Sesampainya di rumah, Susi berganti pakaian dan tak lupa membantu pekerjaan emaknya. Setelah makan dan sholat dia pun langsung mengisi formulir dan memilih jurusannya, tentu saja memilih jurusan kejuruan. Saat emaknya sedang santai dia meminta tanda tangan pada emaknya.
"ini apa Si?"
"ini formulir pendaftaran mak."
"oh, tadi kamu sudah mendaftar Madrasah Aliyah kan si?"
"iya mak."
"semoga kamu bisa menjadi bidan ya Si, emak pingin punya anak bidan, kayaknya keren punya anak bidan, selama ini emak banyak lihat-lihat ibu yang punya anak bidan, atau perawat apalagi dokter bangga sekali, emak juga pingin kamu jadi bidan ya nak."
"apa mak?" Susi terkejut mendengar ucapan emaknya yang ingin dia menjadi seorang bidan.
"kenapa sih? kamu kok terkejut begitu?"
"menjadi bidan itu harus pintar mak, Susi kan emak tau sendiri, nilai selalu pas-pasan mak."
"lah kamu kemaren lulus MTs (SMP) nilainya bagus-bagus"
"itu kan, karna Nadira membantu mengajari susi setiap hari mak."
"yah apa susahnya minta bantu Nadira lagi biar bisa."
"tapi mak, sekolah kebidanan juga kan biayanya gak sedikit mak, sedang kita hanya petani mak, dapat uang dari mana?"
"itu urusan mudah Si, nanti kita jual aja tanah kita yang sepetak, pokoknya kamu gak usah banyak mikir, pokoknya emak pingin kamu jadi bidan yah."
Susi hanya diam mendengar permintaan emaknya.
Keesokan harinya, seperti biasa Nadira dan Susi pergi ke sekolah bersama, tapi Susi seperti tidak bersemangat,
"Si, kamu gak terbang lagi hari ini?"
"apa Ra?"
"kamu melamun aja Si, kok kayak gak bersemangat gitu?"
"bukan gak bersemangat Ra, tapi aku lagi bingung nih."
"bingung kenapa Si?"
"emak minta aku jadi bidan Ra, padahal kan kamu tahu sendiri kemampuanku, bisa-bisa bukan sehat malah tambah sakit orang yang periksa nanti,"
"kamu ini Si, ada-ada aja. kan nanti belajar,"
"iya sih Ra, tapi aku gak suka, nanti setiap hari kerjaannya ketemu orang sakit mulu, atau kalau enggak, ketemunya orang mau melahirkan, ga ah Ra."
"kan pahala si bantuin orang,"
"pahala sih pahala Ra, tapi kalau terpaksa dan ga ikhlas bukan dapat pahala malah dapat dosa nantinya, lagiyan juga kalau mau cari pahala masih banyak cara yang lain Ra, ga harus jadi bidan kali."
"hahahaha, bener juga kamu Si. Nah terus kenapa bingung sih Si, kan uda ketemu jawabannya, kamu jelasin aja sama emak"
"aku takut Ra, lagiyan juga emak itu, kalau kita ngejelasin langsung marah-marah, dibilangnya aku ngebantah, Pasti dibilangnya emak lebih tua lebih tahu dari kamu, jadi jangan sok ngajarin, aku bingung beneran Ra, kalau aku nulisnya jurusan kejuruan dibilang emak gak dengerin emak, malah tambah marah emaknya, tapi diturutin nanti percuma aja, uang banyak abis tapi ilmunya gak bermanfaat."
"aku galau Ra, mana hari ini kita harus ngumpul biodatanya. aku pilih kejuruan nanti gak bisa lanjut sekolah bidan emak marah,
aku pilih IPA takutnya otakku ga mampu, dan gak nyambung sama minatku Ra,
"gini aja Si, kita gak usah ngumpul dulu formulirnya, nanti kalau di tanya bilang aja belum di isi, dan lupa tanda tangan orang tua, nanti pulang kamu ngomong lagi sama bapakmu, diskusikan masalah ini, mungkin emak mu mau dengerin omongan bapakmu."
"gak tau aku Ra, bapak biasanya ikut aja mana kata emak."
"kamu kan belum coba Si, coba aja dulu jelasin sama bapakmu, semoga aja setelah dengerin penjelasan kamu bapak mu bisa bantu jelasin sama emak mu. ayolah Si pantang kalah sebelum berperang!"
"ih Nadira, masak aku di suruh perang sih. Yang ada nanti bakal perang dunia ketiga, aku sama emak."
"kwkwkw, Susi, Susi itu kan cuma pribahasa aja sih, masak sama emak perang"
"tapi Ra, nanti aku sendiri yang gak nyerahin formulir?"
"tenang Si, aku juga kok, aku bakal nungguin kamu."
"beneran Ra?"
"iya, serius aku."
Hari itu mereka tidak menyerahkan formulir pendaftaran, dan akan menyerahkan besok.
Sesampainya di rumah, Susi menunggu kepulangan bapaknya dari sawah, Susi ingin menjelaskan keinginannya, tapi setelah bapaknya pulang, bapaknya terlihat sangat lelah, jadi Susi tidak berani bicara, sampai keesokan paginya pun Susi belum berbicara.
Saat berangkat bersama Nadira, Nadira pun bertanya, dan Susi hanya menggelengkan kepalanya.
Begini aja Si, kita coba aja serahkan formulirnya, jurusannya gak usah di isi dulu, nanti kalau di tanya , minta keringanan aja sama pak guru yang urus pendaftarannya."
"tapi aku takut ngomongnya Ra,
"nanti aku bantuin deh."
"wah, makasih yah Ra, kamu memang teman aku yang terbaik."
"sama-sama Susi, kamu juga temanku satu-satunya yang paling baik."
Mereka berjalan sambil merangkul bahu.
saat mereka menyerahkan formulir, mereka deg-degan, karna formulir Susi kosong jurusannya,
tapi ternyata guru yang menerima, tidak bertanya apapun. Mereka pun hendak berlalu pergi, baru beberapa langkah mereka berjalan, pak guru itu pun memanggil,
"Susi, Nadira,"
mereka berdua terkejut, dan gemetaran, mereka menghentikan langkah kaki mereka, namun tidak berbalik.
Susi, Nadira, kenapa diam saja, "kesini sebentar !" ucap pak guru.
Mereka pun berbalik dan mendekati pak guru,
"kenapa kalian tegang begitu, kayak aku mau makan kalian aja," ucap pak guru sambil bergurau.
mereka berdua hanya nyengir.
"Ini ada anak baru, kalian kan MTs nya dari sini, jadi uda hafal sekolah kita, dia baru datang ke sekolah ini hari ini, jadi kalian tolong ajak dia menuju kelas kalian yah.
Mereka menghembuskan nafas lega, karena pak guru bukan bertanya tentang formulir Susi yang kosong.
"Sarah, jalan sama Susi dan Nadira! nanti mereka akan ngajakin kamu ke kelas."
Anak baru itupun hanya menganggukkan kepalanya.
Mereka berjalan bertiga, sambil berjalan Nadira pun mengenalkan diri,
"hai aku Nadira"
"hai aku Sarah"
"kalau aku Susi"
"hai Susi"
"kamu baru pindah ke desa ini yah?", tanya Nadira
"iya, aku baru tinggal disini setelah libur tadi".
" kamu tinggal dimana? " tanya Susi
"aku tinggal di tengah desa, di dekat pasar,"
"oh...."
"kalau kami tinggal di ujung desa. kamu pindahan dari kota ya Sarah?" tanya Susi lagi
"iya, ayahku mendapat tugas dari kantor di desa ini jadi kami tinggal disini agar lebih dekat dengan tempat kerja ayah."
"wah sayang banget ya Sarah, padahal kan sekolah di kota lebih modern, pendidikannya pun pasti lebih maju dari pada di desa, aku sih sebenarnya ingin sekolah di kota, tapi apalah daya, disinilah rezeki ku untuk belajar."
"biasa aja Nadira, kamu Nadira kan?... maaf yah aku lambat menghafal wajah dan nama, hehe"
"iya gak papa sarah."
"sekolah di mana aja sama aja Nadirah, tergantung pada kemauan seseorang, di kota memang fasilitas sudah lengkap, tapi tergantung juga sama siswanya, kalau gak suka belajar, yah gak ada gunanya fasilitas itu. sama aja kayak sekolah di sini, kalau kita belajar sungguh-sungguh dan haus akan ilmu, maka kita akan berusaha mendapatkan ilmu itu entah ada fasilitasnya ataupun tidak."
"wah sarah hebat yah, bisa menjelaskan seperti itu!" ujar Susi
"enggak juga Susi, itu yang dijelaskan ayah saat mengajak aku pindah ke desa ini. Dan aku dapat menerima penjelasan ayah itu."
"semoga kamu juga yah Nadira!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments