Takana bergumam-gumam sendiri saat melihat anak baru itu. Ia bergumam dengan ekspresi wajah yang ketakutan. Lalu, ia pun beranjak dari kursinya dan menghampiri anak baru itu.
Dylan memperhatikan Takana. Sepertinya, dia akan melakukan hal aneh lagi di kelas itu.
Takana berdiri di samping meja anak baru itu. Ia terus menatap wajahnya. Karena merasa risih terus diperhatikan, akhirnya si anak baru itu juga melirik ke arah Takana.
"Kau Oni! Sedang apa kau di sini?!"
"Apa maksudmu?"
"KAU ITU ONI!" Takana berteriak dan langsung menarik rambut anak baru itu.
Dylan sangat terkejut. Lalu dengan cepat, ia langsung beranjak dari kursi dan menghampiri Takana.
"Takana! Apa yang kau lakukan?!" bentak Dylan padanya.
"ONI! ONI! ONI!"
Takana memukul kepala anak baru itu. Tapi ekspresi si anak baru hanya biasa saja. Lalu, ia pun mulai menggerakkan tangan kanannya.
Si anak baru yang bernama Irvan itu menggenggam dan menarik kerah baju Takana, lalu menghempaskan tubuh Takana ke lantai. Semuanya terkejut. Dylan menghampiri Takana dan membantunya berdiri kembali. Takana bisa terdiam untuk sejenak.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Irvan dengan wajah datarnya. Tapi nada bicaranya itu terdengar menyeramkan.
"Kau itu–"
"Maaf! Ini hanya kesalah pahaman! Aku akan menenangkan dia!" Dylan membekap mulut Takana lalu menarik tangannya dan membawanya kembali ke tempat duduk.
"Dylan-san! Tidak bisa seperti ini!" Takana memberontak melepaskan tangannya dari genggaman Dylan.
"Apanya yang tidak bisa?! Kau ini aneh sekali dari kemarin! Berhentilah bersikap kasar pada murid lain, dan duduklah dengan tenang!" tegas Dylan.
Setelah Takana duduk di kursinya dengan tenang, Dylan pun kembali duduk di tempatnya. Bagaimana pun juga, Dylan akan tetap menjaga sikap Takana.
"Walaupun merepotkan, tetap saja dia tidak boleh membuat rusuh di sekolah ini! Kalau tidak, aku juga yang akan kena masalahnya. Karena, Takana denganku sudah sangat dekat sekali. Kapan aku bisa menyingkirkan perempuan itu?!"
****
Chapter 10: [ Janji Kei. ]
****
Perjalanan pulang–
Dylan sedang membaca buku sambil berjalan. Takana berada di sampingnya saat ini. "Tumben sekali dia tidak berisik hari ini. Mungkin, aku sudah memberikan pelajaran yang setimpal padanya tadi." Batin Dylan yang merasa damai karena Takana tidak berbicara padanya dari tadi.
"Dylan-san! Apa kau masih marah padaku?" tanya Takana gugup. Akhirnya dia memberanikan diri untuk berbicara dengan Dylan kembali.
Dylan menutup bukunya, lalu menjawab, "Huh, tentu saja masih. Kau itu tidak bisa apa? Sehari saja jangan membuat diriku malu di depan banyak orang!"
"Maaf, aku tidak bisa menahan diriku."
"Memangnya, kenapa sih kamu selalu memukuli orang lain dan berteriak 'Oni'?! Seperti orang gila saja!" tanya Dylan dengan nada kesal.
"Aku tidak bisa memberitahumu. Karena, Watashi wa anata no hogo Yujin desu!"
"Huf! Lagi-lagi kata-kata itu." Dylab yakin, pasti setelah ini, Takana pasti akan meminta pertemanan padanya dan setiap Dylan bertanya alasannya, gadis itu selalu menjawab dengan kata bahasa Jepang.
Tap! tap!! tap!
Dylan mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekat ke arahnya. Ia dan Takana menghentikan langkah, lalu secara perlahan, ia menengok ke belakang.
"Halo kalian berdua!"
Di belakang kami ternyata ada Kei Sebastian. Ia datang dan langsung merangkul mereka berdua. Lalu setelah itu, Kei berjalan di pertengahan antara Dylan dengan Takana.
"Kalian berdua sedang apa, nih?" tanya Kei.
Dylan tidak menjawab. Takana mulai membuka mulutnya. "Kami pulang bersama!"
"Ooh..., aku boleh ikut bersama kalian, kan?"
"Tentu saja!"
Kei pun melepaskan rangkulannya. Lalu, ia menengok ke arah Dylan. "Oh iya, Dylan! Apa kau sudah merasa baikan?"
"Apa maksudmu?" tanya Dylan balik, lalu melirik ke Kei.
"Apa? Kemarin kan kamu kerasukan makhluk aneh dan menjadi jahat. Seram sekali dirimu yang kemarin. Kau berniat ingin membunuh kami berdua. Iya, kan, Takana?"
Dylan dan Takana terkejut. Dylan terkejut karena ia tidak percaya dengan yang dikatakan Kei tentang sikapnya yang kemarin.
"Kei-san! Jangan bicarakan ini sekarang!" Batin Takana panik.
"Takana? Benar, kan?"
"Eh? Kerasukan makhluk aneh dan menjadi jahat? Itu tidak mungkin! Kenapa kalian menganggap kalau fiksi itu bisa menjadi fakta?! Kei terlalu banyak main game, sih!" bentak Dylan geram. Ia kembali melangkahkan kakinya dan berusaha untuk tidak mendengarkan penjelasan Kei lagi.
Takana menghembuskan nafas lega. "Huh, untung saja Dylan-san tidak percaya. Kei-san menyebalkan!"
Kei mengikuti Dylan dari belakang. Ia akan membuatnya mempercayai ceritanya itu. Tapi, tiba-tiba saja baju belakang Kei ditarik Takana dengan cepat. Kei pun menengok ke belakang.
"Kei-san! Kau telah melanggar janjimu. Apa kau tidak ingat?" Takana berbisik.
"Eh? Janji apa?!"
"Sepertinya kau lupa!"
**** ~
Flashback kemarin–
Saat Fely datang, ia langsung memeluk Takana. Lalu, tak lama setelah itu, Oni yang merasuki tubuh Dylan itu kembali bangkit lagi. Oni itu menatap tajam pada Fely, lalu dengan cepat, ia terbang menghampiri Fely. Oni itu akan kembali menyerang.
Fely pun mengangkat tangannya ke atas, lalu seketika, dari beberapa jari-jari tangannya mengeluarkan benang-benang merah yang menjulur ke atas ditambah dengan cahaya berwarna merah yang terang.
Benang-benang itu terbang ke arah Oni dan secepatnya langsung mengikat tubuh Dylan. Tak lama setelah itu, barulah Kak Fely meluncurkan serangannya. Ia mengeluarkan sengatan listrik merah yang akan melumpuhkan Oni itu.
Ternyata berhasil.
Karena merasa kesakitan, Oni itu pun keluar dari tubuh Dylan dengan wujud seperti kumpulan asap dan bayangan hitam. Mata merahnya menatap tajam pada Fely. Tapi, Oni itu masih bisa tersenyum.
"Kali ini, akan kubiarkan kalian menang! Tapi, ini belum berakhir. Aku akan kembali!"
Setelah mengatakan itu, Oni-nya pun terbang ke langit dan menghilang. Fely menghampiri tubuh Dylan yang terjatuh ke bawah pohon. Takana menghembuskan nafas lega karena Oni itu telah pergi. Lalu, ia pun juga menghampiri Fely.
"Onee-chan, sekarang apa yang akan kau lakukan?" tanya Takana yang ada di samping Fely.
"Aku akan menghapus ingatan Dylan. Memangnya kenapa?" Fely menempelkan telunjuknya ke dahi Dylan. Saat itu, Dyalb tidak merasakan sakit apapun karena dirinya memang sedang dalam keadaan tidak sadar.
"Tapi, kan...."
"Tidak apa-apa. Dia tidak boleh mengingat kejadian ini."
"Eh, tapi kan, Dylan-san dirasuki dalam keadaan tidak sadar. Bagaimana dia bisa tahu kalau dirinya sedang dirasuki Oni itu?" Takana kebingungan.
"Bisa saja dia mengingatnya. Karena, sebelum ia dirasuki, pasti dia pernah bertemu dengan Oni itu. Pokoknya, dalam keadaan apapun, Dylan tidak boleh melihat makhluk itu sebelum ia menjadi temanmu, Takana!" jelas Fely.
PLOK! PLOK!
Mereka berdua mendengar suara seseorang yang bertepuk tangan. Takana dan Kak Fely pun menengok ke belakang mereka. Lalu, dari balik pohon, muncullah seorang lelaki muda yang suka mengaku kalau dirinya itu tampan. Dia adalah Kei Sebastian.
"Kalian hebat sekali! Aku tidak pernah melihat ke–"
WUUSHHH....
Dengan cepat, Fely mengikat tubuh Kei dengan benang-benang kekuatan yang keluar dari jari-jarinya.
"Siapa kau?!" bentak Fely.
"A–aku adalah murid dari sekolah Harapan Bangsa 4! Aku kakak kelasnya Dylan! Ukh!" jawab Kei sambil berusaha melepaskan dirinya itu.
"Oh. Kau ternyata juga melihat kejadian ini, ya? Aku tidak ada pilihan lain. Aku akan melenyapkanmu langsung." Fely mengepal tangannya. Ia akan mengeluarkan sengatannya itu. "Kau sudah melihat terlalu banyak, jadi bersiaplah untuk mati!"
"Eh?! Tidak! Tidak!" Kei mulai ketakutan. Ia memberontak berusaha untuk melepaskan dirinya.
"Tunggu, Onee-chan! Dia ini Kei-san. Dia pacar Takana! Jangan dibunuh. Kasihan dia."
"Pa–pacar?! Tapi Takana..., dia kan la–"
"Diam Onee-chan! Sekarang, lepaskan dia! Biarkan aku yang mengurusnya."
Fely pun mengangguk. Lalu, dia melepaskan Kei. Setelah itu, dengan cepat, Kei pun kembali mengumpat di balik pohon karena ketakutan. Takana berjalan menghampirinya.
"Ta–Takana! Maafkan aku..., aku tidak melakukan apa-apa!" Kei gemetar ketakutan saat Takana menghampirinya.
"Tidak apa-apa Kei-san! Kei-san tidak salah, kok. Tapi, Kei-san sudah melihat yang seharusnya tidak Kei lihat. Sekarang, Kei-san harus berjanji pada Takana. Kei-san tidak boleh memberitahukan tentang ini semua kepada semua orang. Termasuk Dylan-san juga, ya?" Takana mengulurkan jari kelingkingnya.
Kei hanya bisa mengangguk. Ia pun menurut pada Takana demi keselamatannya. "Aku berjanji!"
*** ~
"'Aku berjanji'. Itulah yang Kei-san katakan. Kei-san sudah berjanji pada Takana untuk tidak memberitahu tentang makhluk itu pada Dylan-san." Takana tersenyum pada Kei-san. Lalu, seketika, senyuman itu memudar. Wajah Takana yang menyeramkan ditunjukkannya di depan Kei. "Kei-san harus terus berjanji. Kalau tidak, akan aku panggilkan Onee-chan untuk membunuh Kei-san. Ya?"
Seketika, Kei jadi merinding saat mendengar itu. Ia hanya bisa mengangguk pelan. Lalu setelah itu, Takana kembali mengejar Dylan yang sudah jauh di jalanan sana.
Sementara, di belakang, Kei hanya diam saja. "Terdengar seperti ancaman dari Takana. Pacarku sendiri ternyata lebih hebat dari yang kubayangkan. Dia benar-benar tipe untukku! Aaah...."
Kei melompat-lompat kegirangan sendiri. Dia merasa beruntung bertemu dan menjadi pacar Takana. Lalu, setelah itu, Kei juga mengejar Takana. Ia akan pulang bersamanya.
Di belakang Kei, tepatnya di balik semak yang ada di pinggir jalan sana, muncul seseorang yang mengintip. Ternyata orang itu adalah Irvan si anak baru itu.
****
Saat sampai di rumah, Dylan langsung memasuki kamarnya. Takana juga ingin masuk, tapi Dylan mendorongnya keluar. Dylan pun mengunci pintu dari dalam. Ia sangat melarang gadis itu untuk masuk ke dalam.
Dylan membanting tubuhnya di atas tempat tidur. Ia sedikit menguap karena merasa ngantuk. Lalu membalikkan posisi tidurnya dan ia pun memeluk Dakimakura miliknya. Tak lama, Dylan mulai memejamkan mata.
TOK! TOK! TOK!
Suara ketukan pintu yang sangat mengganggu sekali. Itu pasti Takana.
"Ada apa?!" teriak Dylan tanpa berpindah tempat.
"Dylan-san...?"
Dylan sudah menduganya. Ternyata benar Takana.
"Dylan-san! Boleh aku masuk? Takana kesepian. Tidak ada teman bermain!" teriaknya dari luar sana.
"Tapi, kan, masih ada kakakku. Main saja sana sama dia!"
"Tapi, Onee-chan sedang tidak ada di rumah!"
"Eh? Kakak tidak ada di rumah? Dia pergi ke mana?" Pikir Dylan dalam hati.
Dylan pun sedikit mendesah. Lalu ia turun dari tempat tidur. Ia membuka pintu kamar. Di depan sana ada Takana yang sedang berdiri. Ia mendongak menatap Dylan dan lelaki itu pun langsung terkejut.
Karena yang kulihat di depan sana, ada Takana yang sedang tidak berbusana. Dylan melihat Takana hanya memakai celana saja. Tapi bukan itu masalahnya.
Dylan sempat melirik ke arah dadanya. Ia menelengkan kepala. Dadanya terlihat sangat rata. "Lah? Bukankah..., Takana itu perempuan? Eh! Tunggu dulu! Jangan bilang kalau dia...."
"Takana..., kenapa kau tidak memakai bajumu?!" tanya Dylan.
"Oh. Aku melihat di jalan, ada beberapa laki-laki. Mereka tidak memakai baju. Katanya, kalau laki-laki itu sudah biasa membuka baju mereka." Jelas Takana.
"Tapi, Takana? Kau ini kan seorang perempuan!" tegas Dylan.
"Hah? Perempuan? Aku ini laki-laki loh!" Takana menggeleng. Wajahnya sedikit memerah.
"JADI DIA INI COWOK?!"
"Ah! Apa selama ini, Dylan-san menganggap ku perempuan? Haha ..., lucu sekali. Aku ini benar-benar laki-laki loh! Apa Dylan-san ingin bukti lain? Aku akan tunjukkan!" Takana akan membuka celananya. Tapi dengan cepat, Dylan pun langsung mencegah Takana untuk melakukan itu.
"Tidak! Jangan! Aku mengerti sekarang!" bentaknya.
"Oh, baguslah kalau begitu!" Takana tersenyum.
"Tapi Takana, kau tetap harus memakai bajumu, dong! Gak malu, apa?!"
"Ah, baiklah. Tapi Dylan-san..., bajuku kan sedang di cuci, apa Dylan-san punya baju lain untukku?"
Dylan memegang bagian belakang lehernya dan menghembuskan nafas berat. "Hah, kau ini sangat merepotkan! Baiklah kalau begitu. Aku punya baju bekasku. Akan aku ambilkan!"
Dylan berbalik badan. Takana mengikutinya. Tapi tiba-tiba saja, Takana tersandung bagian pinggiran pintu dan terjatuh menabrak Dylan. Seketika, wajah mereka berdua langsung memerah.
Tubuh Dylan tergeletak di lantai dan Takana menimpanya.
"Halo, Dylan-san! Kakak sudah pulang! Hei, apa kalian mau es krim?" Fely tiba-tiba saja muncul di depan pintu kamar. Setelah ia menodongkan es krim yang ada di tangannya itu, ia pun terkejut saat melihat posisi Dylan dan Takana yang sekarang. Fely hanya terdiam saja menatap mereka.
Dengan cepat, Dylan pun mendorong Takana. "A–aku bisa jelaskan ini!"
Dengan wajahnya yang masih sedikit memerah, Dylan mengatakan itu.
****
To be Continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments