Hogo No Yujin (Protective Friend)
Musim hujan telah tiba. Kini, seorang pemuda telah berulang tahun yang ke 18. Tapi di hari yang seharusnya membahagiakan ini, justru menjadi sebaliknya.
Ia hanya merayakan hari jadinya seorang diri.
Namun ia tidak benar-benar sendirian. Ia ditemani oleh seekor burung kakak tua yang dia peliharaa. Burungnya bernama Coki. Burung itu adalah hadiah ulang tahunnya 4 tahun yang lalu sebelum wafatnya kedua orang tuanya. Sekarang ia hanya tinggal sendirian di rumah. Sebenarnya, ia masih memiliki seorang kakak perempuan, tapi saat ini, kakaknya itu sedang bekerja di luar kota.
"Ulang tahun yang menyebalkan!"
Dia mendorong kue ulang tahun yang bertuliskan namanya di sana. Kue itu jatuh dari atas meja dan hancur berantakan di lantai.
"Aku sangat kesal!"
"Kenapa di hari yang seharusnya terasa menyenangkan ini, malah berakhir menjadi kebalikannya?!"
"Kakak tidak peduli lagi padaku. Dan sekarang, Burung Kakaktua itu mengoceh sendirian. Benar-benar membuatku risih!"
Coki, adalah makhluk yang ada di rumahnya satu-satunya. Dia lah yang selalu menemaninya di rumah itu. Kehadirannya telah membuat rumah itu menjadi tidak sepi, karena ocehan si Coki yang sangat berisik.
Dylan Leviano.
Itulah namanya. Lelaki itu tidak menyukai namanya tersebut. Hidupnya benar-benar hancur. "Apa bagusnya jika hidup hanya ditemani oleh seekor hewan saja?"
"Aku makhluk sosial. Tidak sepantasnya aku hidup sendirian. Kesal rasanya...."
"Huh, aku tidak tahu, kapan hidupku akan berubah menjadi lebih baik...."
Karena tak kuat, ia pernah mencoba ingin bunuh diri, tapi ia masih memikirkan hal itu.
****
Chapter 1: [Perempuan asing ]
****
TING TONG....
[ Sesaat lagi, kereta anda akan sampai di stasiun 5. Stasiun 5. ]
"Oh, sudah sampai, kah?"
[ Stasiun 5. Hati-hati, pintu akan terbuka! ]
"Apa benar di sini? Ah! Aku harus keluar...."
Banyak orang yang keluar dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, setelah semua orang keluar, kereta itu kembali jalan menuju ke stasiun berikutnya.
Seorang anak perempuan yang berumur 16 tahunan (mungkin), baru saja turun dari kereta itu. Anak itu celingak-celinguk sambil mengamati sekitarnya. Ia merasa asing dengan tempatnya saat ini. Ia melihat banyak orang yang berjalan dengan cepat menaiki tangga di sana. Karena bingung, jadi anak itu mengikuti gerombolan orang-orang itu saja.
Tangga itu membawanya sampai ke dalam gedung stasiun itu. Ia masih berjalan mengikuti beberapa orang di sana. Ia juga harus mencari jalan keluar dari dalam gedung stasiun itu. Karena sebenarnya, perempuan itu baru pertama kali menaiki Kereta Api sendirian.
Perempuan itu, melihat orang-orang menuju ke tempat Loket tiket. Mereka menempelkan tiketnya pada mesin itu agar bisa keluar. Perempuan itu merogoh saku celananya. Ia akhirnya mendapatkan tiketnya sendiri.
Lalu perempuan itu juga melakukan hal yang sama seperti orang-orang yang ia lihat tadi. Tapi sayangnya, perempuan itu tidak bisa melakukannya. Lalu, tak lama kemudian, seorang petugas penjaga Loket itu pun datang menghampiri perempuan itu.
"Apa ada masalah?" tanya petugas itu.
"A–Nani? " Perempuan itu terkejut.
"Apa ada masalah?" tanya petugas itu lagi.
Perempuan itu menelengkan kepalanya. Lalu setelah itu, ia menggendong tasnya ke depan, membuka resleting tasnya dan mengambil sesuatu di dalam. Ia mengeluarkan sebuah buku kecil. Perempuan itu membuka buku kecilnya dan mencari-cari halaman yang ingin ia temukan. Akhirnya dapat.
"Ba–bantu saya dengan ini." Jawab perempuan itu dengan gugup sambil menunjukkan tiket kereta yang ia pegang.
Petugas itu mengambil tiket yang diberikan perempuan itu padanya.
"Hmm..., biar saya bantu!"
CLIK!
"Nah, sudah terbuka. Sekarang maju ke depan untuk keluar."
Secara perlahan, perempuan itu mengikuti ajaran dari petugas. Ia akhirnya bisa menggunakan mesin Loket itu untuk keluar. Setelah keluar, perempuan itu membalikkan badannya, menghadap ke petugas dan membungkukkan badannya.
"Ah! Arigatou! Eh? Terima kasih."
"Iya."
Petugas itu kembali memberikan tiket milik perempuan itu kepada pemiliknya. Perempuan itu menerima tiketnya kembali, lalu ia berbalik badan dan berjalan perlahan sambil celingak-celinguk ke sekitarnya.
Perempuan itu mencari pintu keluar dari gedung itu. Ia mendongak ke atas dan akhirnya, ia menemukan tulisan kata "keluar" di atasnya itu. Dia berada tepat di depan tangga menuju ke bawah. Ia menuruni tangga itu. Sampai akhirnya, ia berhasil keluar dari dalam gedung stasiun.
Perempuan itu berjalan ke depan sambil memperhatikan sekitarnya. Ia merasa asing berada di tempatnya saat ini.
Kemudian perempuan itu menengok ke samping kanannya. Di sana, ia melihat ada sebuah pohon beringin besar. Ia mendekat dan berdiri dihadapan pohon beringin. Semua orang yang ada di sekitarnya merasa aneh dengan perempuan yang sedang memandang pohon beringin itu.
"Uwa, Kono okinaki wa Nani desuka?" gumam perempuan itu.
Tak lama perempuan itu bergumam-gumam sendiri, ia terkejut. Tentu saja ada yang membuatnya terkejut. Karena ia melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain.
Setelah itu, secepatnya, ia menjauh dari pohon. Lalu perempuan itu berlari dari pohon beringin. Ia berlari ke jalan di depannya untuk mencari tempat aman baginya.
****
"Hei, lihatlah! Itu si penyendiri. "
"Aku heran dengan anak itu. Wajahnya begitu tampan, tapi kenapa hidupnya seperti itu? "
"Menjijikan. Ditinggal orang tuanya dan kakaknya sendiri. Dia juga anak No Life. Emosian dan gila. Dia suka berbicara dengan dirinya sendiri. Aneh, kan? Kalian jangan berteman dengannya! "
"Iya. Eh! Dia menengok ke arah kita. Ayo kita pergi! "
"Huh, aku tidak peduli dengan omongan mereka itu. Terserah, mereka ingin bilang apa. Ini hidupku. Aku yang urus semua."
"Mereka seharusnya jangan ikut campur dengan kehidupanku. Ingin rasanya aku membalas omongan mereka itu. Tapi, entah kenapa, hatiku selalu berkata kalau aku harus selalu bersabar."
Dylan sedang berjalan mendekati gerbang sekolah sambil memainkan ponsel. Lagi-lagi para murid lainnya selalu memandangnya dengan aneh dan menyebarkan rumor tentang dirinya yang membuat ia kesal.
"Sudahlah, ini waktunya pulang sekolah."
Ia teringat sesuatu. Sebelum pulang ke rumah, Dylan ingin pergi ke toko buku untuk membeli komik terbaru yang ia sukai.
Ia mendapatkan info tentang terbitnya buku komik baru itu di situs web yang ia temukan di ponsel. Sekarang juga ia akan berangkat. Pergi memburu komik baru itu!
****
Akhirnya sampai. Ini dia toko buku terbesar kesukaannya. Dylan masuk ke dalamnya. Langsung saja ia berjalan ke tempat khusus komik. Di sana, ada beberapa rak buku yang berisi penuh komik. Ia pun mulai mencari komik yang sedang ia incar, sebelum kehabisan.
Satu per satu, rak buku di sana ia periksa semua. Satu sampai dua rak di sana, ia masih belum menemukan komik yang dicari. Tidak ada sampul komik yang mirip seperti gambar yang ada di situs web itu. Di mana buku itu diletakan?
Ia yakin, komik itu pasti sudah terbit di toko buku ini!
"Di mana buku itu? Sampulnya seperti ini, kan?" Sesekali ia melirik ke layar ponsel. Memperhatikan baik-baik gambar sampul komik yang ada di dalam ponselnya.
Masih terus mencari dan mencari. Tapi tetap saja komik itu tidak bisa ia temukan. "Apa aku kurang teliti dalam mencari?"
Ia sudah sampai di ujung rak komik dan masih belum menemukan incarannya. Karena ia sangat menginginkannya, jadi ia akan mengulang pencariannya dari pertama lagi. Ia pun memulai mencari komik itu dari awal rak pertama.
Benar-benar teliti!
Sangat teliti!
Setiap judul dan sampul komik di sana, ia lihat dengan matanya secara detail. Lalu tak lama kemudian ....
"Nah! Itu dia!"
Pada Rak ke-4, akhirnya ia menemukan komik itu. Dylan akan mengambil komik baru tersebut secepatnya. Tapi ....
"Eh?"
Saat ia mengambil komik itu, tiba-tiba saja, ada seseorang yang datang dan menggenggam tangannya. Dylan mendongak ke arah orang yang ada di depannya dengan heran.
Ternyata ada seorang perempuan berambut putih pendek yang cantik. Dia sepertinya menginginkan komik itu juga. Dylan pun menarik tangannya perlahan dan mencoba untuk melepaskan tangan perempuan itu darinya. Tapi, perempuan itu hanya menelengkan kepalanya dan membuka matanya lebar-lebar menatapnya.
"Eh, maaf. Ini komik milikku!"
Tetap saja, perempuan itu tidak ingin melepaskan tangannya. "Dia menginginkan komik ini, kan? Kalau mau, dia bisa ambil lagi di rak itu. Masih banyak komik yang sama di sana. Kenapa dia tidak mengambilnya kembali, dan malah memegangi tanganku?" batin Dylan yang mulai geram.
Perempuan berambut pendek berwarna putih itu, terlihat sangat imut dengan mata biru besarnya yang indah. Rambutnya agak sedikit acak-acakan. Memakai sweater dengan corak berbentuk hati dan gambar kucing bertuliskan Nyan Neko. Ia sedikit membuka mulutnya, seolah ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi ia tidak berani.
"Apa ia tunawicara? Atau ia benar-benar tidak berani bicara padaku? Apa jangan-jangan, dia ...."
"Nande?"
Dylan tersentak mendengar gumamannya. "Eh? Bahasa Jepang? Apa dia orang asing?"
"Bisa kau lepaskan tanganmu?" Sekali lagi, Dylan menarik tangannya, tapi tak kunjung dilepaskan.
"Eh? Bodohnya aku. Kenapa aku bicara padanya? Ini akan percuma. Perempuan itu tidak akan mengerti bahasaku."
"Anu, bisa saya mengambil buku ini?"
"Eh? Dia bisa bahasa Indonesia?"
Perempuan itu akhirnya melepaskan tangan Dylan. Dia mengambil sebuah buku kecil di dalam tasnya. Membulak-balikan halaman buku itu. Mencari sesuatu di dalam buku yang ia pegang itu. "Buku apa itu? Apa itu buku catatannya?"
"Maaf. A–apa saya bisa mengambil buku ini?" Perempuan itu mengulangi kata-katanya.
"Bahasa Indonesia-nya baku sekali." Gumam Dylan, lalu ia memandang gadis itu. "Ya, kau bisa mengambilnya lagi di rak itu. Ini udah jadi milikku!"
Perempuan itu kembali membesarkan matanya dan menatap bingung padanya. "Chotto..." Perempuan itu sedikit bergumam sambil kembali membuka beberapa halaman buku kecilnya. "Emm..., saya malas mengambil buku itu."
"Kenapa? Padahal tempatnya gak jauh dari tempatmu berdiri, loh!" timpal Dylan.
"Saya hanya malas saja. Saya hanya ingin komik yang anda pegang itu."
"Tidak boleh!" Dylan menegaskan. "Aku yang menemukannya duluan. Jadi, ini milikku!"
Perempuan itu kembali mencari halaman di bukunya. Sepertinya, itu buku penerjemah. Dia menggunakan buku itu untuk menggunakan Bahasa Indonesia di sini, kah?
"Hmm..., baiklah kalau begitu. Saya mengambil yang baru saja!" katanya sambil mengambil satu komik di rak no.4 itu. Setelah mengambil buku itu, ia tidak pergi. Dia terus saja memandangi Dylan. Entah kenapa? Ada apa dengan perempuan itu?
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Dylan pun berbalik badan dan pergi duluan meninggalkan perempuan itu.
Dylan senang akhirnya bisa mendapatkan komik edisi terbaru itu. Ia segera berjalan ke depan kasir toko buku itu untuk membayar langsung komik yang ku dapat ini.
"Aku hanya beli ini saja, Sit!" katanya sambil memberikan komik pilihan pada seorang kasir yang akan siap untuk melayaninya.
"Hanya ini saja? Tumben sekali." Kata kasir di depannya itu.
Dylan sudah mengenal kasir itu. Dia adalah teman kakaknya. Namanya Siti Afwani. Dia..., sangat baik. Tapi, dia tidak akan baik pada Dylan kalau soal komik. Dylan berharap dia bisa memberikan diskon besar pada komik yang ia beli. Tapi ternyata tidak boleh.
"Ya." Jawab Dylan singkat. "Hanya komik inilah yang sedang kucari."
"Oh, benarkah?"
"Iya."
"Hmm..., oke. Seperti biasa, harganya Rp.25.000,-"
"Kenapa tidak dikurangi sedikit?" gumamnya sambil merogoh kantung celana. Ia sedang mencari dompet milikku. "Eh! Ke mana?"
"Ke mana dompetku?!"
"Hilang! Dompetku hilang!"
"Apa ada masalah?" tanya Siti pada Dylan yang terlihat gelisah.
"Ah! Dompetku hilang. Haduh, bagaimana ini?"
"Sungguh? Apa kau sudah mencarinya ke seluruh kantung celanamu?"
"I–iya. Tidak ada!"
"Oh tidak, dompetku menghilang! Apa jatuh di jalan tadi? Apa jangan-jangan ada yang mengambilnya? Ah! Itu tidak mungkin. Ke mana hilangnya dompetku itu?"
"Biar saya saja yang bayar!"
Lagi-lagi suara ini. Dylan menengok ke arah samping. Ia terkejut karena tiba-tiba saja, perempuan yang ia lihat di rak komik nomor empat tadi muncul lagi di hadapannya. Ia memberikan uang pada Siti.
"Eh, tunggu! Apa dia ingin membayarkan komikku ini? Tapi, bagaimana cara dia membayarnya? Bukankah perempuan ini berasal dari negara lain? Lalu, bagaimana cara dia membayar komik? Apa dia punya mata uang Indonesia?" banyak pertanyaan yang muncul di benak Dylan saat melihat gadis itu membelikan komiknya.
"Ini."
Perempuan itu benar-benar membelikan Dylan. "Ya ampun, baik sakali. Eh? Benarkah? Mungkin saja, nanti dia juga minta ganti padaku. Berarti aku berhutang pada orang ini, dong?"
SREK!
Perempuan itu memberikan kantung plastik berisik komik terbaru itu pada Dylan. Dengan ragu, ia menerimanya.
Sebelum pergi, Dylan pun mengucapkan "terima kasih" padanya, lalu tanpa berkata hal lain lagi, ia langsung berjalan meninggalkan perempuan itu.
Dylan meninggalkan toko buku dengan perasaan malu karena perempuan asing itu sudah membelikannya komik. Tapi tetap saja, ia merasa senang karena berhasil mendapatkan komik yang sedang diincarnya.
"Ah, aku masih bingung. Ke mana hilangnya dompetku itu?"
****
Sembari berjalan di pinggir trotoar, Dylan iseng-iseng membuka bungkus lapisan plastik pada komik baru. Gambarnya bagus sekali. Ia benar-benar menyukainya. Apalagi, aroma dari komik baru ini, benar-benar enak.
Sambil berjalan pelan, Dylan mencoba membaca sedikit isi komiknya. Tapi, entah kenapa, ia merasa tidak tenang saat membaca komiknya. Ada yang mengganggu pikirannya saat ini.
Dylan merasa kalau ada seseorang yang sedang mengikutinya dari belakang. Ia pun menoleh menengok ke belakang, tapi tidak ada siapa-siapa.
"Haduh ... kenapa perasaan seperti ini selalu muncul disaat aku sedang berada di tempat sepi seperti ini? Kebiasaan!"
****
Rumahnya hampir dekat....
Untung Dylan berjalan cepat. Tidak ada yang terjadi padanya selama ia berjalan di tempat sepi seperti tadi.
Wajar jika jalan di sana itu terlihat sepi, karena hari mulai gelap. Biasanya, jalan di sana cepat sepi karena banyak terjadi kejahatan di daerah itu. Seperti pembegalan dan perampokan hingga kejahatan kriminal yang lebih parah. Semua selalu terjadi di tempat itu. Makanya, jarang ada orang yang lewat sana karena takut.
Tapi, betapa tidak beruntungnya Dylan Karena, jalan itu adalah jalan satu-satunya untuk berangkat sekolah, bahkan pulang sekolah. Makanya, ia selalu berhati-hati dan berwaspada saat melewati jalan itu.
"Beruntung, Tuhan masih melindungiku. Karena selama ini, aku tidak pernah mengalami kejadian buruk di tempat ini." Ia merasa bersyukur.
Sampai akhirnya Dylan pun tiba di rumah kesayangan yang hampa.
*
*
*
To be Continued–
Ig: @pipit_otosaka8
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Rona Rihna
oki na ki nya di pisah thor tulisannya karena 3 suka kata
2020-08-23
0
Friska Petra
Berbau2 jepang.. Aku suka thor..
semangat terus yahh
2020-08-22
0
Ellaa🎭
izin ya thor 🙏
mampir juga yukk ke ceritaku judulnya
Kay and Say 😉 sama Cinta Yang Terlupakan
siapa tau suka mampir ya😊😊
2020-08-15
0