Didalam perjalanan, sebelum memasuki daerah pegunungan. Ziah dan Ulfi memutuskan untuk mengisi bahan bakar motor mereka, disalah satu pom bensin.
Namun, karena pom bensin tersebut berada tepat di persimpangan jalan. Yang merupakan pertemuan jalur trans antar provinsi. Jadi, pom bensin tersebut tampak ramai. Dan setiap pengendara yang mampir akan mengantri terlebih dahulu.
"Bebs!" panggil Ziah pada Tita dan Ulfi. "Aku ingin buang air kecil dulu. Tolong bawa motorku ya Ta'! Isi full aja bensinnya, ini uangnya!" sambung Ziah sambil turun dari motornya. Dan menyerahkan selembar uang berwarna biru ke tangan Tita.
Di depan pintu toilet, hampir saja Ziah saling bertabrakan dengan seorang pria. Beruntunglah, diantara mereka tidak ada yang berjalan terburu-buru. Sehingga, tidak saling bertubrukan.
Namun di detik berikutnya, Ziah dan pria tersebut saling pandang dan saling tunjuk. Lalu kompak berucap "Kau...!".
Ziah tak menyangka akan kembali dipertemukan dengan pria aneh menurutnya, yaitu Rendi. Pria yang pernah ditolongnya dan balik modus padanya. Namun, Ziah berusaha untuk tak perduli. Karena sudah tak tahan ingin buang air kecil.
Ziah melangkah ke kanan untuk mengambil jalan. Namun tanpa sengaja, Rendipun melangkah dan menghalangi jalan Ziah. Karena jalannya terhalang, Ziah melangkah ke kiri untuk kembali mengambil jalan. Tetapi disaat yang sama, Rendipun kembali ikut melangkah dan menghalangi jalan Ziah. Sehingga mereka tampak saling berebut jalan.
Rendi tersenyum geli sendiri dengan adegan mereka itu. Namun berbanding terbalik dengan Ziah, dia begitu geram rasanya. Sampai membuatnya mendesis dan mengeraskan rahang giginya. "Ssssh...!"
Karena merasa sudah sangat tak tahan dengan tekanan pada bagian perut bawahnya. Dengan gerakan cepat, terpaksa Ziah memegang kedua lengan atas Rendi dan mendorongnya ke sisi kanan. Agar segera memberi jalan di sisi kiri untuknya lewat.
Tanpa perlawanan, Rendi pasrah atas perlakuan Ziah itu padanya. Namun, setelah Ziah masuk ke dalam toilet wanita. Rendi tersenyum geli dengan sangat lebar. "Wajahnya itu, lucu sekali." batin Rendi berucap.
Dari kejauhan, tampak Aldi si asisten sekaligus sahabatnya itu. Sedang berbicara dengan dua orang gadis yang duduk di atas motor masing-masing. Dan sepertinya, Rendi mengenal kedua gadis itu. Rendipun memutuskan untuk menghampiri Aldi.
"Aldi...!" panggil Rendi dari jarak kurang lebih lima meter.
Seketika itu, Aldi membuang pandangannya kearah Rendi. "Ekh... Ren'! Sudah selesai buang airnya?" ujar Aldi. Dan Rendi hanya menjawab dengan anggukan kepala.
"Kau masih ingat pada mereka, Ren'?!" tanya Aldi pada Rendi sambil menunjuk kearah Tita dan Ulfi dengan pandangannya.
Rendi kembali hanya menjawab pertanyaan Aldi dengan anggukkan kepala. Dan memperlihatkan senyum tipisnya kearah Tita dan Ulfi, sebagai tanda sapa.
"Hm.... tentu saja dia ingat!" ucap Ulfi menimpali pertanyaan Aldi. "Apa kabar Tuan? Gimana dengan persendian Anda? Apa terjadi sesuatu... akibat ulah sahabat kami kemarin?" sambung Ulfi santai. Dan mencerca Rendi dengan pertanyaan yang menyentil. Saat dirinya teringat alasan Rendi sebagai modusnya pada Ziah, kemarin.
Mendapati cercaan pertanyaan seperti itu. Rendi dan Aldi saling pandang sesaat. Seakan mereka saling berbicara melalui bahasa mata.
"Benar sekali Nona. Kabarku tidak begitu baik. Semalam dan hingga sampai saat ini, punggungku masih terasa sakit dan kaku. Dan membuatku susah untuk bergerak bebas." jawab Rendi sambil berpura-pura meringis dan memegang bagian pinggang atasnya.
"Wah....parah! Kalau begitu, Ziah harus bertanggung jawab dong...?!" ujar Tita pura-pura peduli.
"Tepat sekali. Kalau begitu, mana sahabat kalian itu?" tanya Rendi pura-pura melempar pandangannya ke seluruh lingkungan pom bensin tersebut. Padahal dia tahu, jika Ziah sedang berada di toilet.
Dan tiba-tiba, "Tidak usah berpura-pura mencariku, Tuan. Kau sudah bertemu denganku tadi, di toilet. Jadi, buat apa lagi kau berpura-pura mencariku?! ucap Ziah tegas dan dingin. Serta menatap tajam kearah mata Rendi.
"Kenapa, apa yang terjadi Ta'?" tanya Ziah pada Tita berubah datar namun dengan nada lembut.
"Tuan Rendi yang terhormat ini, ingin meminta pertanggung jawabanmu Zi'. Sebab, karena ulahmu kemarin. Semalam dan sampai sekarang ini, tulang punggungnya masih terasa sakit. Katanya Zi'!" ucap Ulfi menimpali dengan santai.
"Oh...begitu ya?! Bukankah aku sudah memberikan nomor ponselku padamu kemarin, Tuan? Lalu, kenapa Anda tidak menghubungiku semalam, Hem....?" tanya Ziah berubah lembut
"Percuma saja kami menelfon Anda, Nona! Belum tentu kau bisa membuat punggungnya yang sakit ini, sembuh dari jarak jauh. Jadi, kami putuskan untuk mencari Anda hari ini. Dan kebetulan sekali...kita bertemu disini. Jadi, Aku sampaikan secara langsung saja. Anda harus datang ke alamat ini. Dan untuk pertanggungjawabannya, Anda sendiri harus memijat punggung Tuan Rendi ini!" jelas Aldi panjang kali lebar mewakili Rendi. Sambil menyerahkan kartu namanya pada Ziah.
"Wah...kenapa Anda harus menahan sakit dari semalam hingga saat ini Tuan? Padahal, jika semalam Anda langsung menelfon sahabat kami ini. Semalam, bisa saja dia langsung mengobati Anda dari jarak jauh. Jadi, Anda tidak perlu tersiksa lebih lama, Tuan..." ucap Ulfi santai. Namun, matanya terus menatap ke mata Ziah. Seakan berbicara dengan isyarat mata mereka.
"Iya, Tuan. Apa Anda tidak pernah mendengar rumor tentang kemampuan supranatural dari orang sini yang beredar?" tanya Tita. Dengan matanya dibuat melirik ke sana kemari dan berucap sedikit lirih.
"Rumor apa maksudnya..." tanya Rendi bingung
"Sudah berapa lama Anda tinggal di daerah Sulawesi ini Tuan? Sehingga Anda belum mengetahui semua itu." tanya Tita lagi yang mulai mendramatisir keadaan.
Mendengar kata rumor, Aldi langsung menelan salivanya kasar. Walau dia dan Rendi sama-sama hanya pendatang di daerah tersebut. Namun, sebagai pendatang yang sudah lebih lama tinggal. Dia tentu pernah mendengar rumor tersebut dari selentingan orang yang dia temui.
"Sahabatku ini merupakan gadis keturunan asli daerah ini. Jadi, dia tentu mewarisi semua itu. Oleh karena itu, jika hanya mengobati dalam jarak jauh seperti itu. Bukan masalah besar untuknya. Apa Anda ingin mencobanya Tuan?" jelas dan tanya Tita untuk semakin mendramatisir keadaan.
Sementara Ziah yang dijadikan topik pembicaraan. Ikut berpura-pura memasang wajah datar. Namun sesungguhnya, ia sudah susah payah menahan tawanya. Begitupun dengan Ulfi, ia hanya membuang wajahnya ke arah lain. Agar bibirnya yang tersenyum geli tak terlihat oleh Aldi dan Rendi.
"Kita harus meninggalkan mereka sekarang. Nanti aku jelaskan alasannya padamu." bisik Aldi ke telinga Rendi.
"Tidak perlu Nona Tita. Aku akan mencarikan tukang pijat saja untuknya. Setelah sampai di kota, nanti. Kalau begitu, kami permisi! Assalamualaikum..." ucap Aldi mewakili Rendi.
"Wa'alaikum salam..." ucap Tita santai mewakili Ziah dan Ulfi yang sudah hampir tidak sanggup menahan tawa mereka.
Dengan langkah sedikit terburu-buru, Aldi memasuki mobil dan disusul oleh Rendi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments