Mendengar penuturan Ziah seperti itu. Kedua pria itu saling melemparkan senyuman penuh arti. Kemudian, salah satu dari mereka mulai mengitari tubuh Ziah. Sambil berucap :
"Punya nyali juga nih cewek, Wan'?!"
"Karena dia sudah mengganggu kesenangan kita. Ya sudah, hajar aja Boy!" timpal temannya yang dipanggil Wan' oleh pria bernama Boy.
"Tapi...wajahnya begitu manis Bro. Sangat sayang jika harus terluka nanti." ucap Boy lagi sambil berusaha menelan salivanya. Saat pandangan matanya tertuju pada bibir mungil, seksi dan berwarna pink alami milik Ziah.
Saat Boy berusaha ingin meraih dan membelai pipi mulus Ziah. Dan sudah berdiri tepat dihadapan Ziah.
Bugh!!!
"Aauwhh...!" teriak Boy mengadu kesakitan. Sambil memegangi lengan atasnya yang diplintir ke belakang tubuhnya sendiri oleh Ziah dengan gerakan secepat kilat.
Kemudian, Ziah dengan kasar mendorong tubuh pria bernama Boy itu. Hingga terhuyung ke depan dan lebih menjauh dari dirinya.
Hei... Bro!!! Ada apa denganmu? Melawan cewek seperti itu saja, kamu nggak bisa. Dasar lemah!!!" hina pria yang dipanggil Wan' itu.
Lalu, pria yang dipanggil Wan itu bergantian dengan temannya yang bernama Boy. Dan kembali mencoba mendekati Ziah dengan sedikit kewaspadaan.
"Kenapa kau mau menolong wanita itu? Bukankah kau tidak mengenalnya, jadi untuk apa kau membantunya? Apa kau tidak takut akan bernasib sama seperti dia?" cerca Si Wan pada Ziah. Sambil menunjuk wanita yang bersembunyi di dekat motor Ziah.
"Aku memang tidak mengenal namanya. Tapi, aku tahu dia sama jenis denganku, sama-sama kaum lemah. Tapi... aku tidak akan lemah, jika harus berhadapan dengan pria-pria seperti kalian ini." ucap Ziah santai. Namun, menekan setiap kata dalam kalimat terakhirnya dengan nada tegas.
Kemudian, Ziah mulai memasang kuda-kuda dan menengadahkan telapak tangan kanannya ke arah si Wan yang berada dekat denganya. Lalu menggerakkan maju-mundur keempat jari tangannya selain jari jempol. Sebagai isyarat maju untuk melawan dirinya sekarang juga.
Melihat isyarat dan gerakan Ziah seperti itu. Si Wan itu ikut memasang kuda-kudanya. Dan bersiap menyerang Ziah.
Wush...
Srett...
Dengan berbekal ilmu bela diri yang telah diajarkan oleh Ayahnya. Sejak usianya masih lima tahun. Ziah terus mengelak dan menghindari setiap pukulan si Wan itu. Hingga pria itu merasa lelah dan mundur dengan sendirinya.
"Woi.... ngapain bengong!!!" teriak si Wan itu pada si Boy. "Bantuin dong?!!" sambungnya dengan nafas yang mulai terengah-engah.
"Hmm!! Tadi saja mengolok-olok diriku. Akhirnya, kaupun tidak bisa melawannya sendiri.' batin si Boy berucap dan menertawakan temannya itu.
Meskipun demikian, dia tetap maju dan membantu untuk melawan Ziah. Dan perkelahian antara Ziah dan kedua pria itupun tak terelakan.
Srett... Plakk
Bugh.... Wush....
Krekk... Dugh...
Sementara itu, wanita yang menjadi penyebab perkelahian itu. Hanya bisa berdiri gemetar dan melihat perkelahian seorang gadis melawan dua orang pria. Sambil berdoa dalam hatinya. 'Ya Tuhan! Lindungi gadis itu dan diriku dari kejahatan kedua pria itu, Amiin.'
Setelah beberapa menit berlalu, Ziah hanya menghindar dan menangkis setiap pukulan yang mengarah padanya. Ziah mulai merasa bosan dengan permainannya.
Di detik berikutnya, Ziah mulai merubah jurusnya. Dan balas menyerang kedua pria itu tanpa jeda. Hingga kedua pria itu terkapar tak berdaya di atas aspal jalanan.
"Hei, ayo bangun!!! Baru segitu saja sudah tepar. Dasar pria-pria lemah!!! Ayo bangun, lawan aku lagi!!" ujar Ziah karena merasa belum puas dengan permainannya.
Mendengar ucapan Ziah seperti itu, si Wan langsung mengangkat dan menyilangkan kedua tangannya. Tanda berhenti untuk melakukan perlawanan mereka terhadap Ziah.
"Kenapa... sudah mengaku kalah??! Menurutku, ini belum apa-apa?! Masih mau lagi?" tanya Ziah sambil mengambil ancang-ancang untuk kembali menyerang kedua pria itu.
"Ekh...eh... ampun Mba', ampun Mba'??! Kami mengaku kalah." ucap si Wan sambil mundur ke belakang dengan ketakutan.
"Masih ingin mengganggu kaum lemah lagi? Jika masih berani, aku akan menghabisi kalian!" tanya Ziah sinis.
"Tidak. Kami tidak akan berani lagi. Ampuni kami, Mba'??!" mohon si Boy
"Baiklah... aku ampuni. Tapi, jika suatu saat aku bertemu kalian dengan cara seperti ini lagi. Aku tidak segan-segan untuk mematahkan tulang kaki dan tangan kalian itu. Agar menjadi lumpuh dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kalian paham?!!!" bentak Ziah tegas dengan penuh peringatan keras.
"Paham Nona. Kami tidak akan mengulanginya." giliran si Wan yang menjawab.
"Ya sudah, cepat pergi dari sini!!! Sebelum aku berubah pikiran." ucap Ziah sambil menepuk-nepuk telapak tangannya. Seperti membersihkan debu yang melekat.
Dengan segera kedua pria itu saling membantu berdiri satu sama lain. Si boy berdiri sambil meringis kesakitan dan memegangi bagian pinggulnya. Yang terasa sakit saat bergerak dan melangkah. Sedang si Wan berdiri sambil memegangi bagian perutnya. Yang terasa perih di bagian ulu hatinya.
Kedua pria itu pergi meninggalkan Ziah dan wanita yang hampir menjadi korban mereka. Sambil berjalan dengan sesekali meringis kesakitan dan terseok-seok.
Setelah kepergian kedua pria itu, Ziah menghampiri wanita yang sedang berdiri di samping motornya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Ziah khawatir
"Aku tidak apa-apa, terimakasih. Mba sendiri, apa tidak kenapa-kenapa setelah melawan kedua pria tadi?" tanya balik wanita itu merasa khawatir pada Ziah setelah perkelahian tadi.
"Alhamdulillah, aku tidak apa-apa." jawab Ziah. "Ngomong-ngomong... kau darimana dan mau kemana? Kenapa bisa kedua pria tadi mengganggumu?" tanya Ziah lagi.
"Aku mengenal kedua pria itu. Dan mereka memang sengaja menjebakku. Pria bernama Wawan itu adalah mantan pacarku. Yang baru aku putuskan dua hari lalu. Sedang si Boy itu adalah temannya. Wawan berpura-pura sakit dan meminta aku untuk merawatnya. Karena dia hanya sendiri di kota ini. Dan menyuruh Boy untuk menjemput aku dari kostku sendiri."
"Setelah aku sampai di sana, ternyata Wawan baik-baik saja. Dan mereka sudah berencana untuk memperkosaku Mba'. hiks...hiks... Bersyukur, aku bisa lolos dan melarikan diri dari mereka dan bertemu dengan Mba." jelas si wanita itu dengan tubuh gemetar ketakutan. Mengingat peristiwa yang baru saja dialaminya. Sambil menangis lalu diakhir kalimatnya ia tersenyum ke arah Ziah.
"Tapi, mereka belum berhasil melakukannya 'kan?!" tanya Ziah untuk memastikan. Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya pelan menjawab pertanyaan itu.
"Syukurlah. Kalau begitu, ayo aku antar kau pulang ke kostmu." ajak Ziah. "Oh iya, gunakan ini untuk menutupi pahamu. Biar tidak kedinginan." ucap Ziah lagi sambil mengeluarkan celana mantel hujannya dari bagasi motornya. Dan menyerahkannya pada wanita itu.
"Oh iya, terimakasih. Kenalkan, namaku Lusi!" ucap wanita itu memperkenalkan dirinya.
"Oo... namaku Naziah, panggil Ziah saja. Ayo cepat kenakan celana itu! Kita harus segera pergi dari sini." titah Ziah lembut. Setelah memperkenalkan dirinya.
"Eem" ucap Lusi mengangguk patuh. Dan segera mengenakan celana tersebut.
Kemudian, mereka meninggalkan tempat itu. Dan Ziah mengantarkan Lusi ke kosannya.
Setelah berkendara selama kurang lebih lima menit. Akhirnya mereka sampai di depan kost Lusi. Yang ternyata satu arah dengan jalan menuju ke kontrakan Ziah dan para sahabatnya. Hanya berbeda lorong saja dan jarak antar lorongnya kurang lebih 100 meter.
Sementara itu, para sahabat Ziah sudah sangat cemas di kontrakan. Mereka mengkhawatirkan keadaan Ziah saat ini. Sebab, seharusnya Ziah sudah sampai di kontrakan sejak satu jam yang lalu. Namun, hingga saat ini Ziah belum juga menampakkan batang hidungnya.
Berulang kali masing-masing dari mereka mencoba menghubungi nomor ponsel Ziah. Namun selalu tidak terjawab, hanya berdering saja.
Ziah pun mengetahui, kalau para sahabatnya itu pasti sedang mengkhawatirkannya. Itu terlihat dari beberapa panggilan tak terjawab dari nomor para sahabatnya itu. Yang tertera dilayar depan ponselnya.
"Mampir dulu ya Zi'?!" ajak Lusi setelah turun dari motor Ziah.
"Lain kali aja ya Lus'. Sudah larut malam, para sahabatku pasti sudah menungguku dikontrakkan." tolak Ziah halus.
"Ya sudah, sekali lagi terimakasih ya Ziah?! Kau sudah menolongku tadi dan sekaligus mengantarku pulang. Aku berhutang Budi padamu, Zi'!" ucap Lusi tulus.
"Tidak usah berlebihan begitu. Sudah sepatutnya kita sebagai manusia harus saling menolong. Jika sekiranya kita mampu untuk melakukan pertolongan. Bukan begitu?!" balas Ziah.
"Iya. Aku kagum padamu, Zi'. Kau sungguh keren tadi!" puji Lusi
"Biasa aja Lus'... jangan melebih-lebihkan. Oke, aku lanjut pulang ya?!" pamit Ziah sambil memutar arah motornya.
"Eh..eh... tunggu Zi'! Boleh pinjam ponselmu sebentar??" tanya Lusi hati-hati.
"Eemm... boleh. Nih!" ucap Ziah sambil merogoh ponselnya dari tas jinjingnya dan memberikannya pada Lusi.
Lusi mengambil ponsel dari tangan Ziah. Kemudian, terlihat Lusi mengetik sesuatu di ponsel tersebut. Setelah selesai, Lusi mengembalikan ponsel itu lagi pada Ziah.
"Itu nomer ponselku. Tolong disave ya!" ucap Lusi setelahnya.
"Oh...baiklah. Akan aku save. Aku pergi ya... sampai jumpa lain waktu. Semoga mimpimu indah!" ucap Ziah sambil berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments