Felly berdiri di pinggir jalan, sesekali melirik ponselnya yang sudah kehabisan baterai. Dengan wajah bingung, ia memandangi sekitar, mencoba mencari petunjuk menuju pesantren Al Hikmah. Gadis berusia 18 tahun itu baru saja lulus SMA dan memutuskan untuk menghabiskan waktu beberapa bulan di pesantren sambil memikirkan masa depannya. Saat itu, pikirannya tengah berkecamuk, memikirkan masalah kedua orang tuanya, Lena dan Haris, yang selalu bertengkar di rumah.
"Aku harus keluar dari rumah dulu, aku nggak tahan dengar mereka ribut terus," gumamnya dengan nada frustrasi.
Di sisi lain, Felly memang berniat menemui kakak sepupunya, Alesha, yang tinggal di pesantren bersama suaminya, Gus Rey. Alesha selalu menjadi sosok yang ia kagumi dan percaya, seseorang yang bisa mendengar keluh kesahnya tanpa menghakimi. Tapi Felly tidak tahu jalan menuju pesantren dan merasa tersesat di jalan yang asing ini.
Sementara itu, di kejauhan, rombongan Gus Shaka, Raffa, dan Ustadz Faiz baru saja pulang dari menghadiri pertemuan di luar pesantren. Mereka menaiki mobil dengan santai, sesekali bercanda dan berbicara tentang tanggung jawab mereka di pesantren. Di tengah perjalanan, Raffa, yang duduk di kursi depan, melihat seorang gadis berdiri di pinggir jalan.
"Shaka, itu bukan jalan yang aman untuk berdiri, apalagi untuk seorang perempuan muda. Lihat, dia hampir saja tertabrak!" kata Raffa sambil menunjuk Felly yang tidak memperhatikan mobil yang melaju kencang di depannya.
Gus Shaka segera memperlambat mobilnya, dan tanpa berpikir panjang, Raffa langsung membuka pintu dan berlari keluar untuk menolong gadis itu.
"Hei! Awas!" Raffa berteriak saat mobil lain melaju semakin dekat ke arah Felly. Gadis itu baru menyadari bahaya yang mengancamnya dan menoleh dengan panik. Namun, sebelum sempat melakukan apa-apa, Raffa sudah menariknya ke tepi jalan dengan cepat.
Felly terkejut, jantungnya berdebar kencang. "Maaf! Maaf banget, aku nggak lihat ada mobil," ucapnya gugup, mengatur napas yang tersengal.
"Untung kamu nggak apa-apa," kata Raffa sambil melepaskan pegangan tangannya dari lengan Felly. "Kenapa kamu bisa berdiri di pinggir jalan begini? Ini bahaya."
Felly menundukkan kepalanya, merasa malu. "Aku... aku tersesat. Aku mau ke pesantren Al Hikmah, tapi ponselku mati, dan aku nggak tahu jalan."
Raffa tersenyum tipis, mencoba menenangkan gadis itu. "Kamu mau ke pesantren Al Hikmah? Kebetulan, kami dari sana. Aku bisa antar kamu ke sana kalau kamu mau."
Felly mengangguk dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih banyak... aku benar-benar bingung harus gimana tadi."
Di belakang, Gus Shaka dan Ustadz Faiz turun dari mobil. Mereka melihat situasi itu dengan tenang, meskipun Shaka sempat mengernyitkan dahi melihat Felly yang tampak gelisah. Shaka, dengan sifatnya yang dingin, langsung bertanya, "Kamu siapa dan kenapa berdiri di jalan seperti itu? Tidak ada yang tahu kamu ada di sini?"
Felly menatap Shaka yang terlihat serius. "Aku... Felly. Sepupu Kak Alesha. Aku lagi cari jalan ke pesantren."
Shaka mengangguk pelan, lalu melirik ke arah Raffa yang masih berdiri di samping Felly. "Kalau begitu, kita antar saja dia ke pesantren. Tidak aman berdiri sendirian di jalan seperti ini."
Dengan hati-hati, Raffa menuntun Felly masuk ke dalam mobil mereka. Sepanjang perjalanan, Felly lebih banyak diam, merenungi apa yang hampir saja terjadi padanya. Namun, pikirannya segera kembali ke masalah yang lebih besar—keluarganya. Konflik yang tiada henti antara kedua orang tuanya membuatnya tidak betah di rumah. Pertengkaran kecil sering berubah menjadi argumen besar, dan Felly merasa terjebak di tengahnya.
"Sebenarnya ada apa, Felly?" tanya Raffa lembut, merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu gadis itu. "Kamu terlihat... sedang memikirkan sesuatu yang berat."
Felly ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Aku cuma bingung... masalah di rumah nggak pernah selesai. Orang tuaku selalu ribut, dan aku nggak tahu harus gimana."
Raffa terdiam sejenak, memikirkan kata-kata yang tepat. "Kadang, ada hal-hal yang memang di luar kendali kita. Tapi ingat, kamu masih punya pilihan untuk fokus pada masa depanmu. Jangan biarkan masalah di rumah menghambat langkahmu."
Felly menatap Raffa sejenak, merasa sedikit lega dengan nasihatnya. "Iya, tapi rasanya sulit banget buat nggak kepikiran..."
"Tentu saja sulit," kata Raffa. "Tapi kamu ada di tempat yang tepat sekarang. Pesantren bisa jadi tempat kamu menemukan kedamaian dan fokus untuk sementara waktu."
Akhirnya, mobil itu sampai di pesantren Al Hikmah. Felly turun dari mobil, dan pandangannya segera tertuju pada kompleks pesantren yang luas dan tenang. Di sana, ia melihat Alesha yang keluar dari rumahnya sambil melambai ke arahnya.
"Felly! Kamu sudah sampai!" Alesha tersenyum hangat, memeluk Felly dengan erat. "Kamu pasti lelah, ayo masuk."
Felly menghela napas lega, merasa aman di dekat kakak sepupunya. "Kak Alesha, terima kasih. Aku benar-benar butuh tempat untuk menenangkan diri."
Alesha menatap Felly dengan penuh pengertian. "Kamu nggak perlu khawatir lagi, di sini kamu bisa tenang. Apa pun yang terjadi di rumah, kita bisa bicarakan nanti."
Felly akhirnya bisa merasakan sedikit ketenangan setelah hari yang panjang dan penuh emosi. Di sisi lain, Raffa, Gus Shaka, dan Ustadz Faiz hanya mengamati dari kejauhan. Raffa merasa lega karena bisa membantu gadis itu, sementara Gus Shaka tetap diam, menilai situasi dengan tatapan tajam.
"Semoga dia bisa menemukan apa yang dia cari di sini," kata Ustadz Faiz, memecah keheningan.
Gus Shaka mengangguk, "Setidaknya di sini dia akan jauh dari masalah sementara waktu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Maya Sari Niken
masih membingungkan kaya loncat2 ga jelas,tau2 udah gini tau2 udah gitu kurang lugas n kurang nyaman bacanya
2022-11-20
0