung berubah semangat memakan kangkung dari suapan Shaka.
“Mmmmm...enak!” seru Keyla.
“Enak kan? Makanya coba dulu, ayo makan lagi!” kata Shaka.
“He'em. Oh ya, kamu sering makan di pinggir jalan kayak gini, ya?” tanya Keyla.
“Nggak juga. Dulu aku juga sama kayak kamu. Agak ragu mau makan makanan begini. Tapi keadaan yang bikin aku terbiasa makan beginian,” jawab Shaka sambil mengunyah makanannya.
“Dulu? Memang apa bedanya dulu sama sekarang?” tanya Keyla sambil menoleh ke arah Shaka.
Shaka tampak terdiam. Ia menghentikan suapannya.
“Aku salah tanya, ya?” tanya Keyla lagi dengan pelan.
Shaka berdehem menghilangkan rasa canggungnya. “Nggak kok. Maksudnya dulu aku lebih sering masak sendiri. Tapi kadang banyak kerjaan, nggak sempet masak,” jawab Shaka tanpa menoleh ke arah Keyla. Ia hanya melanjutkan makannya saja.
Keyla pun mengangkat bahunya. Entah jawaban Shaka itu bohong atau jujur, toh itu bukan hal yang penting.
Setengah jam mereka menghabiskan waktu untuk makan, setelah itu mereka pergi membeli helm dan juga ikat rambut Keyla.
Keyla beberapa kali mencoba helm di kepalanya lalu meminta Shaka mengomentarinya. Bagi Shaka semua helm sama saja. Semuanya cocok untuk dipakai Keyla. Akhirnya pilihannya jatuh pada sebuah helm berwarna pink, warna kesukaannya.
Selanjutnya mereka pergi ke toko aksesoris untuk membeli ikat rambut Keyla. Keyla melihat-lihat ikat rambut mana yang akan dia pakai, sementara Shaka mengekorinya dari belakang. Mereka tampak seperti remaja yang sedang berpacaran.
“Beli yang banyak, kalau hilang sudah ada stock yang lain,” kata Shaka menasihati Keyla.
“Aku jarang ikat rambut. Nggak perlu beli banyak,” bantah Keyla.
“Beli saja, buat disimpan. Nanti aku yang bayar,” kata Shaka lagi.
“Tidak, aku beli sendiri saja. Tadi makan kamu yang bayar, helm kamu yang beliin, masa ikat rambut juga kamu bayar lagi?” protes Keyla.
“Ya nggak masalah. Kamu kan istri aku,” kata Shaka keceplosan.
“Eh, tadi kamu bilang apa barusan?” tanya Keyla yang senang bukan kepalang mendengar Shaka mengakuinya sebagai istri.
“Nggak ada siaran ulang. Udah, cepet pilih, udah malam lho. Tokonya udah mau tutup tuh,” kata Shaka mengalihkan pembicaraan.
“Iya, iya,” sahut Keyla dengan bibirnya yang cemberut.
Shaka hanya mengulum tawa di bibirnya. Ia tadi hanya keceplosan saja. Tidak taunya reaksi Keyla malah seperti itu. Sekarang istrinya itu malah cemberut.
Kamu gemesin banget, Key. Batin Shaka.
Setelah memilih beberapa ikat rambut, Keyla dan Shaka menuju kasir untuk membayarnya. Siapa sangka di depan kasir mereka malah bertemu Widya dan Ema yang baru selesai membayar belanjaannya.
“Mas Shaka?” sapa Widya dengan senyum yang cerah secerah mentari pagi.
“Eh, ada Mas Shaka.” Ema ikut-ikutan menyapa dengan ramah.
Shaka hanya tersenyum sekilas sambil menganggukkan kepalanya. Sementara Keyla menatap kedua wanita di depannya dengan tatapan heran. Dia heran kenapa hanya Shaka saja yang disapa tapi dia tidak.
“Mas kok ada disini? Ini kan toko aksesoris perempuan,” tanya Widya.
Lah, apa dia nggak lihat yang disamping Shaka ini perempuan? Apa memang aku nggak kelihatan di mata mereka, ya? Gerutu Keyla dalam hati.
“Aku lagi temenin istriku beli ikat rambutnya disini,” jawab Shaka sambil melempar senyum ke arah Keyla yang berdiri di sampingnya.
Keyla pun langsung menggandeng tangan suaminya. “Iya, kita lagi quality time bareng. Abis dari makan sama belanja juga,” kata Keyla yang bergelayut manja pada suaminya.
Wajah Widya yang tadi cerah kini berubah mendung. Rasanya kalau dia tak cepat pergi dari sana, bisa-bisa akan turun hujan badai.
“Oh, biasa sih pengantin baru memang begitu. Tapi lama-lama nanti juga pada bosanan,” ucap Widya dengan senyum sinisnya.
Ema cepat-cepat menyikut Widya agar tak bicara yang macam-macam lagi.
“Mas Shaka, kita duluan, ya. Udah malam soalnya. Permisi,” pamit Ema Lalu dengan cepat menarik Widya yang masih sempat melambaikan tangan pada Shaka.
“Bye Mas Shaka.....”
Keyla melepaskan tangannya lalu menyerahkan barang belanjaannya ke kasir. Tapi tetap saja Shaka yang membayar semuanya. Keyla tiba-tiba cemberut. Dia tidak suka pada dua wanita centil tadi.
Setelah selesai, mereka pun pulang ke rumah. Keyla turun dari motor dengan tergesa. Shaka menebak, ini pasti ada hubungannya dengan Widya dan Ema.
Shaka yang melihat Keyla kesusahan membuka helmnya, segera mendekat untuk membantu Keyla. Shaka mendongakkan kepala Keyla agar ia lebih mudah melepaskan pengait helmnya.
Saat itu jarak mereka begitu dekat. Keyla yang tengah mendongak bisa melihat jelas ketampanan suaminya. Shaka pun sama halnya. Keyla begitu cantik bahkan hampir cacat cela. Mereka pun saling terdiam sejenak mengagumi keindahan wajah di depannya.
Klik.
Pengait helm di bawah dagu Keyla terlepas. Lalu Shaka membukakan helmnya. Keyla yang menyadari situasi itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain kemudian masuk ke rumah duluan.
“Tunggu!” panggil Shaka saat Keyla akan masuk ke kamarnya.
Keyla menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Shaka. Shaka mendekat menghampiri Keyla.
“Jangan cemberut lagi. Jangan biarkan cantikmu luntur gara-gara banyak cemberut,” kata Shaka lalu mencubit pelan ujung hidung Keyla.
Blusshhhhh.
Wajah Keyla merona merah. Ia tak mampu lagi menyembunyikan wajahnya yang kian memerah karena ulah Shaka. Keyla tak mampu menjawab apa-apa. Ia hanya mengangguk lalu masuk ke kamarnya dengan cepat.
Shaka tersenyum lalu menggelengkan kepalanya melihat Keyla yang salah tingkah.
Dia memang menggemaskan. Batin Shaka.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
MUDH2N MEREKA JDI SALING CINTA....
2023-01-18
0
Nanda Lelo
kyknya Shaka juga anak sultan deh y
2022-10-12
0
Inru
Apa dulu anak horang kaya?
2022-08-19
0