____________________________________________
****
"Beritahu kami! Di mana ruangan yang tertera banyak foto itu?!"
"Eh?!"
Dylan tidak bisa bergerak. Ia tidak mengerti. Mereka semua menahannya di lantai dan membentaknya. "Mereka ingin tahu letak foto-foto itu. Tapi kenapa kakakku juga ingin mengetahuinya?"
Wajah mereka terlihat penasaran sekali. Mereka sangat menunggu jawaban dari Dylan. Lelaki itu pun mengerutkan kening. "Untuk apa kalian ingin tahu tentang foto itu?" Lalu ia melirik ke arah Fely. "Dan kakak kenapa ikut-ikutan seperti ini? Apa yang ingin kalian lakukan padaku?!"
Semuanya terkejut. Lalu dengan cepat, mereka kembali melepaskan Dylan dan kembali ke kursi makannya masing-masing. Dylan berdiri sambil menepuk-nepuk baju. Semuanya menundukkan kepala sambil menggeleng secara perlahan. Dylan merasa aneh dengan sifat mereka.
Dugaannya memang benar. Mereka pasti menyembunyikan sesuatu. Lalu yang lebih parahnya lagi, kakaknya sendiri juga tidak ingin memberitahu tentang hal yang mereka sembunyikan itu pada Dylan.
"Gawat! Aku bertindak ceroboh. Dylan pasti akan mencurigai ku, nih! Haruskah aku menghapus ingatan Dylan lagi?" Batin Fely.
"Dylan-san tahu tentang foto itu, ya? Aku jadi semakin penasaran. Tapi, sepertinya tadi kami semua memperlakukannya dengan kasar. Dia pasti marah padaku." Batin Takana.
"Dia melihat foto-foto itu di mana? Aku sudah lama berada di tempat itu, tapi aku sendiri tidak bisa melihat fotonya!" Batin Tanaka.
Dylan kembali duduk di kursinya. Saat diperhatikan, mereka semua sedang dalam keadaan tegang. "Ada apa dengan mereka?"
"Bisa kalian jelaskan, sebenarnya apa yang terjadi?" Aku pun mencoba untuk bertanya.
Mereka bertiga pun tersentak kaget. Lalu dengan cepat, mereka kembali menegakkan badan mereka. Tapi tak lama kemudian, Fely beranjak dari kursi dan memberikan satu alasan.
"Maaf, Dylan! Perut kakak sedang tidak enak. Kakak harus ke kamar mandi dulu sebentar!" Dia memasuki kamar mandi.
"Oh ya, Dylan-san! Si Neko lupa kuberi makan. Aku akan menjaga burungmu, ya?" Takana juga beranjak pergi.
Yang tersisah hanya si Laki-laki kembaran Takana itu. Tanaka tidak melirik ke arah Dylan. Dia selalu membuang muka. Tapi sesekali memakan makanannya, lalu kembali melirik ke yang lain.
"Sudahlah, percuma juga jika aku bertanya. Mereka semua pasti selalu mengganti topiknya dengan hal lain. Sehingga, pertanyaanku itu terlupakan."
****
Chapter 17: [ Darling Takana. ]
****
Saat tengah hari, Dylan menyusuri seluruh rumah untuk mencari kakaknya. Tak lama, ia menemukannya Ternyata Fely sedang duduk di depan teras halaman belakang sambil membersihkan debu dari boneka-bonekanya.
Dylan pun menghampiri wanita itu. Ia hanya berdiri di belakangnya. "Kakak, boleh aku bicara denganmu sebentar?"
Fely terkejut saat mendengar suara Dylan. Ia langsung menengok ke arah lawan bicaranya dan tertawa kecil. "Ah..., boleh saja! A–ada apa?"
Dylan berpindah tempat dan berdiri di samping kakaknya. "Anu ... Bu April ingin aku mengikuti Study tour. Boleh aku pergi?"
Fely langsung mengangguk. "Boleh saja. Memangnya kapan kau mulai pergi?"
"Besok."
"Kenapa mendadak sekali?"
Dylan mengelus leher belakang sambil melirik ke arah pohon mangga yang ada di sampingnya. Ia menjawab, "Sebenarnya sudah lama, sih.... Tapi hanya saja, aku baru bilangnya sekarang. Lagi pula, kakak juga baru sampai di rumah, kan?"
"Hmm...," Fely kembali mengangguk. "Terserah kamu saja, sih."
"Kalau begitu, aku akan berkemas." Dylan berbalik badan dan berjalan meninggalkan kakaknya. Tapi sebelum itu, Fely kembali bertanya pada adiknya, "Berapa hari Study tour mu?"
"Hanya sehari saja. Aku akan pergi ke Bogor untuk menginap di sebuah Vila di sana. Kami juga sekalian berwisata." Jawab Dylan.
"Oh, oke. Baiklah." Fely mengangguk paham. Tapi saat Dylan perhatikan, tangan kanannya yang sedikit mengepal itu menyentuh dagunya. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu.
Dylan menyipitkan mata. Lalu setelah itu ia pun pergi meninggalkan kakaknya. "Sepertinya, rencana ku masih berjalan lancar."
Dylan membuat rencana sendiri untuk mengetahui rahasia mereka. Akan ia cari tahu sendiri tentang beberapa hal yang orang-orang terdekatnya sembunyikan.
Dylan memang seperti itu. Jika ia sudah merasa penasaran dengan satu hal, maka dengan cepat ia akan segera mencaritahu sendiri permasalahannya untuk menghapus rasa keingintahuannya itu.
****
Malam harinya-
Saat di kamar, Dylan sedang mengetik sesuatu di ponsel. Ia membuka translate untuk menerjemahkan arti kata-kata yang suka diucapkan Takana padanya.
"Watashi wa anata no hogo Yujin desu. Artinya adalah..., 'Aku akan menjadi teman pelindungmu'. Oke. Baiklah! Sekarang, tahap ke dua."
Setelah Ia ketahui arti kata-kata itu, ia berpikir sebentar. "Takana ingin melindungiku, ya? Tapi, melindungiku dari apa? Hah, mungkin aku bisa mendapat jawabannya besok."
Dylan menutup ponsel. Lalu ia pun berjalan pergi keluar kamar. Ia akan pergi ke kamar kakaknya. Sekarang sudah mulai sepi dan Dylan tahu ke mana para penghuni rumah ini akan berkumpul untuk membicarakan sesuatu. Ia akan menguping untuk mencari sedikit informasi.
Dylan akan membuka pintu. Tapi sebelum itu, pintu itu terbuka sendiri dengan cepat tanpa ia sadari. kepalanya terbentur pintu yang tiba-tiba terbuka. Dylan pun mengusap-usap keningnya, lalu menengok ke luar pintu. Ternyata di depan sana ada Takana.
"Eh! Dylan-san! Maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kau ada di depan pintu. Eh, apa ada yang sakit?"
"Jangan menyentuhku! Aku baik-baik saja. Sekarang, kau mau apa ke kamarku?" tanya Dylan.
"Anu ... Dylan-san? Sudah lama aku tidak bilang seperti ini. Hm ... Dylan-san mau jadi teman aku, tidak?" Takana memohon sambil memasang wajah imutnya.
Dylan memutar mataku, lalu membuang muka. "Hah, untuk apa memangnya? Kenapa kau ingin sekali menjadi temanku?"
"Mm..., wa–"
"Watashi wa anata no hogo Yujin desu? Begitu? Aku tahu kau pasti akan bilang seperti itu. Ah, sudahlah! Aku tidak mau menjadi temanmu sebelum kau memberitahu arti dari kata-kata itu! Cukup sudah! Aku mau tidur!"
BRAK!
Dylan langsung membanting pintu. Tapi ia tidak beranjak dari tempatnya. Karena ia ingin menunggu Takana pergi terlebih dahulu. Dylan menempelkan telinganya ke pintu.
Tak lama kemudian, ia mendengar langkah kaki Takana yang mulai menjauh. Mungkin Takana sudah pergi. "Baiklah, ini kesempatanku."
Perlahan Dylan membuka pintu. Mengintip sebentar. Ia terkejut saat melihat Takana belum terlalu jauh dari kamarnya. Lalu perlahan ia kembali menutup pintu lagi. Tak lama kemudian, ia membukanya lagi.
Dylan melihat Takana pergi memasuki kamar kakaknya. Ia juga akan pergi ke sana. Tapi sebelum itu, ia melirik dan melihat keadaan sekitar dulu. Takutnya, ada orang lain yang masih ada di dekatnya.
Tapi sepertinya tidak ada siapapun. Dylan tahu semuanya sedang berkumpul di kamar Fely, kakaknya. Karena ia mendengar mereka membicarakan sesuatu.
Dylan pun berjalan secara perlahan mendekati kamar kakaknya. Sampai akhirnya, ia berhasil mendekat di pintu kamar. Dylan pun mulai menguping dari sana. Mereka ternyata sedang membicarakan tentang Dylan.
"Bagaimana, Takana?" tanya Tanaka.
"Dylan-san mengamuk lagi. Dia masih belum mau menerimaku." Takana menundukkan kepalanya.
"Hah..., sepertinya sulit ya?" Fely menghela napas panjang.
"Lalu bagaimana dengan besok?" tanya Takana pada semuanya.
"Bagaimana kalau malam ini, kau paksa dia saja untuk melakukan itu!" ujar Tanaka sambil menunjuk ke arah Takana.
"Eeeh? Malam ini? Kapan?"
"Tentu saja saat dia tertidur, lah!" Fely menjentikkan jarinya. Ia sedikit tertawa kecil. "Heh, kau harus masuk ke kamarnya secara diam-diam, lalu melakukan hal itu!"
Seketika, wajah Takana sedikit memerah. Ia merasa ragu dan malu. "Haduh, kenapa syaratnya harus melakukan itu, sih?"
"Salah sendiri kenapa kau memilih Darling yang laki-laki." Tanaka mengangkat kedua bahunya. Lalu, ia pun tertawa sambil menutup matanya. "Ayolah, lakukan saja. Aku sudah tidak sabar melihat kalian berdua seperti ... cuu ...."
"Aaa...! Onii-chan! Janganlah seperti itu. Kau membuatku takut." Takana memukul pundak kakaknya. Lalu, ia pun kembali duduk sila di samping Tanaka.
"Kenapa harus takut?" tanya Fely.
"Tentu saja aku merasa takut. Bagaimana kalau prosesnya tidak berhasil nanti? Hal ini bisa gagal, kalau aku dengannya tidak cocok. Apalagi yang lebih berbahaya, bagaimana kalau tiba-tiba saja Dylan-san terbangun? Kan bisa gawat!"
"Hmm ... iya juga."
Tanaka tersenyum. Ia merangkul tubuh Takana. "Tenang saja! Aku punya ide yang bagus. Aku yang akan mengatakan manteranya dan jika ada masalah lain, maka aku akan langsung menyelesaikannya! Tenang saja!"
"Hmm..., oke! Baiklah."
"Tenang, Takana! Ini juga demi keselamatan Dylan, kan?" Fely tersenyum.
Takana hanya mengangguk.
Setelah mereka selesai berbicara, secepatnya Dylan langsung kembali ke kamarnya.
"Malam ini, ya? Apa yang akan mereka lakukan padaku? Kalau begitu, aku akan berpura-pura tidur saja untuk malam ini!"
****
Pukul 11 malam-
Dylan masih membuka matanya sambil memainkan ponsel di dalam selimut. Ia akan menunggu mereka datang ke kamar. Tapi semakin lama, Dylan semakin mengantuk. Ia hampir tidak bisa menahannya.
CKLEK....
"Itu dia!" Dylan mendengar suara putaran kenop pintu. Ia pun langsung meletakkan ponselnya ke samping bantal, lalu menutup mata. Ia bersembunyi di balik selimut.
Pintu mulai terbuka. Beberapa langkah kaki terdengar semakin dekat. Dylan harus tetap seperti orang yang sedang tidur. Jangan sampai mereka semua curiga.
"Baiklah, Takana. Apa kau siap?"
Itu suara bisikan Tanaka. Takana pun mengangguk. Lalu, secara perlahan, ia membuka selimut Dylan. Lelaki itu bisa merasakan tubuh Takana yang mendekat ke arahnya. Lalu Takana memegang kedua telapak tangannya dan menggenggamnya.
"Eh, tunggu dulu! Posisi seperti ini kan ...."
Dengan cepat, Dylan pun membuka mata dan terkejut. Wajah Takana sangat dekat dengannya. Ia pun sedikit menaikkan kepalanya dan seketika bibir Takana menyentuh keningnya.
Takana juga terkejut. Lalu dengan cepat, Takana semakin menggenggam erat tangan Dylan dan menahan tubuhnya agar tetap terdiam di atas tempat tidur. Anak itu masih belum menjauhkan kepalanya dari Dylan.
"A–a–apa yang dia lakukan?!"
"Nah! Sekarang Tanaka!"
"O–oke!" Aku melirik ke arah Tanaka. Ia berdiri di samping tempat tidur. "Takana Utsuki adalah seorang Oniroshi yang suci. Dylan Leviano akan menjadi Darling Oniroshi untuk Takana Utsuki. Takana dan Dylan bersatulah menjadi jiwa yang kuat. Sekarang, bergabunglah!"
Tidak ada yang terjadi. Tanaka pun mengerutkan keningnya. Ia sedikit menggeleng. "Pastinya tidak berhasil. Karena Takana tidak mencium anak itu tepat di bibirnya!"
Takana melepaskan Dylan. Lalu tak lama kemudian, sinar cahaya biru muncul dari tubuh Takana. Begitu juga Dylan.
"Ternyata berhasil?! Tidak mungkin!" Tanaka kembali mendongak, lalu membesarkan matanya.
Dylan tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Lalu tubuh Takana pun berubah menjadi serpihan cahaya yang terbang di udara. Setelah itu, serpihan cahaya itu bergerak cepat dan langsung merasuki tubuh Dylan. Lelaki itu tidak tahu apa yang terjadi padamya. Intinya, sekarang Dylan sudah tidak bisa merasakan tubuhnya lagi.
"Kita berhasil." Tanaka menengok ke arah Fely.
"Te–ternyata ciuman di dahi itu juga bisa!"
"Tapi sepertinya bukan karena itu yang membuatnya berhasil. Ada satu penyebab lain, tapi aku tidak tahu apa itu."
"Eh, sekarang apa yang kita lakukan?"
"Kita hanya tinggal menunggu prosesnya. Mereka bisa bersatu atau tidak, kita tunggu sampai besok. Kalau Dylan masih tersadar, itu berarti ia tidak bisa menjadi Darling untuk Takana. Tapi, jika besok yang terbangun adalah Takana, maka Takana dinyatakan telah berhasil memiliki Darling-nya. Kau mengerti, kan?"
"Tidak." Fely menelengkan kepalanya.
"Ah, sudahlah! Intinya kita tunggu hasilnya besok saja!"
Mereka berdua meninggalkan kamar Dylan. Sekarang tunggu saja. Apa yang akan terjadi besok?
****
To be Continued-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments