Di suatu malam yang tenang di pesantren Al Hikmah, Alesha dan Gus Rey memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kecil yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang. Cahaya bulan yang lembut memantulkan sinarnya di antara dedaunan, menciptakan suasana yang romantis dan damai. Suara malam yang syahdu dan aroma bunga yang semerbak menambah keindahan momen ini.
Gus Rey, yang biasanya tegas dan serius, terlihat lebih santai malam itu. Ia tersenyum hangat saat menatap Alesha, yang terlihat cantik dengan gaun sederhana namun anggun. Mereka berjalan berdampingan, sesekali Rey menggenggam tangan Alesha dengan lembut.
“Malam ini indah, ya?” Alesha memecah keheningan, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang.
“Ya, sangat indah. Tapi keindahan malam ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehadiranmu di sisiku,” jawab Gus Rey, sambil memandang Alesha dengan tatapan lembut yang penuh kasih.
Alesha tersenyum, merasakan hangatnya perasaan yang tumbuh di antara mereka. “Kamu selalu tahu cara untuk membuatku tersenyum, Gus. Aku beruntung bisa menikah denganmu.”
Rey berhenti sejenak, memutar tubuh Alesha menghadapnya. “Dan aku beruntung bisa memiliki istri sepertimu. Kamu selalu membuat hariku lebih cerah, bahkan di saat-saat tersulit sekalipun.”
Mereka saling menatap, dan Alesha merasakan detak jantungnya berdebar. Dalam momen itu, Rey meraih tangan Alesha, menggenggamnya erat. “Aku ingin kita selalu saling mendukung dan mencintai. Dalam suka maupun duka, kita akan selalu bersama.”
“Aku berjanji, Mas. Kita akan saling menjaga dan mendukung satu sama lain,” Alesha menjawab, suaranya lembut namun tegas.
Kemudian, Rey membungkuk sedikit dan mencium dahi Alesha dengan penuh kasih sayang. Alesha merasakan sentuhan lembut itu menghangatkan hatinya. “Kamu adalah bintang yang selalu menerangi jalanku, Alesha. Jangan pernah ragu akan cinta kita.”
“Dan kamu adalah cahaya dalam hidupku, Mas. Aku akan selalu mencintaimu, apapun yang terjadi,” jawab Alesha dengan penuh keyakinan.
Malam itu, mereka berdiri dalam keheningan, dikelilingi oleh suasana yang tenang dan penuh cinta. Mereka tahu, meskipun kehidupan di pesantren penuh dengan tantangan, mereka akan selalu memiliki satu sama lain, dan cinta mereka akan menjadi pondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik.
Malam semakin larut, dan suasana di taman pesantren semakin tenang. Alesha dan Gus Rey duduk di bangku kayu yang terletak di bawah pohon rindang, dengan sinar bulan yang memancarkan cahaya lembut di sekitar mereka. Alesha merasakan kebahagiaan dalam kebersamaan mereka, tetapi ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikirannya.
Setelah beberapa saat hening, Alesha memutuskan untuk berbicara. “Mas,” katanya dengan lembut, “bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Gus Rey menatapnya dengan penuh perhatian. “Tentu, sayang. Apa yang ingin kamu tanyakan?”
Alesha menghela napas, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Aku ingin tahu tentang masa lalumu… tentang mantan istrimu. Kenapa kalian bisa bercerai?” Dia merasa hati-hatinya, takut jika pertanyaannya itu bisa menyakiti Rey.
Rey terdiam sejenak, matanya sedikit menyiratkan keraguan. Namun, ia segera meraih tangan Alesha dan menggenggamnya erat. “Itu pertanyaan yang wajar, Alesha. Aku tidak ingin menyembunyikan apapun darimu.”
“Aku hanya tidak ingin mengingatkanmu pada hal yang menyakitkan,” Alesha berkata, sedikit khawatir.
“Tidak apa-apa. Aku sudah berdamai dengan masa lalu,” Rey menjawab, suaranya tegas. “Perceraian itu terjadi karena banyak alasan. Kami saling mencintai, tapi pada akhirnya, kami memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan dan masa depan. Dia ingin kebebasan yang lebih, sementara aku terikat pada tanggung jawab dan komitmen.”
Alesha mendengarkan dengan seksama, merasakan empati untuk suaminya. “Itu pasti sangat sulit untukmu,” ujarnya dengan tulus.
“Memang,” Rey mengakui. “Tapi aku belajar banyak dari pengalaman itu. Aku tahu betapa berharganya cinta dan komitmen. Ketika aku memutuskan untuk menikah lagi, aku ingin memastikan bahwa aku bisa memberikan yang terbaik untuk pasangan ku.”
Alesha merasa tersentuh oleh kejujuran Rey. “Aku senang mendengar itu. Aku ingin kita selalu bisa saling mendukung dan terbuka satu sama lain.”
“Dan kita akan melakukannya, Alesha. Aku berjanji,” Rey menjawab, senyumnya kembali merekah. “Kamu adalah masa depan yang kuimpikan. Tidak ada yang lebih penting bagiku sekarang selain membahagiakanmu.”
Mendengar itu, Alesha merasa lega. Ia tahu bahwa dengan saling terbuka dan mendukung, mereka bisa membangun hubungan yang kuat dan penuh cinta. Malam itu, mereka berbagi cerita, tawa, dan harapan, semakin memperkuat ikatan di antara mereka.
Alesha merasa ada satu pertanyaan lagi yang menggantung di benaknya. Setelah mendengarkan cerita Rey tentang masa lalunya, rasa ingin tahunya semakin mendalam. Dengan hati-hati, ia bertanya, “Mas, satu hal lagi… Apakah kamu masih mencintai mantan istrimu?”
Rey terdiam sejenak, memikirkan pertanyaannya. “Itu pertanyaan yang sulit,” ujarnya pelan. “Aku menghargai waktu yang kami lewati bersama dan semua kenangan indah yang kami buat. Namun, cinta itu telah berubah. Apa yang kami miliki dulu tidak sama dengan yang aku rasakan sekarang.”
Alesha menatapnya, berusaha memahami. “Jadi, kamu tidak mencintainya lagi?”
“Tidak,” Rey menjawab tegas. “Aku tidak mencintainya lagi. Ketika kami bercerai, aku belajar bahwa cinta bisa berubah. Yang kami miliki tidak lagi sejalan dengan visi hidup kami masing-masing. Saat ini, aku sepenuhnya berkomitmen padamu. Kamu adalah wanita yang kuinginkan dalam hidupku.”
Mendengar itu, Alesha merasa lega. “Aku senang mendengarnya. Aku juga ingin kita membangun masa depan yang penuh cinta dan kebahagiaan.”
Rey mengangguk, senyum di wajahnya kembali muncul. “Kamu tidak perlu khawatir tentang masa lalu. Sekarang, aku ingin fokus pada kita. Setiap hari bersamamu adalah anugerah, dan aku tidak ingin ada yang mengganggu kebahagiaan ini.”
Alesha tersenyum, merasa hatinya hangat oleh kata-kata Rey. “Aku berjanji akan selalu mendukungmu dan kita akan melalui semua ini bersama.”
Malam itu, keduanya merasa semakin dekat, saling membuka diri dan memperkuat ikatan mereka. Alesha tahu bahwa bersama Rey, ia menemukan cinta sejatinya.
Setelah percakapan yang mendalam, Rey mengajak Alesha untuk pulang. Dalam perjalanan kembali ke rumah, suasana malam yang tenang menemani mereka, dan bintang-bintang berkilau di langit seolah ikut merayakan momen kebersamaan mereka.
Sesampainya di rumah sederhana mereka di pesantren, Rey membuka pintu dan mempersilakan Alesha masuk terlebih dahulu. Alesha melangkah masuk, merasakan kehangatan rumah yang baru mereka huni. Rey mengikuti di belakang, menutup pintu dengan lembut.
Mereka duduk di tepi ranjang, dan Rey meraih tangan Alesha. “Aku senang bisa berbagi semua ini denganmu,” ujarnya dengan lembut.
Alesha membalas pandangan Rey, merasakan ketulusan di balik kata-katanya. “Aku juga, Mas. Terima kasih sudah terbuka padaku.”
Setelah beberapa saat berbincang, Rey berdiri dan mematikan lampu, meninggalkan hanya cahaya bulan yang menerangi ruangan. Ia kemudian berbaring di samping Alesha, menariknya ke dalam pelukan yang hangat dan penuh kasih.
Malam itu, mereka tidur berpelukan, merasakan kedamaian yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Alesha menempelkan kepalanya di dada Rey, mendengar detak jantungnya yang tenang, sementara Rey melingkarkan tangannya di sekitar bahu Alesha, menjaga agar istrinya merasa aman.
Dalam pelukan itu, mereka berdua menyadari bahwa setiap tantangan yang telah mereka hadapi sebelumnya kini terasa lebih ringan. Momen-momen indah itu membawa keduanya semakin dekat, menguatkan komitmen mereka untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan hidup yang baru ini.
Dengan napas yang tenang, mereka berdua terlelap, menghabiskan malam yang penuh kehangatan dan harapan akan masa depan yang cerah bersama. Semoga saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments